Sukses

Lifestyle

Jalin Cinta Dengan Rekan Kerja? Jangan Sampai Terjebak Dilema!

Next



Saat mulai menjalin cinta dengan rekan kerjanya empat tahun lalu, Dian (26) sama sekali tidak menyangka hubungannya dapat masuk ke tahap yang lebih serius. Perempuan yang berprofesi sebagai pegawai negeri ini mengaku sekarang mulai membicarakan kemungkinan menikah di tahun depan dengan pasangannya. Namun, pembicaraan tentang pernikahan ini masih mengalami ganjalan karena keduanya belum menentukan kemungkinan karier masing-masing ke depan. Apalagi, kantor mereka melarang adanya pasangan menikah yang bekerja dalam satu divisi.

"Waktu pacaran memang tidak ada aturan kantor yang mengikat. But once we are married, we're tied by law and there are some consequences," ujar Dian. Siklus karier di kantornya membuat dia dan pasangan harus menjalani penempatan di luar negeri dan sudah pasti mereka akan ditempatkan di negara yang berbeda. Hubungan jarak jauh setelah menikah jadi risiko yang harus mereka tempuh selama berapa tahun ke depan.

Next

 

Tidak jauh berbeda dengan cerita Dian, Yendha (26) mengalami hal serupa. Dia sempat dihadapkan dengan pilihan karier atau pasangan hidup karena menjalin cinta dengan rekan sekantor. Perempuan yang bekerja sebagai karyawan di kantor pemerintahan daerah ini bahkan sempat merahasiakan hubungan ini dari atasan.


"Memang ada aturan kantorku yang melarang rekan kerja menikah. Makanya awal pacaran, aku sempat nggak bilang sama atasanku. Tapi, rekan-rekan kerjaku yang lain langsung tahu," ujar Yendha. Topik tentang karier ini pun mulai jadi diskusi serius Yendha dan pasangan ketika keduanya mulai merencanakan pernikahan setahun lalu.

Next


Dilema, Wajar?
Dilema memilih karier dan pasangan hidup, tidak hanya menjadi masalah Dian dan Yendha. Sejumlah pasangan sekantor lainnya pasti pernah berada di posisi harus memilih antara ambisi atau cinta. Maka bukan tidak mungkin, muncul ketakutan-ketakutan saat kita dihadapkan dengan situasi ini. Mulai dari takut akan karier yang gagal di masa mendatang, takut salah memilih, sampai takut tidak bisa mendapatkan pekerjaan di tempat lain jika memilih resign.

Next



Menurut Rangga Radityaputra, M.Psi, psikolog, ketakutan yang muncul saat akan mengambil keputusan ini wajar dialami. Apalagi menyangkut keputusan besar, seperti karier dan pasangan hidup. Jadi, munculnya ketakutan ini bukan berarti kita tidak mencintai pasangan, tapi karena kita tidak dapat memprediksi secara 100 persen akurat, resiko apa yang akan mucul dari pilihan kita.

Namun, ketakutan yang berlebihan ternyata juga harus diwaspadai! "Kalau rasa takut yang terlalu berlebihan muncul, bisa jadi orang tersebut belum belum memiliki prioritas yang jelas dalam menjalani hidup dan mencari pasangan hidup," ujarnya. Lalu bagaimana mengatasi ketakutan ini? Klik next, untuk mencari tahu.

Next



Tentukan Prioritas
Sudah pasti, cara paling efektif untuk mengatasi dilema dan keraguan ini adalah dengan menentukan prioritas awal. Rangga menyarankan untuk menggali dan mengenali aspek-aspek apa saja yang penting menurut kita terkait dengan karier, pasangan hidup, dan keluarga. "Sebenarnya kalau dari awal sudah tahu prioritas, kita juga dapat menentukan kapan waktunya membicarakan resiko karier dengan pasangan. Apakah saat di awal hubungan atau setelah serius nanti?" ujar Rangga.

Rangga menjelaskan apabila seseorang lebih mengutamakan karier maka dia akan cenderung membahas masalah risiko karier di awal. Tapi, apabila seseorang lebih mementingkan kebutuhan akan pasangan hidup, dia tentu mendahulukan untuk mengenal calon pasangan lebih jauh baru membahas risiko karier setelah memutuskan serius.

Saat ditanya apa yang menjadi prioritasnya, Dian sendiri menganggap karier memang penting tapi bukan prioritas utama. "Pada dasarnya, kualitas hidup jadi prioritas utama saya bukan karier atau uang. Tapi, kenapa sampai sekarang kami belum mengambil keputusan atau membicarakan dengan serius di awal? Well, dari awal saya dan pasangan berpikir buat apa menegosiasikan hal-hal yang belum jelas. Kenapa tidak lihat situasinya nanti," ujar Dian.

Next



Cocokkan Prioritas
Mencocokkan prioritas dengan pasangan jadi langkah selanjutnya setelah kita bisa menentukan apa aspek yang terpenting. Dengan mencocokkan prioritas, kita dan pasangan memiliki berbagai pertimbangan untuk membuat keputusan. Menurut Rangga, hal yang penting diingat bahwa dalam proses memutuskan, kedua belah pihak harus bisa saling terbuka mengutarakan aspek-aspek yang penting bagi dirinya.

Proses ini juga sebaiknya dilalui dengan suasana yang nyaman, equal, dan tidak terburu-buru. Sehingga semua hal bisa didiskusikan dengan seksama. "Tidak ada keputusan yang benar atau salah sesudahnya karena pasangan sudah mencocokkan prioritasnya masing-masing," jelas Rangga.

Next



Mengenai pertimbangan apa yang akan digunakan nanti untuk memutuskan antara karier dan hubungan, Dian mengaku belum memiliki gambaran. "Sampai sekarang saya dan pasangan belum mencocokkan prioritas dan mendiskusikan hal-hal apa yang menjadi pertimbangan nanti dalam membuat keputusan. Tapi, kalau nanti setelah kita berdiskusi dan ternyata harus ada yang mengalah, siapa yang mengalah dilihat dari situasinya nanti. Kalaupun saya memutuskan mengalah mengikuti dia, yang pasti bukan karena alasan saya perempuan dan dia laki-laki," kata Dian.

Jika Dian masih bimbang dan belum memiliki gambaran, Yendha justru sudah bulat membuat keputusan dalam berkarier. "Sebelum menikah, kita pernah melakukan pembicaraan serius tentang karier. Setelah mencocokkan berbagai prioritas dan mempertimbangkan banyak hal, aku memutuskan untuk tetap berkarier tapi pindah ke dinas yang lain. Karena kantorku tidak bermasalah kalau ada pasangan suami istri yang bekerja satu kantor di divisi yang berbeda," cerita Yendha.

Ketika menjalin cinta dengan rekan kerja, ada baiknya kita lebih bijaksana dalam menentukan prioritas. Jangan sampai kita terjebak dalam dilema berkepanjangan antara karier dan hubungan ya, Fimelova!

 

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading