Sukses

Fashion

[Vemale's Review] Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990, Pidi Baiq

Judul: Dilan, Dia adalah Dilanku Tahun 1990
Penulis: Pidi Baiq
Ilustrasi sampul dan isi: Pidi Baiq
Penyunting naskah: Andika Budiman
Penyunting ilustrasi: Pidi Baiq
Desain sampul: Kulniya Sally
Proofreader: Toha Nasr
Edisi kedua, Cetakan VII, Agustus 2016
Diterbitkan oleh Pastel Books
Anggota Ikapi
PT Mizan Pustaka

Kekuatan cinta tak bisa cukup diandalkan. Untuk bisa mengatakannya ada kebebasan bicara, tetapi keberanian adalah segalanya.
- Pidi Baiq (1972 - 2098)

Dilan, novel ini menceritakan kerinduan Milea pada masa lalunya dulu saat bersekolah di Bandung pada tahun 1990, khususnya tentang cerita cintanya bersama Dilan. Siapa Dilan? Ia tak lain adalah cowok yang muncul mendekati Milea. Padahal Milea saat itu merupakan murid baru di Bandung. Sepintas kisahnya seperti tentang seorang cowok yang mengejar-ngejar cewek pujaannya. Namun, ternyata kisahnya memiliki keunikan sendiri.

Awalnya Milea tak menanggapi Dilan. Apalagi banyak gosip yang beredar tentang Dilan, khususnya soal Dilan yang anak geng motor dan si pembuat onar di sekolah. Milea sendiri awalnya punya pacar di Jakarta yang bernama Beni meski akhirnya putus karena perilaku Beni yang telah menyakiti hati Milea. Saya pribadi sangat setuju ketika akhirnya Milea memilih untuk putus dari Beni. Ikut sebel juga sih dengan sikapnya Beni.

Dilan punya berbagai cara unik dan bisa dibilang anti mainstreamuntuk mendekati Milea. Di hari ulang tahun Milea misalnya, Dilan memberikan kado yang benar-benar unik. Apa itu? Yaitu buku TTS (Teka-Teki Silang) tapi bukan buku TTS biasa, buku tersebut sudah terisi semua.

"Selamat ulang tahun, Milea. Ini hadiah untukmu, cuma TTS. Tapi sudah kuisi semua. Aku sayang kamu. Aku tidak mau kamu pusing karena harus mengisinya. Dilan!" Begitu isi selembar kertas yang ditulis Dilan untuk Milea. Nggak kebayang deh ada cowok yang dengan teliti mengisi semua kotak TTS lalu memberikannya pada cewek yang disukainya. Saat menerima kado buku TTS tersebut, Milea senang bukan kepalang.

Itulah Dilan, selalu memiliki kemampuan luar biasa untuk membuat aku bisa merasa senang dan benar-benar berakhir dengan tertawa! Aku tidak bisa mengatakan bahwa saat itu aku sudah mencintainya tapi kupikir aku sedang menuju ke sana. (hlm. 75)

Dilan memang punya caranya sendiri menaklukkan hati wanita. Sering ia menelepon Milea untuk mengobrolkan hal-hal yang sebenarnya nggak penting dan absurd. Suatu kali Dilan menelepon Milea untuk bilang kalau dia baru saja menangkan dua ekor nyamuk yang diberi nama Bonni dan Kinkan. Tuh, bikin sebel nggak sih ditelepon tapi cuma membahas soal nyamuk?

Meski obrolan Dilan nggak penting dan nggak jelas, Milea merasa justru di situ letak keseruannya. Sosok Dilan jadi terlihat makin menarik hati Milea. Cara Dilan PDKT memang aneh tapi malah berhasil membuat hati Milea lama-lama meleleh.

Dilan pasti begitu. Dia memang selalu membahas yang gak perlu. Tapi rame. Tapi, seru dan selalu berhasil membuat aku jadi merasa senang.
(hlm. 169)

Dilan merupakan tipikal remaja yang agak bandel. Bahkan saat sedang upacara, ia pernah ribut dengan gurunya, Pak Suripto. Sampai ada adegan saling tampar dan pukul. Benar-benar ricuh dan barisan upacara nggak karuan. Dilan punya watak agak keras kepala, kadang dia suka melakukan sesuatu seenaknya sendiri. Tapi siapa sangka, Dilan ternyata penyuka sastra. Di balik sifatnya yang konyol, dia merupakan anak kesayangan Bunda.

Paras cantik yang dimiliki Milea mudah sekali mengundang kumbang datang. Tak terkecuali Kang Adi, seorang mahasiswa ITB yang jadi guru les Milea di rumahnya. Kang Adi sering coba menebar pesona dan memamerkan kehebatannya, tapi Milea sama sekali tak terpikat.

Salah satu karakter favorit saya di novel ini adalah Ibu Dilan yang biasa dipanggil Bunda. Pernah Bunda datang ke sekolah Dilan untuk menego soal hukuman yang diberikan sekolah pada Dilan. Sampai akhirnya dibuat kesepakatan kalau Dilan akan diberi masa percobaan selama satu bulan. Saat sedang mengobrol dengan Milea, Bunda menceritakan banyak hal. Juga tentang perannya sebagai orang tua.

Sambil makan, ibu Dilan bilang: Ya, kita tidak bisa mengkritik tanpa lebih dulu memahami apa yang kita kritik itu. Termasuk kita tidak bisa menghakimi anak remaja tanpa kita memahami kehidupannya. "Orang tua seharusnya bisa memahami anak-anak, bukan sebaliknya. Jangan anak-anak yang dipaksa harus memahami orangtua. Anak-anak belum mengerti apa-apa, meskipun tentu saja harus kita berikan pemahaman. (hlm. 185)

Milea pun sempat takjub melihat kamar Dilan yang penuh dengan buku. Ada banyak buku, koran, dan majalah di kamar Dilan, sudah seperti perpustakaan saja. Juga ada poster Mick Jagger dan Ayatullah Rahullah Khomeini.

Dilan mungkin sosok cowok yang aneh dan absurd. Tapi dia paham sekali membuat seorang cewek merasa istimewa meskipun dengan cara-cara konyolnya. Seperti mengirimkan surat undangan untuk datang ke sekolah, mengirim Bi Asih untuk memijit Milea yang sedang sakit, hingga menyuruh tukang sayur, tukang pos, petugas PLN, dan tukang nasi goreng untuk menyampaikan cokelat pada Milea. Membayangkannya saja sudah bikin ketawa sendiri.

Bagi Dilan, ini yang kusadari sekarang, raga itu mungkin penting, mempercantik raga juga perlu, tapi yang lebih penting dari semuanya adalah Ruh! Karena tanpa Ruh, betapa pun secara fisik dia cantik, tapi itu zombie, tapi itu robot yang bahkan tidak memiliki perasaan!
(hlm. 307)

Bahasa yang digunakan dalam novel Dilan ini sangatlah sederhana. Nggak bakal bikin kening berkerut, cuma kadang bikin kita bengong hingga takjub sendiri dengan cerita soal Dilan. Berlatar belakang kota Bandung tahun 1990 menciptakan kesan romantis sendiri di novel ini. Kita jadi diajak bernostalgia soal kota kembang bertahun-tahun yang lalu. Mengenal sejumlah jalan atau sudut kota Bandung yang kini sudah tak sama lagi. Satu yang paling berkesan adalah soal kebiasaan minum jahe hangat oleh masyarakat Bandung zaman itu. Kebayang betapa dinginnya kota kembang pada zaman itu dan betapa sederhananya cara orang-orang menghabiskan waktu bersama keluarga.

Novel Dilan memang bercerita soal kehidupan romantisme remaja tahun 1990. Meski ceritanya seputar remaja tapi menurut saya novel ini masih cocok sekali dibaca oleh anak kuliahan hingga orang dewasa. Ada soal keluarga, sedikit menyinggung soal orde baru, dan pastinya kisah manis Milea bersama Dilan. Sungguh menghibur dan ceritanya unik sekali.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading