Sukses

Lifestyle

Mesra (Lagi) dengan Mantan, Cuma Nostalgia atau Susah Move On?

Next

Hal itu yang Diana Vero (25 tahun), seorang ahli gizi, alami. “Dulu aku sering tak habis pikir dengan mereka yang masih berharap maupun memberi harapan pada mantan. Masih sering jalan, bermesraan, dan sebagainya berdua, padahal hubungan mereka sudah berakhir. Setelah mengalaminya sendiri, aku baru tahu sulitnya menerima kenyataan, ikhlas kehilangan seseorang. Saat di kondisi itu, aku sering berpikir, mungkin tak masalah sesekali mengulang masa-masa indah itu, sampai lama-kelamaan malah kembali nyaman di sisinya. Sudah kepalang basah, aku seperti kehilangan akal sehat dan terlalu memanjakan perasaan sampai rasa sayangku tumbuh lagi. Padahal, perbedaan suku dan agama yang tak bisa ditoleransi membuat kami selamanya tak bisa bersama-sama. Aku lagi-lagi harus merasakan patah hati akibat orang dan alasan yang sama. Aku menyesal berani bermain api, tapi tak sanggup menampik tawaran menggiurkan dari masa lalu itu.”

Perempuan adalah makhluk emosional. Dalam sebuah artikel, Rajan Bhonsle yang merupakan pendiri pusat konseling Heart To Heart di India, mengungkapkan jatuh cinta merupakan proses yang terjadi secara perlahan untuk perempuan, seiring dengan makin kenal dan paham pasangannya. Apa yang sudah dipupuk sekian lama itu, tentu akan meninggalkan luka dalam yang membekas dalam waktu yang cukup lama juga, bahkan sangat bisa jauh lebih lama dari proses perempuan jatuh cinta. Masuk akal bila kemudian, seiring proses pemulihan hati setelah dipatahkan, perempuan kembali masuk dalam perangkap masa lalu, terbuai dengan kenangan indah di sana.

Belajar dari pengalaman Diana, dan mungkin juga pengalaman kalian dengan kasus serupa, tak bisa dipungkiri sulitnya benar-benar pergi dari hidup mantan. Apalagi, saat ini begitu banyak cara dan media yang membuat kalian dengan sangat mudah terhubung kembali. Hal itu didukung pula oleh perasaan tak rela ditinggalkan. “Keinginan kembali lagi ke masa-masa dulu untuk bernostalgia memang selalu ada dalam diri kita,” ungkap A. Kasandra Putrantopsikolog yang aktif di Himpunan Psikologi Indonesia Wilayah DKI Jakarta (Himpsi Jaya), Asosiasi Psikologi Forensik, dan Ikatan Psikologi Klinis. Karenanya, keinginan kuat yang didukung oleh fasilitas itu membuat tawaran menggiurkan bernama nostalgia sukses membuat “korban” mabuk kepayang.

Next

Florencia Margarith (27 tahun), seorang trainer di sebuah perusahaan retail, malah mengaku masih kerap melakukan kontak fisik dengan mantan pacarnya. “Perasaan saya mengatakan saya dan dia masih saling sayang. Semua mengalir begitu saja, kami bertemu, mengobrol, lalu seolah ada perasaan yang begitu besar yang membuat kami berdua mengungkapkannya lewat pelukan, ciuman, mesra seperti saat masih berpacaran. Anehnya, setelah itu kami menjauh dan beraktivitas seperti biasa. Ketika ada kesempatan bertemu, hal yang sama terus berulang sampai sekarang. Jujur, saya malah makin sakit hati karena dia tak pernah membahas hubungan kami. Saya mulai berpikir saya yang terlalu berharap, sementara dia hanya memanfaatkan saya. Benar, terjebak dalam nostalgia membuat saya sulit move on, dan keadaan itu sungguh menyiksa.”

Seseorang di masa lalu memang paling bisa membuat kita tergoda untuk kembali menilik yang sudah lewat. Keinginan untuk sejenak bernostalgia berujung pada susah move on. Kata ‘nostalgia’ itu rancu. Dengan satu kata tersebut, kita bisa dengan mudah terjebak dalam satu situasi statis, menilik ke belakang terlalu lama sampai akhirnya nyaman di sana. Lupa kalau harus bergerak maju, untuk move on dari situasi yang membuat kita terpuruk. Seperti kata psikolog Ratih Ibrahim—salah satu pendiri Personal Growth yang juga aktif di Associate Psychologist-Klinik Perkembangan Lembaga Psikologi Terapan (LPT) UI—apa pun alasannya, lebih baik menjauh dan beri waktu diri sendiri untuk sembuh dari luka. Baik Diana maupun Floren, menyibukkan diri bisa menjadi cara untuk memulihkan hati, dan membuktikan bahwa tanpa mantan mereka tetap bisa kuat.

Next

“Buktikan kalau perempuan yang ditinggalkan bukan perempuan lemah, melainkan sosok yang membanggakan,” tegas Ratih. Penting mengutamakan akal sehat agar perempuan, “si makhluk emosional”, tak tenggelam dalam drama percintaan karena ulah mereka sendiri. “Putus cinta bisa saja tak membuat hancur, tapi malah lebih cantik, sehat, dan sukses. Itu cara ‘balas dendam’ paling telak untuk si mantan. Tampilkan saja pesona kalian,” tambahnya. “Tak perlu khawatirlah, yakin saja kamu akan mendapat pasangan yang terbaik dan akan menyayangimu sepanjang waktu,” Kasandra ikut memberi saran saat menutup perbincangan.

Bagaimana Fimelova, kalau sudah tak mungkin bisa bersatu (lagi) dengan si mantan, kamu memilih untuk benar-benar menjauh darinya, atau sesekali masih tertarik bernostalgia bersamanya seperti yang Diana dan Floren lakukan? Daripada terjebak dan sulit move on, sebaiknya tak coba-coba, kecuali kamu siap dengan segala risikonya.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading