Sukses

Fashion

[Vemale's Review] Novel ''Di Tanah Lada'' Karya Ziggy Z.

Judul: Di Tanah Lada
Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Editor: Mirna Yulistianti
Copy editor: Rabiatul Adawiyah
Ilustrasi sampul & isi: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Desain sampul: Suprianto
Setter: Fitri Yuniar
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama, Agustus 2015

Namanya Salva. Panggilannya Ava. Namun papanya memanggil dia Saliva atau ludah karena menganggapnya tidak berguna. Ava sekeluarga pindah ke Rusun Nero setelah Kakek Kia meninggal.

Kakek Kia, ayahnya Papa, pernah memberi Ava kamus sebagai hadiah ulang tahun yang ketiga. Sejak itu Ava menjadi anak yang pintar berbahasa Indonesia.

Sayangnya, kebanyakan orang dewasa lebih menganggap penting anak yang pintar berbahasa Inggris. Setelah pindah ke Rusun Nero, Ava bertemu dengan anak laki-laki bernama P. Iya, namanya hanya terdiri dari satu huruf P. Dari pertemuan itulah, petualangan Ava dan P bermula hingga sampai pada akhir yang mengejutkan.


Di Tanah Lada, novel yang satu ini sungguh memiliki banyak kejutan dengan gaya bercerita yang begitu unik. Menceritakan seorang gadis cilik bernama Salva (yang lebih akrab dipanggil Ava) yang hidupnya berubah ketika Kakek Kia meninggal. Kakek Kia meninggalkan uang warisan yang cukup banyak untuk Papa. Namun, Papa malah menggunakannya untuk hal yang tak semestinya dilakukan.

Papa kemudian membawa Ava dan Mama pindah di sebuah rumah susun yang kumuh, Rusun Nero. Di Rusun Nero itulah, Ava kemudian bertemu dengan seorang anak lelaki yang bernama P. Yaps, anak lelaki itu memperkenalkan dirinya dengan nama satu huruf saja. Karena kesamaan nasib, yaitu sama-sama punya Papa yang galak, Ava dan P jadi akrab. Ava yang memiliki kebiasaan berbahasa dengan baik dan benar serta selalu membawa kamus pemberian Kakek Kia merupakan sosok yang begitu unik di mata P. Sementara itu, Ava sangat kagum dengan wawasan dan kecerdasan P meski P tak sekolah. Ava pun dikenalkan dengan Kak Suri dan Mas Arli oleh P.

Saat Papa Ava melakukan kekerasan, Mama memutuskan untuk meninggalkan Papa dan membawa serta Ava untuk tinggal di rumah adik Mama. Tapi Ava justru tak mau. Ia memikirkan nasib P. Siapa yang akan menemani P jika Ava pergi? P pasti akan kesepian dan sendirian di Rusun Nero. Apalagi melihat perlakuan Ayah P yang tega melakukan kekerasan hingga melukai P dengan setrika panas, Ava jadi makin merasa kasihan pada P. Ava kemudian memiliki inisiatif untuk mengajak P ke rumah neneknya. Rumah nenek yang tenang, di tanah lada. Dari situ petualangan keduanya dimulai.

Mengikuti keseharian, cara bicara, dan cara berpikir Ava, kita akan kembali tersedot ke dunia anak-anak. Dunia anak-anak yang polos, penuh rasa ingin tahu, dan juga sangat sederhana. Mengikuti logikanya benar-benar sangat menyenangkan. Apalagi dengan kebiasaannya yang suka mencari arti kata yang menurutnya sulit di kamus. Setiap celotehannya pun sungguh bikin gemas.


(Dulu aku tidak tahu apa maksudnya 'tengik', jadi aku sempat mencarinya di kamus. Ini yang kudapatkan:
1. Tengik (ks): berbau atau berasa tidak sedap; berbau busuk; jahat, kejam, kasar.
2. Tengik (kb): pohon yang berkayu empuk dan getahnya beracun; Antiaris toxicaria; kayu tengik.

Jadi, Papa berbau jahat. Tidak tahu bau jahat itu seperti apa. Tapi kurasa baunya seperti pohon berkayu empuk.)


Agak sedih membayangkan bagaimana Ava dan P harus bertahan hidup dengan Papa yang tak segan-segan melukai dan melakukan kekerasan pada mereka. Ava yang tidur di koper dan P yang tidur di kamar kardus. Keduanya yang harus saling menguatkan di tengah-tengah rasa takut dan cemas. Beruntung masih ada Mama Ava yang baik juga Mas Alri yang menolong mereka. Pengalaman traumatis Ava dan P dengan Papa masing-masing membuat mereka punya pemahaman kalau semua Papa di dunia ini jahat. Bahkan P tak ingin nanti dirinya menjadi Papa, ia maunya langsung menjadi Kakek saja. Logika mereka yang begitu polos dan sederhana sangat menggelitik.

Novel ini memotret banyak hal. Mulai dari soal kekerasan anak di dalam rumah tangga, soal budi berbahasa, dan juga kelas sosial yang di masyarakat. Gaya bercerita novel ini memberi sudut pandang yang berbeda dan sangatlah unik. Lewat kisah Ava, para orang tua akan lebih belajar dan memahami soal dunia anak-anak. Anak-anak memiliki gaya berpikir dan sudut pandang mereka sendiri. Bahkan mereka juga bisa mengambil inisiatif yang mungkin selama ini tak pernah terbayangkan oleh orang dewasa.

Membaca novel ini, apalagi saat sudah sampai di bagian tengah kita akan diberi banyak kejutan. Antara takjub sampai tak bisa berkata apa-apa lagi, novel ini sukses membuat emosi teraduk-aduk. Tak heran jika novel Di Tanah Lada ini berhasil menyabet kategori pemenang II Sayembara Menulis Dewan Kesenian Jakarta tahun 2014 lalu.





(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading