Sukses

Lifestyle

Tak Ada Wanita yang Baik-Baik Saja Saat Kehilangan Orang yang Disayanginya

Kadang dalam hidup ini, perempuan punya peran istimewa sebagai seorang penjaga. Meski kadang ujian hidup begitu berat tapi seorang perempuan bisa begitu tangguh menjalaninya. Seperti kisah sahabat Vemale dalam Lomba Menulis #JagainKamu ini. Ada cerita yang begitu menyentuh hati di dalamnya. Lomba menulis kali ini dipersembahkan oleh Softex Daun Sirih, yang selalu #JagainKamu para perempuan Indonesia.

***

Jika boleh memilih mungkin aku akan menghindar menjalani hidupku yang sekarang. Terlalu melelahkan, terlalu klise seperti sinetron harian yang tak kunjung usai. Tapi kita pasti tahu ada hal-hal di dunia ini yang tak bisa kita tentukan sendiri, itulah yang kemudian akan kita sebut sebagai takdir.

Menjadi anak kedua dari 7 bersaudara nyatanya tak membebaskanku dari tugas si anak sulung. Selepas ayah meninggal, ibu pun turut sakit-sakitan. Tak ditemukan penyakitnya apa, dokter yang kujumpai pun tak pula bisa memberi cukup penjelasan. Yang kutahu rintihan sakit disertai kubangan darah di tempat tidur yang terus terjadi secara berulang.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/kushagra kevat

Tak bisa kupungkiri rasa lelah mental lebih hebat dari lelah fisik yang kurasakan. Melihat orang yang kau sayangi terbaring lemah sambil mengerang memegangi perutnya sementara kau pun tak bisa berbuat apa-apa. Saudara tertua yang kau harap bisa menjadi tempat berbagi pun tak mau menampakkan batang hidungnya.

Selama bertahun-tahun perasaan tertekan ini terus menggerogotiku dari dalam. Tapi apa yang harus kulakukan selain bertahan, menunjukkan senyuman di depan ibu, hanya itu yang kukira turut menguatkannya. “Tuhan, kuserahkan ibuku kepada-Mu, berikan kesembuhan padanya, aku pasrah, Tuhan." Doa yang terus kuucapkan hingga akhirnya ibu menghembuskan napas terkakhirnya di hadapanku.

Tuhan memberikan kesembuhan yang seutuhnya bagi Ibu. Tak ada orang yang baik-baik saja ketika ditinggalkan orang yang disayanginya, namun aku bersyukur untuk kesempatan merawatnya dengan tanganku sendiri.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/david fanuel

Kehidupanku nyatanya tak berhenti sampai di situ. Hari baru, tanggung jawab baru menanti. Aku pun tumbuh menjadi seorang wanita berusia matang, wanita yang siap menjadi istri bagi seorang lelaki. Memang ada laki-laki yang datang untuk melamar tapi aku tahu masih banyak tanggung jawab yang harus kuselesaikan.

Tak bijaksana rasanya meninggalkan adik-adikku yang masih duduk di bangku sekolah, bagaimana mungkin bisa mereka menghidupi dirinya di tengah keadaan yang demikian. Abang yang seharusnya menjadi tumpuan kami malah dengan lantangnya meminta warisan rumah yang aku dan adik tempati. Hanya Tuhan yang tahu bagaimana aku tertatih-tatih menjalani semua. Pekerjaan apapunku kukerjakan asal halal dan bisa menunjang hidup kami. Menjadi pengganti orangtua bagi adik-adikku memang tak gampang, selain menjadi tulang punggung aku pun harus mampu menjadi panutan di tengah mereka.

Ilustrasi./Copyright unsplash.com/milan popovic

Dengan izin Tuhan satu per satu adikku bisa tamat bersekolah. Namun satu masalah baru muncul, usiaku terlampau matang untuk menjadi seorang single. Julukan perawan tua makin sering kudengar dari sekitar.

Aku tentu pernah membayangkan indahnya pernikahan. Tentu aku ingin memiliki kebahagiaanku sendiri tapi aku tahu melihat orang yang kusayangi bahagia tentu lebih penting dari bahagiaku sendiri.

Aku tahu pasti ada alasan kenapa Tuhan menempatkan aku dalam keluarga ini, kenapa aku dijatuhi tanggung jawab yang kurasa begitu besarnya untuk kutuntaskan sendiri. Ini takdirku dan aku bersyukur untuk semua kesempatan yang Tuhan beri untuk merawat keluargaku.




(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading