Sukses

Lifestyle

Jadi Lebih Produktif, Cara Fira Basuki Atasi Segala Permasalahan Hidup

 

Jakarta Ungkapan inspirasi bisa datang kapan dan di mana saja memang benar adanya. Hal ini dialami penulis Fira Basuki. Kisah percintaan dengan suaminya, mendiang Hafez Agung Baskoro, dituangkan ke sebuah film layar lebar berjudul Cinta Selamanya. Menikah pada 25 November 2011, empat bulan kemudian yaitu pada 14 Maret 2012, dia harus merelakan sang suami meninggal akibat serangan jantung. Dalam keadaan hamil muda, Fira nampak tabah menghadapi musibah yang menimpanya.

Sebelum menuangkan kisah cintanya ke film, rekam jejak Fira di dunia sastra Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Lebih dari 25 buku berhasil ia tulis dengan apik. Salah satunya, buku yang memuat kisah nyata percintaannya dengan sang mendiang suami, berjudul Fira dan Hafez. 

Kisah dalam buku memoar inilah yang diangkat dalam sebuah film garapan Fajar Nugros. Sesuai isi bukunya, film besutan Demiistri production bersama Kaninga Pictures ini berkisah tentang perjalanan cinta Fira. Fira diperankan oleh aktris Atiqah Hasiholan. Sementara suami Fira diperankan oleh aktor yang tidak lain adalah suami Atiqah sendiri, yaitu Rio Dewanto.

Kamu penasaran soal bagaimana kisah dibalik cerita dan pembuatan film ini, kegiatan terbaru yang Fira lakukan dan bagaimana Fira menjalani hidupnya? Yuk simak wawancara saya dengan Fira Basuki berikut ini.

Dita Soedarjo:

Film kamu yang berjudul Cinta Selamanya sangat menyentuh. Film itu benar-benar menggambarkan dirimu sebagai seorang perempuan yang kuat. Bisakah kamu memberikan saran kepada para perempuan muda yang juga berduka dan mengalami kehilangan dalam menghadapi hidup?

 

Fira Basuki:

Nasihat saya untuk para perempuan muda yang menghadapi kehilangan dan kesedihan adalah, percaya Tuhan mencintai kalian. Jalan Tuhan adalah yang terbaik. Sekarang mungkin menyakitkan tapi percayalah pasti ini yang terbaik. RencanaNya selalu terindah, tidak mungkin Tuhan membuat kita sengsara. Jadilah perempuan yang kuat dan tegar dan menjadi contoh untuk perempuan lainnya. Hidup adalah anugerah dari Tuhan. Ini berarti kita memiliki misi sendiri-sendiri untuk menjadi manusia yang berguna di bumi ini.

 

Dita Soedarjo:

Apa yang akan kamu katakan pada dirimu yang berusia 17 tahun mengenai hidup? Apakah kamu akan memperingatkan dia?

 

Fira Basuki:

Kalau saya bicara pada diri saya yang berusia 17 tahun, saya akan mengatakan kalau sesuatu di dunia ini tidak ada yang abadi. Jangan terlalu memberatkan diri pada hal-hal duniawi.

 

Dita Soedarjo:

Berapa lama kamu berduka setelah meninggalnya suamimu? Apakah keadaanmu sudah membaik dan sudah siap memulai hubungan yang baru?

 

Fira Basuki:

Sedih adalah hal yang wajar. Sekarang saja kalau ingat almarhum suami pasti sedih lagi. Tapi kalau ingat ada Kiad, anak hasil cinta kami yang hidup untuk meneruskan impian ayahnya saya jadi bahagia. Saya sangat amat berduka dalam kurun waktu sebulan. Saya bangkit karena belum sebulan setelah kepergian almarhum suami saja sudah dihadapkan dengan tugas kantor yang mengharuskan saya pergi ke Madrid untuk acara Cosmic (pertemuan seluruh editor dan tim bisnis Cosmopolitan seluruh dunia) yang tidak bisa diwakilkan. Saya pikir, saya sedih pun dunia akan terus berputar tanpa saya. Jadi mending saya menjadi bagian dari dunia. Menulis buku jadi terapi penyembuhan kesedihan saya, dalam hal ini buku memoar Fira dan Hafez. Siapa sangka buku itu jadi best seller dan dijadikan film Cinta Selamanya yang sukses? Saya sudah tidak apa-apa kok. Saya belum tahu soal mencintai karena sampai sekarang tidak ada laki-laki yang mendekati, mungkin mereka mikir-mikir 1000 kali, hahaha! Saya sendiri menanggapi kehidupan dengan santai dan berjalan apa adanya. Anak-anak adalah prioritas saya. Masa depan mereka lebih penting daripada kehidupan percintaan saya untuk saat ini. Mungkin juga karena saya masih (dan selalu) memakai cincin pernikahan kami, jadi kalau pria lihat sudah mundur duluan. Hahaha!

 

Dita Soedarjo:

Apakah kamu sudah bisa move on dari kesedihan itu? Dan apakah kamu sudah punya kekasih baru? Hehehe…

 

Fira Basuki:

Iya, sudah ikhlas se-ikhlas ikhlasnya. Tapi masalah cincin pernikahan yang masih saya pakai karena saya sudah janji sama almarhum sebelum almarhum suami saya Hafez meninggal dunia. Dulu saat ia hidup saya setiap malam melepas cincin nikah dengan alasan mau tidur lah atau takut kena sabun. Terus almarhum Hafez bilang, "Boleh nggak janji kalau suatu hari kamu akan pakai terus cincin itu?" Saya orang yang selalu memenuhi janji, saat itu saya mengiyakan. 

Sekarang saya tahu hanya Tuhan yang menentukan bagaimana masa depan dan takdir saya. Untuk sekarang, janji itu terus saya pegang. Masalah dating, hehehe, selain masalah cincin mungkin para laki-laki mikir-mikir cinta ke saya itu sama dengan sayang pada tiga orang, saya dan dua orang anak saya. Bukan hal yang mudah. Jadi sampai sekarang belum ada, hahaha!

 

Dita Soedarjo:

Bagaimana kamu memulai kembali hubungan dengan seseorang?

 

Fira Basuki:

Pertanyaan ini susah ya, karena belum saya alami lagi. Paling saya menerima salam beberapa laki-laki, tapi mereka belum maju untuk lebih dari itu. Saya anggap saja mereka semua teman saya. Tidak ada yang salah untuk mengobrol dan berteman.

 

Dita Soerdarjo:

Apa yang kamu katakan kepada anak-anak saat mereka merindukan ayahnya?

 

Fira Basuki:

Saya bilang, "Ayah tidak ke mana-mana, dia hanya pindah tempat, dekat dengan Tuhan. Melalui doa, kalian akan selalu terkoneksi. Kalian harus tegar dan kuat, itu yang bikin Ayah kalian tenang di sana."

 

Dita Soedarjo: 

Bagaimana caramu menjalankan dua figur sekaligus bagi anak-anak? Apakah kehilangan figur ayah bisa memengaruhi pertumbuhan anak-anak, bagaimana menurutmu?

 

Fira Basuki:

Saya tidak setuju jika orang tua tunggal dibilang adalah ayah dan ibu jadi satu. Sampai kapan pun peran ayah tidak bisa digantikan, karena saya pun tidak mungkin kan jadi laki-laki? Fakta ini yang harus saya terima, bahwa anak-anak saya tidak memiliki figur ayah. Namun penting bagi anak-anak untuk melihat peran seorang laki-laki itu seperti apa, jadi anak-anak saya dekatkan ke para sosok laki-laki di keluarga: kakek dan paman misalnya.

Dita Soedarjo:

Tantangan terbesar apa yang pernah kamu hadapi dalam kariermu dan bagaimana kamu mengatasinya?

 

Fira Basuki:

Banyak tantangan dalam berkarier. Karena saya memilih jalur karir yang banyak, maksudnya selain sebagai Pemimpin Redaksi di sebuah majalah, saya juga seorang penulis yang aktif menerbitkan buku dan juga seorang pelukis yang sudah pameran lukisan tunggal. Tantangan terbesar adalah menjadi terbaik di setiap pekerjaan saya dan membagi waktu. Setiap orang punya 24 jam dan ini adalah tantangan bagaimana saya bisa memaksimalkan waktu itu. Tantangan lain adalah ketika suami saya meninggal, saya harus menyisihkan rasa sedih saya demi tanggung jawab pekerjaan dan demi menginspirasi orang lain. Saya tidak boleh egois dalam berkarier. Saya mengatasinya dengan selalu ingat Tuhan dan bekerja semaksimal saya. Tidak puas dengan menjadi standar tapi harus menjadi contoh.

Dita Soedarjo:

Apa saranmu untuk para perempuan muda yang baru memulai karier di dunia jurnalistik?

 

Fira Basuki:

Pertama, harus dipahami kalau dunia jurnalistik itu bukan mengenai glamor. Sepertinya keren sekali bisa keliling ke sana ke mari, bertemu orang-orang terkenal dan penting. Tapi harus ada kerja keras di balik itu. Harus memenuhi tenggat waktu penulisan. Harus belajar menulis dengan standar bahasa yang baik sehingga tidak menyusahkan editor untuk mengeditnya. Harus punya integritas, memberikan berita yang apa adanya, tidak memihak dan tidak bisa disuap. 

 

Dita Soedarjo:

Selain sebagai pemimpin redaksi, apa yang sedang kamu kerjakan sekarang? Apakah kamu sedang menulis buku? Film? Atau mungkin menulis puisi?

 

Fira Basuki:

Saya sedang menulis buku pesanan seorang klien. Iya, saya mau mematahkan anggapan kalau seorang penulis buku cuma bisa berimajinasi. Saya bisa profesional menulis buku sesuai permintaan klien dan dalam tenggat waktu sesuai mereka minta. Saya juga sedang merintis Pondok Al Hafez (sesuai nama almarhum suami), sebuah tempat penampungan anak-anak yatim dan dhuafa serta pelatihan pendidikan untuk anak tidak mampu. Saya juga masih menulis novel berjudul Loji. Masih melukis di sela-sela kesibukan. Sudah dua kali pameran lukisan, mungkin tahun depan bikin lagi pameran lukisan.

 

Dita Soedarjo:

Kenapa anak muda harus lebih banyak membaca ketimbang menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan?

 

Fira Basuki:

Sebenarnya tidak bisa disalahkan anak-anak muda jaman sekarang memilih ke mal daripada membaca. Yang bisa dilakukan adalah pendidikan dimulai di rumah dan dari pemerintah. Dari rumah bagaimana orang tua menerapkan bahwa buku bisa sama serunya dengan mainan. Waktu masih kecil saya selalu senang jika ayah bilang saya bisa dapat tiga buku minggu itu jika nilai-nilai saya bagus. Ayah ibu saya rutin membawa saya ke toko buku. Dari sisi pemerintah, seharusnya meniru negara-negara maju. Contohnya di Singapura, saat akhir pekan perpustakaan sangat ramai karena ada band terkenal main di perpustakaan. Jadi dibuat perpustakaan menjadi tempathangout yang "cool" untuk anak-anak muda. Dari sisi anak mudanya, membaca buku itu cool kok. Seorang geek bisa menjadi milyader, seperti Bill Gates. 

 

Dita Soedarjo:

Apakah kamu masih suka menangis saat sedang kecewa? Sebenarnya, boleh tidak sih seorang perempuan menangis? Bagaimana kamu menjalankan kewajibanmu sebagai seorang ibu dan pemimpin redaksi saat kamu sedang kecewa?

 

Fira Basuki:

Menangis adalah hal yang manusiawi. Lebih baik menangis untuk melampiaskan kesedihan daripada menjadi stres dan meredam stres itu hingga menjadi penyakit. Tapi tentunya tahu saat tepat untuk menangis. Misalnya saat malam sebelum tidur atau saat berdoa sendirian. Menangislah dan meratap pada Tuhan. Jadi jangan mengeluh ke manusia tapi ke Tuhan. Yang membuat saya tetap bertahan bekerja dan berkarya karena saya tidak ingin hidup sia-sia. Saya punya pilihan untuk menjadi gila atau menjadi luar biasa. Saya memilih untuk menjadi luar biasa dan menginspirasi. Kesedihan saya tuangkan dalam buku dan kemudian dibuat film, kan. Life is beautiful. Harus dilihat dari perspektif yang positif. Kalau sedih terus, maka kemalangan akan mengikuti dan sia-sia. Sedih boleh, tapi kehidupan ada dua sisi, jadi saya pilih yang sisi bahagia. Daripada fokus pada kesedihan kehilangan suami, saya fokus pada kebahagiaan mendapatkan Kiad, anak dari cinta saya bersama almarhum. 

 

Dita Soedarjo:

Bagaimana kamu mengatasi kekecewaan?

 

Fira Basuki:

 

Bagian dari hidup, susah senang itu. Kalau tidak mau menerima kepedihan dan kesusahan jangan hidup. Percaya Tuhan itu Mahabaik. Pelangi juga datang setelah hujan dan mungkin petir menyambar. Lalu ingat juga, bintang semakin terang ketika berada di malam yang gelap gulita dan temaram.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading