Sukses

Lifestyle

We Care Community Tempat Ngumpul Anak Muda yang Kecanduan Berbagi

Fimela.com, Jakarta Masa muda, masa yang berapi-api. Karena itu, Ego yang tinggi dan ingin mencoba segala hal sangat identik dengan anak muda. Anak muda juga punya kekuatan berlipat, termasuk untuk berbagi. Seperti yang dilakukan anggota komunitas We Care Community (WCC).

Yesia Sutrisni (25), pendiri We Care Community mengisahkan bagaimana komunitas ini berdiri atas inisiasi dia dan empat mahasiswa lain di Jogyakarta. We Care Community dibentuk tanggal 18 Oktober 2013. Setelah beberapa teman-teman yang dari Jogja bekerja di Jakarta, mereka membentuk WCC di jakarta, sementara yang di Jogja juga tetap jalan.

WCC di Jogja memiliki anggota aktif dan pasif sekitar 40-50 orang. Yang di Jakarta sekitar 30-an orang. Anggota ada yang aktif dan pasif. Karena anggota yang bekerja kan priotitasnya sudah banyak. Anggota pasif aktif menyokong dana dari belakang. Sementara anggota aktif ini setiap minggu bertemu di akhir pekan.

"Kalau ditotal kita sudah jalan 5 tahun dan ini memasuki tahun keenam. Komunitas ini dibentuk oleh 5 orag mahasiswa di Jogjakarta. Sebenarnya kita nggak berencana bikin komunitas sosial. Awalnya cuma kepikiran kita bagi nasi bungkus. Namanya mahasiswa dengan uang yang pas-pasan kita kumpulkan uang yang ada. Dari 20 nasi bungkus, minggu berikutnya jadi 20, kemudian jadi 30," kata Yesia saat berkunjung ke redaksi Fimela.com, Sabtu (3/11/2018).

 

Selain nasi bungkus yang bertambah, yang ikut kegiatan juga naik dari lima orang naik lagi jadi 12. Bahkan kegiatan mereka juga bertambah. Hal itulah yang membuat Yesia membentuk WCC.

"Aktivitas kita juga tambah banyak, dari bagi nasi bungkus jadi ke panti asuhan. Jadi makin banyak yang kita lakukan. Bahkan kita ke rumah sakit, ke desa. Kalu kita menyambangi desa banyak yang kita lakukan dan biasanya nggak cuma satu hari. Kita bikin game, bikin lomba, bagi sembako,ngumpul berbagi suka cita dengan mereka. Biasanya bisa 2-3 hari kalau ke desa," papar Yesia.

Yesia melanjutkan visi [komunitas]("Kalau ditotal kita sudah jalan 5 tahun dan ini memasuki tahun keenam. Komunitas ini dibentuk oleh 5 orag mahasiswa di Jogjakarta. Sebenarnya kita nggak berencana bikin komunitas sosial. Awalnya cuma kepikiran kita bagi nasi bungkus. Namanya mahasiswa dengan uang yang pas-pasan kita kumpulkan uang yang ada. Dari 20 nasi bungkus, minggu berikutnya jadi 20, kemudian jadi 30," kata Yesia saat berkunjung ke redaksi Fimela.com, Sabtu (3/11/2018). "") WCC adalah menjadi jawaban buat orang-orang yang membutuhkan. Tak cuma materi, WCC ingin berbagi waktu dan kasih sayang. "Yang namannya membutuhkan kan nggak cuma butuh uang, ya memang orang miskin butuh dibantu ekonomi. Tapi ada juga teman-teman kita yang sedang sedih, sedang berduka, sedang membutuhkan pertolongan, mereka butuh teman berbagi. Dari situ kita ingin menjadi jawaban, menunjukkan masih ada anak muda yang peduli," terangnya.

 

DNA Berbagi

Meria yang turut membangun WCC bersama dengan Yesia berharap WCC menjadi DNA peduli bagi anggotonya. Kepedulian yang membuat orang selalu ingin berbagi, dimana ada kebutuhaan untuk dibantu disitu WCC hadir untuk memberi jawaban.

"Kita rindu anak muda yang peduli. Karena memang di zaman yang seperti ini kan cenderung membuat orang menjadi egois. Sibuk dengan sosial media yang anak muda banget. Kita rindu dengan komunitas ini, kita mengajak anak muda sadar bahwa kita di dunia ini diciptakan untuk lahir menikah dan kemudian selesai tapi ada maksud lain yang ingin Tuhan lakukan," katanya.

 

Meria antusias dalam kegiatan WCC karena merasa rindu untuk sadar bahwa hidup mesti berguna untuk orang lain. "Keegoisan itu supaya banyak berkurang. Ini sifatya universial, kita tidak berdiri berdasar institusi tertentu, agama tertentu, tetapi kita berdiri secara bersama-sama untuk berbagi," paparnya.

Bekerja tentu menyita waktu dan tenaga. Namun komitmen dan kenangan yang mereka dapat di SCC membuat mereka selalu semangat. "Setiap kegiatan selalu ada kesan yang dalam. Waktu ke desa itu pernah satu kali kami membagikan sembako untuk pada janda. Ada janda yang sudah tu banget, yang jalannya sudah pakai tongkat mendapat apa yang kami kasih itu ekspresinya kayak dapat berlian, sesuatu yang luar biasa," kenang Yesia.

 

Bikin Kecanduan

Ketika Yesia sadar yang dia berikan tidak seberapa tapi sangat bermakna bagi yang menerima, itu memberikan dorongan lebih dalam untuknya. "Kebahagiaan buat diri saya ketika orang lain bahagia karena saya. Kebutuhan mereka terjawab dengan apa yang saya kerjakan. Ini yang lebih membuat saya bisa berbagi waktu dengan WCC dan bekerja," paparnya.

Buat Titin, hal paling membahagiakan di WCC adalah saat mengunjungi rumah sakit. "Yang saya banggakan dari mereka itu mereka mau menyanyi dengan segala kekurangan mereka. Itu sebuah kebahagiaan banget dan berharap mereka bisa sembuh. Mereka sepertinya orang yang dianggap gila, tapi mereka punya hati nurani mereka ingin mendapat kasih sayang," jelasnya.

 

Demikian juga yang Meria rasakan selama bergabung WCC. "Kalau aku dari momen pertama ikut WCC sampai sekarang setiap momen membahagiakan. Karena di setiap pelayanan kita ketemu orang yang bahagia banget ketemu sama kita. Padahal yang kita kasih itu nggak seberapa. Tapi mereka berterimakasih dengan tulus. Saat mereka bilang terimakasih itu hatiku rasanya bahagia," katanya.

Meria bahkan menganggap kegiatan berbagi di WCC bisa menjadi candu seperti narkoba. "Kadang kita suka mengeluh dengan keadaan kita. Tapi kalau melihat mereka yang berterimakasih dengan berkat yang menurut kita belum seberapa itu rasanya tak ada alasan untuk mengeluh. Bagi aku momen itu sudah kayak narkoba yang bikin ketagihan berbagi," kata Meria.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading