Sukses

Lifestyle

Tuhan Memulihkan Keluargaku Melalui Kehadiran Wanita Terhebatku

Mama. Ia sosok wanita, malaikat, pahlawan, dan segalanya bagiku. Jalur hidupnya berputar 360 derajat penuh dengan kisah yang sering diasumsikan banyak orang sebagai hidup yang penuh sandiwara. Bagiku, seluruh rangkaian perjalanan hidupnya adalah mata angin demi menjejaki hidup kelak. Aku mengasihi wanita itu walau realitanya kasihnya yang besar tak sebanding dengan perbuatanku.

Ia cukup sempurna dengan apa yang ia miliki, sekalipun pendidikannya berhenti di bangku SMP, namun mama adalah profesor bagiku. Dia wanita terhebat, melahirkan enam orang anak dengan berbagai perangai yang unik dan kaya akan kasih sayang. Sayangnya, ia ditakdirkan sebagai tulang rusuk dari lelaki berhati keras yang kurang menerimanya sejak orangtua mama terlibat utang kepada keluarga ayah. Padahal, orang tua mama telah lama meninggal.

Sudah 20 tahun pernikahan mama dan papa, namun kebahagiaan seakan dihalangi oleh tembok pertengkaran yang tak kunjung runtuh. Tak jarang aku dan saudaraku tertekan dan takut mendengar tingkat kenyaringan suara ayah yang meledak-ledak seolah-olah bunyi senapan yang tak kunjung henti.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Malam kelabu disertai hujan gerimis menemani suasana buruk saat kami diusir ayah dan harus meninggalkan rumah. Aku merasa iba mendengar isak mama. Ia berusaha menghapus air mata dengan punggung tangannya. Wajahnya perih, darahnya seperti terasa berhenti mengalir, ia menunduk diam membisu, bibirnya terasa sulit digerakkan seakan sudah membeku. Tidak ada niat untuk melawan pria berumur 40 tahun di hadapannya. Tak pernah keluar kata keluh, caci maki, dan dendam dari bibirnya. Dalam kondisi itu, hal yang selalu terngiang di memoriku adalah saat mama bilang, “Lia, jangan pernah dendam pada ayahmu”.

Rasanya sedih melihat mama dalam kondisi hamil sedang menggendong adikku dan memegang erat tangan kami menuju sebuah rumah (bisa dibilang gubuk), tidak layak huni sebab atapnya berlubang-lubang dapat membasahi lantai saat hujan. Dinding yang kusam menjadi tempat favorit banyak semut serta tikus-tikus yang menjijikkan muncul dari tumpukan sampah dan barang rongsokan di sudut ruangan.

Saat itu, usiaku berumur 7 tahun dan sudah mengerti kalau ternyata kondisi kami lagi sekarat sebab ayah membuang kami. Aku tak bisa hidup sampai sekarang kalau bukan karena doa dan kerja kerasnya. Di tengah krisis ekonomi, ia masih bisa memberi kami makan seadanya, menahan lapar supaya kami makan dan tidak menangis kelaparan. Pekerjaan berat menjadi makanannya setiap hari mulai dari mencuci pakaian orang dan hanya mendapat upah seratus ribu per minggu serta bekerja ke ladang orang dari pagi hingga sore.

Kami tidak lama tinggal dalam rumah itu. Karena dibujuk nenek untuk kembali lagi ke rumah. Namun, mama bertemu dengan ayah dalam situasi buruk. Ayah selingkuh bahkan berniat untuk menikah lagi. Syukurlah, orangtua ayah tidak merestuinya dan memohon supaya ia kembali kepada keluarganya seperti semula.

Ilustrasi./Copyright pixabay.com

Kabar sedih itu tidak pernah membuat mama menangis di hadapanku, bukan di hadapan ayah, bukan juga di hadapan mertuanya. Dengan rendah hati, dia berdoa berurai air mata sembari melipat kedua tangannya yang sudah keriput lalu mulutnya komat-kamit, tentu hatinya sangat hancur. Tetapi keluargaku menuai hasil lantunan doa mama.

Keadaan buruk sedikit-demi sedikit terkikis. Ayah menyadari pelanggarannya berkat Tuhan memilih mama menjadi wanita penolongnya. Jika mama putus asa lalu membiarkan kami terbuang, menaruh dendam pada ayah, bahkan mengeraskan hati kepada Tuhan dan keluarga, barangkali aku tidak bisa menjejakkan kaki sampai saat ini. Tuhan memulihkan keluargaku melalui kehadiran wanita terhebatku. Aku merasa merdeka menjalani kehidupan di depan sekalipun berlaksa-laksa masalah mungkin akan terjadi.

(vem/nda)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading