Sukses

Lifestyle

Menilik Keganjilan Pembunuhan Munir

Fimela.com, Jakarta 13 tahun lalu, di dalam pesawat Garuda Indonesia yang tengah terbang menuju Amsterdam, Belanda, Munir Said Thalib meninggal dunia. Hingga kini, belasan tahun setelahnya, belum jua diketahui dalang perbuatan keji yang merenggut nyawa sang aktivis hak asasi manusia tersebut.

 

Sejauh ini, baru dua orang yang dihukum atas kematian lelaki asal Malang, Jawa Timur itu. Mereka adalah pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, dan Direktur Utama Garuda Indra Setiawan. Kendati demikian, proses hukum keduanya malah meninggalkan luka lain.

Diberitakan salah satu media online yang dikutip Jumat (8/9/2017), Pollycarpus mendapat begitu banyak korting hukuman. Saat sidang peninjauan kembali yang diajukan Kejaksaan Agung pada Januari 2008, ia divonis hukuman 20 tahun penjara. Korting pertama jadi 14 tahun penjara sebagaimana keputusan pada peninjauan kembali sekali yang dimohon Pollycarpus.

Sampai akhirnya pada 28 November 2014, Pollycarpus bebas bersyarat. Total, ia mendapat remisi berlimpah, yakni 4 tahun, 6 bulan, dan 20 hari. Adapun kebebasan Pollycarpus itu malah menambah daftar keganjilan kasus Munir. Pertama, racun arsenik di tubuh Munir besar kemungkinan masuk ke tubuh saat ia transit di Singapura dalam perjalanan pesawat Garuda dari Jakarta menuju Amsterdam.

Dalam sidang peninjauan kembali keputusan Mahkamah Agung yang dilakukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 2007 ada pembacaan kesaksian baru, terutama dari Raymond Latuihamalo alias Ongen, di mana kala itu ia menyatakan melihat Pollycarpus memberi minuman kepada Munir. Tapi, dalam sidang, Ongen mencabut pernyataan tersebut dengan alasan ditekan polisi saat pemeriksaan.

Komunitas lintas agama berdoa bersama di peringatan 13 tahun terbunuhnya aktivis HAM, Munir Said Thalib di Malang, Jawa Timur. (Zainul Arifin/Liputan6.com)

Versi pengadilannya, Ongen memesan teh untuk minum obat di Coffee Bean saat transit di Singapura. Posisinya hanya berjarak sekitar 2 meter dari Munir. Munir, ujar Ongen, bersama seorang laki-laki, tapi bukan Pollycarpus. Malah Ongen menuturkan tak melihat Pollycarpus di Changi. "Saya melihat seorang laki-laki, tapi bukan dia," kata Ongen sambil menghadap ke Pollycarpus, 22 Agustus 2007, seperti dimuat salah satu media online.

Sementara versi berita acara, Ongen melihat Pollycarpus membawa minuman yang ia berikan kepada Munir. Sambil minum, Ongen mengaku melihat Munir bercakap-cakap dengan Pollycarpus. Namun BAP itu dicabut. Kemudian, ada juga keterangan saksi Asrini Utami Putri, penumpang Garuda yang duduk di depan Munir.

Topeng wajah Munir yang digunakan sejumlah aktivis HAM pada saat mengikuti Sidang KIP dalam sengketa informasi publik atas dokumen laporan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya Munir memasuki putusan, Senin (10/10). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Asrini melihat Pollycarpus, Ongen, dan Munir di Coffee Bean sekitar sepuluh detik saat ia melewati ketiganya. "Mereka duduk bertiga dan sedang mengobrol." Asrini mengaku hapal wajah Pollycarpus karena kantong matanya lebih gelap daripada kulitnya. Ongen, seusai sidang, mengatakan mungkin Asrini salah lihat.

Asrini juga ingat wajah Ongen di Changi dari rambut panjangnya. Belakangan, saat di ruang tunggu, Asrini dikenalkan dengan Ongen oleh Joseph Ririmesa, calon Station Manager Garuda di Amsterdam. Namun Ongen yang mengaku dikenalkan seorang perempuan tapi tak ingat apakah ia Asrini. Hingga kini, kepingan misteri tersebut masih saja belum terpecahkan, menyisakan harapan palsu akan usut tuntas kasus Munir.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading