Sukses

Lifestyle

Dipuaskan vs Memuaskan Saat Bercinta

Hubungan intim merupakan salah satu cara mengungkapkan rasa sayang dan simbol keintiman pasangan. Menurut psikolog Sukiat dari Lembaga Psikologi Terapan UI, hubungan intim bukan cuma hubungan badaniah, melainkan juga untuk relaksasi, rekreasi, dan curahan kasih sayang. Tapi, dalam praktiknya, pandangan pasangan kebanyakan akan berubah setelah memasuki usia pernikahan yang cukup lama. “Dulu menggebu-gebu. Hubungan intim adalah cara paling tepat buat kami untuk mengungkapkan perasaan masing-masing. Kalau sekarang lebih seperti kewajiban melayani pasangan, dan kami sama-sama harus memenuhi kewajiban itu,” cerita Berlian, 31 tahun, ibu rumah tangga.

Berdasarkan cerita Berlian, ia harus memenuhi kewajibannya melayani suami, sementara dalam The Journal of the American Medical Association, disebutkan bahwa 50% perempuan tak mendapatkan kenikmatan dalam hubungan intim, bahkan ada yang mengaku melakukannya dengan terpaksa. Ini dia tanggapan Imel, 26 tahun, tester & trainer service, “Mungkin aku termasuk salah satu yang beruntung memiliki pasangan yang sangat mengerti kemauanku. Kalau aku sedang malas, ya dia tidak akan memaksaku melakukan hubungan intim. Kami nggak melakukannya karena kewajiban tapi karena mau sama mau.”

Lalu, bagaimana dengan masalah kepuasan? Siapa yang biasanya lebih dulu dipuaskan? “Kalau masalah siapa memuaskan siapa, itu terjadi secara natural. Kami melakukannya dengan natural, jadi siapa pun yang mencapai orgasme terlebih dulu, dia bertanggung jawab membawa pasangannya mencapai klimaks. Kalau sekarang, karena aku sedang hamil besar, aku lebih suka memuaskan suamiku karena aku sendiri nggak terlalu memikirkan kebutuhan seksualku. Bayi dalam perut jauh lebih berharga,” ungkap Imel.

Berlian menambahkan, “Pada dasarnya nggak ada perjanjian atau ungkapan langsung kalau kami harus penuhi kewajiban dalam hal seks, itu juga terjadi begitu saja, kesadaran masing-masing. Memang sih, ada kalanya aku nggak berminat, tapi aku tahu suamiku butuh itu. Ya sudah, aku akan melayaninya. Kalau aku juga mencapai klimaks itu bonus, tapi yang terpenting suamiku nyaman dan kebutuhannya terpenuhi. Ini yang namanya berkorban demi keutuhan rumah tangga kali, ya.”

Pengakuan Berlian membenarkan pernyataan seksolog The American Board of Sexology, Washington, Prof. Dr. J. Alex Pangkahila, mengenai kepercayaan masyarakat kita tentang pernikahan, “Perkawinan secara turun-temurun dipercaya masyarakat sebagai penyerahan istri.” Penyerahan tersebut termasuk dalam hal hubungan seksual, dan tradisinya istri memang tak pernah mengambil inisiatif untuk meminta terlebih dulu. So, menurut dr. Alex, ada baiknya pasangan menjalin keakraban agar segalanya bisa dikomunikasikan dan memiliki hubungan timbal-balik. “Hubungan intim kurang berarti tanpa pikiran dan emosi. Kalau cuma badaniah, namanya hubungan badan, bukan hubungan intim,” jelasnya.

“Iya sih, sekarang perempuan harus lebih terbuka dan laki-laki pun harus lebih bisa menghargai pasangannya. Hubungan suami-istri dengan begitu jadi lebih berarti. Aku dan pasangan menjaga keharmonisan dan kemesraan dengan toleransi. Suamiku paling suka memanjakanku dan senang melihatku mencapai klimaks. Barulah setelahnya aku yang menjalankan tugas singkatku karena suami sudah sangat terangsang melihatku puas karenanya. Kadang kami juga bisa mencapai klimaks bersamaan, dan itu luar biasa rasanya,” kata Meme, 28 tahun, training & development, ikut bercerita.

Bagaimana denganmu, Fimelova? Ssstt, dipuaskan atau memuaskan pasangan terlebih dulu saat berhubungan intim, yang terpenting adalah sama-sama merasakan "keintiman" itu sendiri. Setuju?

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading