Sukses

Lifestyle

Curhatanku: Hei, Pecinta K-Pop Tak Seharusnya Selalu Dicap Negatif

Suatu hal yang terlintas saat mendengar kata K-Pop adalah sekumpulan laki-laki atau perempuan muda yang bernyanyi dan menari dengan atraktif di atas panggung. Mereka memiliki daya tarik visual dan bakat yang berbeda-beda yang bersatu dalam sebuah grup. Lalu apa lagi yang menarik? Tentunya mereka banyak digilai oleh remaja seusianya, fans fanatik dan kadang obsesif. Para fans mereka yang sangat loyal atas keberadaan para idola tersebut sering mendapat kritikan dari berbagai pihak yang tidak menyukai dunia berbau Korea, banyak yang mengatakan “Kenapa sih suka ke artis Korea? Wajahnya sama semua, hasil operasi plastik, fansnya alay dan lebay, si artis stres dikit bunuh diri, dan lainnya.” Sungguh beberapa kalimat yang sudah kebal didengar para pecinta K-Pop.

Awal mula aku mengenal K-Pop pada tahun 2011, saat itu kelas 3 SMA. Seperti biasanya seorang remaja yang mudah terpengaruh oleh sebuah tayangan televisi. Aku mulai menjadi fans boygrup sejak melihat sebuah musik video dan mulai menyukainya. Sejak saat itu setiap hari aku mengunduh video, mendengarkan MP3, dan menyimpan berbagai foto dan berita berkaitan dengan dunia K-Pop. Hidupku terasa lebih berwarna dan begitu menyenangkan. Aku pun mulai tertarik dan mempelajari bahasa Korea. Di sisi lain, aku juga perlu memikirkan proses kelulusan SMA-ku dengan menghadapi berbagai ujian, tryout, dan tes masuk perguruan tinggi negeri.

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Singkat cerita, aku sudah mulai menyelesaikan semua ujian kelulusan SMA. Tantanganku selanjutnya adalah tes masuk perguruan tinggi negeri. Aku mulai belajar keras saat itu sambil tetap aktif fangirling(menjadi fans K-Pop). Aku mengikuti bimbingan belajar 1,5 bulan di luar kota dengan harapan mampu fokus belajar dan lebih mandiri. Hingga pada akhirnya aku mengikuti tes tulis masuk PTN. Sambil menunggu pengumuman, aku kembali ke kota asal dengan harapan tinggi bisa diterima tes. Sebulan kemudian diumumkan bahwa aku diterima di pilihan ke-3 dari 3 pilihan jurusan. Seketika pikiranku kacau, sama sekali tidak bahagia, stres karena tidak diterima di pilihan pertama atau kedua. Aku sempat menyalahkan diriku sendiri yang menjadi pecinta K-Pop, “Mungkinkah aku terlalu fokus pada mereka sehingga melupakan tes masuk PTN-ku?” Aku pun memilih berjuang kembali dengan mengikuti tes PTN jalur mandiri dengan harapan tidak ingin kecewa lagi.

Entah kenapa pikiranku tetap terpaku pada K-Pop, “Aku ingin masuk PTN, bagaimana bisa aku melewati masa-masa sulit tanpa hiburan?” Di situlah aku mulai memikirkan adakah sisi lain K-Pop yang mampu memberiku kekuatan dalam menghadapi semua tekanan di saat banyak temanku berbahagia karena sudah diterima PTN terlebih dahulu. Aku mulai membaca dan meresapi bagaimana perjuangan para idol K-Pop sebelum mereka debut sebagai artis, riwayat keluarga mereka, masa sulit bertahun-tahun saat menjadi trainee di sebuah agensi hiburan, dan menghadapi berbagai skandal selama berkarier. Hingga pada akhirnya aku merasa bersyukur dan lebih beruntung daripada masa perjuangan mereka yang lebih sulit. Aku pun menghadapi ujian PTN jalur mandiri dengan perasaan lebih tenang.

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Satu bulan kemudian setelah ujian PTN jalur mandiri, dinyatakan bahwa aku lulus di pilihan pertama jurusan yang aku harapkan. Aku sangat bersyukur karena bisa diterima di salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia. Dalam hati berjanji bahwa akan tetap melakukan hal terbaik sebagai mahasiswa hingga lulus nantinya. Dengan keyakinan bahwa hobi tidak akan menghalangiku meraih impian.

Kehidupanku sebagai mahasiswa berjalan dengan normal dan tidak melupakan dunia K-Pop. Waktu terasa begitu singkat sudah tahun keempat, hingga tiba masa tersulit bagi mahasiswa tingkat akhir, ya, mengerjakan skripsi. Mulai dari pengerjaan judul, bab 1-7, seminar proposal, dan melewati belasan kali revisi berjalan kurang lebih 7 bulan. Ya, aku menikmati proses tersebut didampingi teman-teman seperjuangan dan tentunya dunia K-Pop ku saat merasa sendiri di kosan.

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Dalam masa tersebut, ada kalanya aku tertinggal oleh teman yang seminar hasil skripsi terlebih dahulu. Lagi-lagi aku merasa tertekan, ada kekhawatiran tidak mampu lulus tepat waktu karena deadline seminar hasil skripsi dari fakultas sudah dekat. Skripsiku bermasalah karena penguji dan pembimbing yang sulit ditemui. Rasa tertekanku semakin parah saat para sahabat terdekatku sudah ujian duluan. Bahkan, aku tidak mau bertemu mereka, aku merasa malu, takut tidak lulus berbarengan. Salah satu dosen pembimbingku menyarankan aku lulus ikut gelombang berikutnya. Di situlah pikiranku semakin berat, bahkan tidak berani mengangkat telepon orangtuaku karena tak ingin mereka tahu aku menangis.

Kekuatan dan kepercayaan diriku muncul kembali saat mengingat masa sulitku terdahulu, hidupku sebagai pecinta K-Pop belum berakhir. Aku mendengarkan lagu-lagu K-Pop yang menginspirasi, sambil berdoa kepada Tuhan, dan meminta restu orangtuaku bahwa semuanya akan berjalan lancar. Dua minggu kemudian aku seminar hasil skripsi, dengan sebelumnya memohon kepada pihak terkait fakultas, dosen, dan penguji untuk diberi keringanan karena sudah lewat deadline. Mungkin ini sebuah keajaiban untukku, aku mahasiswa yang ujian paling terakhir seangkatan, mahasiswa ke-145 dari 145 orang yang dinyatakan mampu mengikuti yudisium pertama.

Hal yang dapat aku pelajari dari semuanya bahwa sebuah hobi tidak akan menjadi penghambat prestasi dan pengalih pola pikirmu jika bisa diarahkan menuju hal positif. Menjadi pecinta K-Pop tidaklah buruk jika mampu mengendalikannya.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading