Sukses

Lifestyle

Reda Gaudiamo. YouWork #4: Open to Criticism

Beberapa orang teman mengaku, kalau pekerjaannya dikritik –bahkan oleh atasan- hati terasa pedih, perih. Nggak terima. Menurut saya, rasa kurang senang yang muncul saat disiram kritik, itu manusiawi. Tetapi meski manusiawi, jangan dibiarkan tumbuh subur. Terus menolak kritik, merasa diri benar selalu, berbahaya.  Karena pada dasarnya kita tak selalu benar. Dan kritik itu sebenarnya masukan yang bisa membantu kita menghasilkan pekerjaan yang lebih baik.

mesin tik

Adalah Mbak Wies, tukang ketik naskah di tempat saya dulu bekerja (jaman itu, semua naskah yang masuk harus diketik ulang sebelum diproses lebih jauh jadi bahan lay-out. Asli jadul!).

Suatu hari Mbak Wies mampir ke meja saya. Dia berdiri tepat di belakang saya, sehingga dengan jelas ia bisa membaca tulisan saya yang masih menempel di mesin ketik (duuuh, ice age banget, nih!). Jujur, saya paling nggak suka tulisan dibaca sebelum selesai dibuat. Apalagi bergaya pengawas begini.  Tapi, karena saya belum seminggu bekerja, dan Mbak Wies ini judesnya bukan main, saya terima nasib, membiarkannya membaca. Setelah hening beberapa saat, terus dia nyeletuk, “Eh, kamu tuh doyan banget sama titik-titik, ya? Semua kalimat ada titik-titiknya. Banyak dan panjang banget! Gimana bacanya tuh?” Heh, titik-titik apa? Terus terang, saat itu saya sebel banget! Ini ibu tukang ketik sok tahu banget, sih?  Mentang-mentang gue anak baru, bukan berarti gue nggak ngerti nulis yang bener, saya mengomel dalam hati. Nggak terima. Tapi Mbak Wies tak peduli, telunjuknya sekarang mengarah ke lembar kertas pekerjaan saya, “Tuh, tuh, banyak banget! Pegel lho baca tulisan yang kebanyakan titik-titik. Nggak kelar-kelar, Non! Terus titik-titik itu ada aturannya juga. Paling banyak 4. Itu ada yang 35, ya?” Oooooh, please, berlebihan deh Mbak! Tapi, komentarnya membuat saya membaca kembali hasil tulisan saya.  Crap! She’s right: ada titik-titik di hampir semua kalimat. Ada  3 titik, 4 titik, hingga tak terhingga. Ya, mungkin betul ada 35 titik di satu kalimat. Saya baca tulisan itu, memang titik-titik membuat alur baca kita terhenti, minimal melambat. Kalau satu-dua kalimat, bolehlah. Tapi kalau semua pakai pause, tulisan jadi nggak kelar-kelar dibaca. She’s right again! Tak ada jalan lain: saya melepas kertas dari mesin. Bikin ulang.

Mbak Wies memang bukan bukan editor. Tetapi pekerjaan sebagai tukang periksa dan ketik ulang naskah membuatnya piawai di soal ejaan. Mana ‘di’ yang harus dipisah, mana yang harus sambung, dia tahu. Kapan cetak miring, kapan harus tebal, dia hafal. Jadi, sungguh layak dan sepantasnyalah saya menurut padanya. Kritiknya membuat tulisan saya jadi lebih baik.

Indah, seorang teman, lain lagi ceritanya. Dia pernah sangat tersinggung ketika diberi tahu seorang office boy cara membuat foto kopi yang baik dan benar dan hemat. “Masak dia bilang cara kerja gue bikin tinta cepat habis! Eh, terserah deh, tinta bukan gue yang beli, suka-suka gue mau foto kopi gaya apa,” ceritanya. Lama setelah insiden itu, saya bertemu lagi dengan Indah, yang sekarang punya usaha sendiri, kecil-kecilan. Setelah ngobrol ke kiri dan kanan, Indah bicara soal cash-flow.  “Tahu nggak Red, dulu gue nggak peduli banget tuh sama aturan foto kopi yang super hemat. Sekarang gue ngitung banget, tinta foto kopi harus bertahan lama. Kelewat boros, panjang urusannya. Anak buah gue udah bosen kali gue teriakin soal berhemat tinta. ” Iseng, saya ingatkan Indah pada insiden mesin foto kopi bersama Mas Office Boy di jaman dahulu kala. Indah tersenyum kecut, “Gue salah, tuh Red. Dia bener banget!”

Kritik: sekali lagi, bisa menimbulkan rasa tak enak di hati. Tolong jangan tanggapi dengan emosi. Surutkan rasa, renungkan. Kalau betul, laksanakan. Kalau kurang cocok, simpan dulu di laci yang lain di dalam hati. Siapa tahu berguna suatu hari nanti.

QUESTION OF THE DAY:

  • Kapan terakhir terima kritik dari atasan, teman kerja, keluarga?
  • Sudahkah direnungkan isi kritiknya (bukan CARANYA!)?
  • Sudahkah itu membawa perubahan buat cara kerja atau sikap kita?

reda gaudiamo

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading