Sukses

Entertainment

Srihadi Soedarsono, Mencerdaskan Masyarakat lewat Karya Seni

Next

Srihadi Soedarsono

Ditemui tim FIMELA.com sehari sebelum pembukaan pameran tunggal sekaligus peluncuran bukunya yang bertajuk Srihadi dan Seni Rupa Indonesia di ART: 1 New Museum, Rabu (30/05) lalu, Srihadi mengungkapkan beberapa hal tentang pemikiran dan karyanya yang ikut mencatat sekaligus mewarnai sejarah Indonesia, khususnya dalam bidang seni rupa Indonesia. Ia adalah salah satu perupa senior Indonesia yang perkembangan karyanya sekaligus menunjukkan sejarah panjang perjalanannya di dunia seni, baik lokal maupun internasional.

"Seniman harus menggugah masyarakat untuk ikut berpikir tentang bangsa dan negaranya. Itulah yang Srihadi lakukan dengan karya-karyanya."

Melalui 130 karya yang dipamerkan, 10 lukisan karya terbarunya dan karya lain yang merupakan koleksi pribadi yang dibuat sejak awal kariernya, Srihadi menceritakan kembali perjalanannya sebagai pelukis di tengah-tengah kehidupan sosial-politik serta budaya Indonesia yang terus berkembang, yang jadi inspirasi baginya dalam berkarya. Berbagai realitas itu ia gambarkan, juga kritik, dalam bentuk lukisan, sketsa, drawing, maupun print.

Lukisan cat airnya tahun 1973 berjudul Air Mancar, misalnya, memperlihatkan wajah Ibukota yang saat itu tenggelam dalam arus globalisme dengan berbagai papan reklame produk Jepang yang semrawutan. “Itu intuisi seniman, bagaimana melihat ketidakwajaran,” papar Farida, yang juga seorang pelukis sekaligus dosen kehormatan di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Tapi, lukisan ini membuat Ali Sadikin (alm.), Gubernur DKI Jakarta ketika itu, geram sampai mencoret lukisan Srihadi dengan kata-kata makian, padahal tak paham maksud Srihadi melukiskannya dan menganggap Jakarta tak seperti yang Srihadi gambarkan. Mengaku salah mengartikan lukisan Srihadi, Ali Sadikin pun meminta maaf.

Berkaca dari kasus itu, Srihadi tak merasa gagal dan justru kian bersemangat mencerdaskan masyarakat lewat karya seni. Seperti yang diungkapkan Farida, seniman harus menggugah masyarakat untuk ikut berpikir tentang bangsa dan negaranya. Itulah yang Srihadi lakukan dengan karya-karyanya.

Next

Srihadi bersama sang istri, Sitti Farida.Antara idealisme dan perkembangan seni

Seniman berprinsip yang selalu bangga bisa mengangkat budaya sendiri dalam karyanya dan sangat selektif menerima budaya luar. Itulah kalimat yang tepat untuk menggambarkan sosok Srihadi. Lalu, bagaimana ia menempatkan idealisme pribadinya dengan perkembangan seni yang ada?

“Seperti pengamatan dalam perjalanan hidup, walaupun periode saya dengan tahun 2012 ini memiliki jarak sekian dekade, saya tetap harus mengamati, mengikutinya, karena saya juga masih berada di tahun ini, tidak mandek,” ungkap Srihadi. Farida menambahkan, “Keterlibatan seniman dengan masyarakatnya berbentuk pencarian, melihat lingkungan dengan sadar, baik kemajuan maupun kemunduran masyarakat. Itu sudah menjadi  tanggung jawab seniman yang sangat mulia, diwujudkan lewat karya yang idealis. Pak Srihadi memberontak terhadap hal-hal yang tidak wajar, yang tidak adil, dalam masyarakat. Karena itu pikirannya, perasaannya, mengental, membulat membentuk ekspresi dalam bentuk lukisan.”

Srihadi mengaku, karya-karyanya terus mengikuti perkembangan zaman, tapi bukan dalam arti mengikuti arus atau tren yang ada, melainkan seiring dengan kehidupan sosial dan usianya sebagai seorang “pengamat sosial” yang terus bertambah. Srihadi yang seorang seniman besar telah melewati perjalanan panjang, dari waktu ke waktu, dan seni benar-benar memperhalus jiwanya.

Kita pun bisa melihat sendiri bagaimana pergolakan kehidupan, jiwa, pikiran, dan posisi Srihadi di masyarakat, baik sebagai seniman, pendidik, maupun anggota masyarakat lewat karya-karya yang kritis sampai eksotis. Karenanya, di usianya yang mendekati angka 80 ini, sangat wajar bagi Srihadi untuk cenderung fokus ke hal-hal berbau spiritual. “Kalau masih suka mengkritik, bisa disangka saya masih penuh amarah seperti saat muda dulu. Sekarang bukan tempatnya lagi untuk marah-marah seperti itu,” ungkap Srihadi sambil tersenyum.

Next

Perempuan Indonesia di mata Srihadi

Dalam lukisan “Bedaya Ibu Pertiwi” dan “Bedaya-Fight for Freedom, Love and Peace” yang merupakan 2 karya terbarunya, Srihadi mengemukakan pandangannya terhadap perempuan Indonesia. Baginya, perempuan Indonesia sangat beruntung karena hidup di tengah-tengah masyarakat yang bertoleransi dalam hal persamaan hak dan kedudukan. Perempuan Indonesia sudah mendapat pengakuan dan punya perannya sendiri di dalam masyarakat, tidak hanya sebagai kanca wingking, sehingga tidak pas jika masih terus menggemborkan feminisme ala Barat. Perempuan Indonesia digambarkan sebagai ibu bangsa oleh Srihadi, ibu pertiwi dengan segala keanggunan, kelembutan, dan wawasan yang membentuk bangsa kita.

Feminisme sering disalahartikan, untuk mendapat pengakuan yang sama seperti laki-laki, perempuan bersikap kelaki-lakian, seenaknya melupakan kodrat sebagai perempuan. Padahal, menurut Srihadi, perempuan Indonesia sudah berada di posisi lebih tinggi dibandingkan feminisme Barat, sehingga tidak lagi hanya mengandalkan intelektualitas yang tinggi, tapi harus dibarengi dengan moral, wawasan, dan idealisme yang tinggi pula. Anggun dan cantik dari dalam. “Ini karena sekarang banyak perempuan yang diberitakan korupsi, selingkuh, rebut, gonta-ganti suami. Sementara di daerah lain perempuan sangat ditekan, perempuan Indonesia sudah demikian diagungkan. Kita seharusnya mensyukuri keadaan ini, tapi feminisme justru dipakai melenceng,” ungkapnya.

“Sukses bukan dengan ukuran materi, karena melukis bukan untuk tujuan bisnis,” tegas Srihadi.

Kesuksesan adalah perjalanan panjang…

“Sukses bukan dengan ukuran materi, karena melukis bukan untuk tujuan bisnis,” tegas Srihadi. Sukses dalam seni, baginya, adalah berhasil meningkatkan kreativitas. Kreativitas yang menyentuh rohani. Kesenian menyangkut hati nurani manusia dalam wujud seni yang dikelola oleh jiwa bersih dengan idealisme, moral, dan konsistensi yang tinggi. Otomatis, saat jiwa mengalami peningkatan rohani atau spiritual, karya seni pun jadi makin bermutu. Tambahnya, “Sukses harus melalui perjalalan panjang, tidak instan. Kalau tergiur materi semata, sekarang ada istilah menggoreng karya, menggoreng harga, itu bukan kesuksesan. Itu manipulasi,” tutup sang maestro seni lukis tanah air ini mengakhiri obrolan kami hari itu. Kejujuran terhadap diri sendiri dan masyarakat adalah hal utama bagi Srihadi. Masyarakat yang akan menilai bermutu atau tidak karyanya, bukan meminta orang lain mengatakan karyanya bermutu untuk membentuk opini publik.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading