Sukses

Lifestyle

Meski Sejak Kecil Fisiknya Kerap Dihina, Kini Sukses Sampai ke Finlandia

Kisah sahabat Vemale yang diikutsertakan dalam Lomba My Body My Pride ini sungguh inspiratif. Meski dari kecil tubuhnya sering dihina dan diolok-olok, ia tak lantas minder. Justru itu jadi sumber kekuatannya untuk mengejar impian-impian besarnya.

***

Namaku Tita, saat ini  umurku 32 tahun. Ejekan soal fisik sudah melekat padaku sejak aku masih kanak- kanak. Aku bukan penyandang disabilitas, aku terlahir dengan fisik dan anggota tubuh yang lengkap. Jika disebut sebagai kekurangan, maka itu hanya karena tubuhku yang pendek dan gempal (kekar), lengan besar, bahu tegap, dengan kulit yang gelap. Iya, kerap disebut kuli pasar, tukang angkut, dan pembantu.

Karena hitam aku kerap dipanggil, “Hai kamu anak penjual arang!” Hahaha. Apa masalahnya dengan penjual arang? Toh, kalau kalian mau bikin sate kalian butuh arang, kan?  Aku tidak marah dengan ejekan ini, toh pekerjaan yang mereka sebut di atas bukan pekerjaan yang hina dan berdosa, semua pekerjaan baik, hanya beberapa jenis profesi menduduki tempat dengan gengsi dan penghargaan yang lebih tinggi. Sebagian orang memilih bekerja di sektor yang kerap dianggap kurang layak karena tidak ada kesempatan atau pendidikan yang terbatas, bukan atas dasar keinginan mereka.

Menyadari tidak mungkin menjadi model, aku menekuni olah raga beladiri sejak sekolah dasar. Karate menjadi salah satu pilihan beladiri yang menyenangkan bagiku. Sejak pelajar hingga mahasiswa kerap mengikuti kejuaraan tingkat wilayah dan terakhir aku menyandang sabuk hitam Dan 2 nasional. Aku bersyukur dengan fisikku yang mendukung ini aku merasa bukan jenis perempuan yang takut lecet atau luka.

Kegemaranku dengan kegiatan fisik tidak berhenti di bidang olahraga beladiri. Jiwa petualangan membawaku memilih jurusan kehutanan ketika aku kuliah. Sebuah bidang kerja yang membutuhkan fisik dan stamina baik untuk melakukannya. Dengan tubuhku yang tidak mudah sakit aku menyibukkan hariku dengan berbagai kegiatan di alam bebas yang menantang dan meyenangkan bagiku.

Ikut beladiri./Copyright dok. Margaretta

Saat ini aku bekerja sebagai peneliti kehutanan di sebuah lembaga negara, dengan pekerjaan yang membuatku kerap keluar masuk hutan, naik gunung dan kegiatan lapangan lainnya. Kembali aku bersyukur karena fisikku selalu mampu diajak kerjasama di medan yang menantang, mudah beradaptasi dan tidak merepotkan orang lain (salah satunya karena aku kuat mengangkat tas gunung sendiri, bahkan galon air mineral sendiri hehehe). 

Aku juga tidak pernah takut jatuh dan lecet ketika harus belajar mengendarai mobil dan motor lapangan. Kulitku yang memang sudah gelap membuat aku tidak pernah khawatir bermain di panas matahari yang menyengat, termasuk ketika aku melakukan hobiku untuk snorkling dan menikmati  keindahan bawah laut  Indonesia yang luar biasa cantik (dan aku tidak perlu memakai tabir surya, sunscreen dan sejenisnya!).

Menjadi dewasa bukan berarti aku bebas dari bully-an soal fisikku. Ejekan malah bertambah dengan wajahku yang sangat biasa saja, menurut mereka seperti anak putus sekolah. Aku memang jarang berdandan dan mempercantik  penampilan dengan make up. Make up hanya kugunakan ketika memang diperlukan dan pada acara- acara yang memang harus tampil dengan sangat “wanita” dengan tata rias yang baik dan sesuai. Untuk apa pula aku harus selalu berdandan, karena dalam keseharianku yang kujumpai hanya pohon, jamur, laboratorium dan kandang Anoa (satwa endemik Sulawesi).

Menemukan karier yang tepat./Copyright dok. Margaretta

Oya, pendidikan konservasi dan lingkungan hidup adalah salah satu perhatianku. Selain pekerjaan  penelitian, aku juga kerap melakukan kegiatan pendidikan konservasi ke sekolah-sekolah dasar di Sulawesi Utara. Dengan tubuhku yang kecil aku jadi mudah berinteraksi dengan  siswa-siswi sekolah dasar, dan tidak malu untuk melakukan hal- hal lucu seperti menari dan bermain bersama.

Aku sangat percaya Tuhan menciptakan dan mempersiapkan segala yang terbaik untukku. Ejekan orang lain tidak mampu menyurutkan keinginanku untuk mengejar cita-citaku. Pasti ada suatu komunitas dan tempat yang menerima kita apa adanya.  Fokus untuk menjadi lebih baik dari apa yang orang perkirakan tentang diriku telah membawaku menerima beberapa beasiswa dan mengunjungi  negara-negara lain untuk berbagi dan menambah ilmu.

Ejekan orang lain tak menyurutkan langkahku./Copyright dok. Margaretta

Aku percaya diri dengan tubuhku yang hanya nyaris 150 cm dan berat 50 kg berdiri di mimbar internasional untuk memberikan presentasi ilmiah, dengan peserta yang  mungkin tingginya rata-rata di atas 180 cm. Aku bahkan kerap  harus mendongak, atau mereka yang menunduk ketika bercakap-cakap denganku.

Saat menuliskan cerita ini, aku sedang dalam jeda kegiatan lapanganku di suhu 4oC. Aku sedang berjuang menyelesaikan pendidikan doktoral (PhD) di Finlandia. Sekali lagi aku membuktikan, tubuhku yang  mereka sebut “macam kuli”  ini mampu beradaptasi di suhu yang dinginnya minta ampun.

Hingga saat ini aku masih kerap menerima asumsi yang tidak enak dari orang-orang yang bahkan belum mengenalku secara baik, tapi aku tidak perlu menjawabnya dengan kata-kata, buktikan saja dengan capaian dan prestasi. Dari ejekan tersebut terkadang kita jadi dapat mengukur kedalaman cara sesorang berpikir. Bagiku hidup akan lebih baik jika berguna untuk sesama, kemuliaan Tuhan dan dunia ilmu pengetahuan yang kutekuni. Aku bangga dan sayang dengan tubuhku. Absolutely, my body is my pride, a gift from God!

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading