Sukses

Lifestyle

Problematika Wedding Kekinian: Fakta Miris di Balik Pernikahan Manis

Pernikahan seharusnya menjadi hari paling bahagia bagi kedua mempelai dan keluarga. Sayangnya demi mengadakan pesta, tak sedikit biaya yang harus dikeluarkan. Mulai dari prosesi lamaran hingga resepsi. Belum lagi jika pestanya tak dilakukan sekali, namun harus beberapa kali demi mengikuti tradisi dan akhirnya membuat biaya yang dikeluarkan lebih banyak.

Menikah = Acara orangtua

Sudah menjadi kebiasaan di Indonesia, pesta pernikahan bukan sepenuhnya milik kedua mempelai, melainkan juga merupakan pesta bagi orangtua. Tak sedikit mempelai yang harus berkompromi dalam hal memilih konsep, tema, hingga tamu undangan untuk pesta pernikahan dengan para orangtua.

Pernikahan berujung utang

Bridestory.com di tahun 2017 lalu melakukan survei terhadap calon pengantin dari seluruh kota besar di Indonesia mengenai persiapan pernikahan dan biaya yang dikeluarkan. Hasilnya cukup mengejutkan. Hanya 5,7 persen dari pasangan yang mampu mengeluarkan biaya lebih rendah dari budget yang sudah disiapkan. Sedangkan 45,3 persen dari mereka mengaku mengeluarkan biaya lebih banyak dari yang sudah mereka rencanakan. Sisanya adalah mereka yang mampu mengadakan pesta sesuai dengan biaya yang sudah disiapkan.

Walaupun orangtua tetap berperan besar dalam konssep pernikahan, menurut survei dari Bridestory.com, biaya pernikahan paling besar adalah dari mempelai pria. Sedangkan hanya 25,9 persen responden yang pesta pernikahannya dibiayai oleh orangtuanya.

Dari hasil survei di atas dapat disimpulkan bahwa, para mempelai seharusnya sudah memiliki tabungan untuk merayakan pesta pernikahan, di luar tabungannya untuk membeli rumah, dan tabungan masa depan.

Menurut Sari Insaniwati, CFP, seorang Financial Planner dari Mitra Rencana Edukasi, bahwa pasangan yang ingin menikah harus mendiskusikan banyaknya dana yang dibutuhkan. Jika memang tidak ada cicilan utang sebelumnya, maka kamu dan pasangan bisamenyisihkan 30-35% penghasilan untuk keperluan pernikahan kalian

"Kebanyakan pasangan yang akan menikah merasa bahwa biaya pernikahan ini merupakan pengeluaran yang mendadak, padahal seharusnya bisa disiapkan jauh-jauh hari. Lamanya menabung sangat tergantung dari besarnya dana yang bisa disisihkan serta perkiraan biaya pernikahan yang diinginkan," tutur Sari dalam korespondensinya dengan vemale.com.

"Anda dapat menyesuaikan, misal jika perkiraan biaya sangat besar sehingga harus menabung lama, Anda bisa mengurangi beberapa biayanya antara lain mengganti gedung yang lebih kecil, atau mengurangi jumlah undangan, dan lain-lain. Saya sarankan menabung paling lama tiga tahun," tambahnya.

Pernikahan Instagramable Turut Andil dalam Bertambahnya Biaya Pernikahan

Sejak dulu biaya katering merupakan alokasi biaya pernikahan terbesar. Namun menurut survei yang dilakukan Bridestory.com di tahun 2017, alokasi biaya untuk dekorasi mulai mendekati biaya catering. Tak dipungkiri, media sosial layaknya Instagram turut andil membesarkan tren ini,

Dalam perbincangan dengan vemale.com, Ayunda Wardhani sebagai Pemimpin Redaksi bridestory.com menyatakan bahwa saat ini memang tren pernikahan adalah meninggalkan semua yang maksimalis atau over the top. Sebab, semakin ke sini, orang mulai menghargai semua yang terlihat simpel. Namun, memang ada pemilihan dekorasi yang Instagramable.

Ini berkaitan dengan pengantin millenial di mana seorang pengantin merencanakan pernikahan yang sesuatu yang lebih visual, terkait juga dengan kemajuan sosial media yang sangat pesat. Tadinya ada detail-detail yang tidak terpikirkan, tapi sekarang ada foto corner yang secara yang secara visual sangat personal.

Ayunda Wardhani-Editor in Chief Bridestory.com

"Estetika pelaminan juga bisa, pelaminan udah ngga terlalu besar cukup sederhana saja tapi berkorelasi dengan pasangan yang menikah. Seperti benda-benda yang merepresentasikan pasangan atau tempat yang pernah mereka datangi. Jadi benar-benar personal touch," tambahnya.

Biasanya calon pengantin yang datang ke Bridestory sudah memiliki budget dan bayangan tersendiri akan diapakan uang sebanyak itu. Dalam report yang dilansir Bridestory dalam blognya, disebutkan bahwa anggaran itu bisa disesuaikan dengan jumlah tamu dan kelas sebuah pernikahan.

Sebagai contoh, dengan budget Rp12,5 juta - Rp25 juta, calon pasangan pengantin bisa masuk dalam kelas 'Affordable' dengan jumlah tamu 50 orang. Sedangkan untuk kelas paling mahal adalah 'Luxurious' berbudget Rp3 miliar - Rp7 miliar dengan jumlah undangan sebanyak 1.000 orang.

"Pengeluaran paling banyak spend so far paling banyak venue dan catering, dekorasi dan lighting berikutnya.  Lighting ini jadi tren karena sekarang kita banyak menonjolkan permainan lampu. Kalau dulu lampu hanya penunjang, sekarang kita jadikan elemen utama dalam dekorasi, dia jadi atraksi utama," cerita Ayunda lagi.

"Kalau dilihat secara biaya lebih mahal tapi tergantung venue, jika indoor maka jadi lebih mahal. Tapi jika outdoor, akan lebih murah karena tidak banyak bunga segar. Ya jadi semua itu tergantung lokasi."

Berutang Untuk Menikah

Fenomena berutang untuk menikah mirip fenomena gunung es. Di mana terlihat tidak banyak yang melakukannya tapi pada prakteknya banyak yang terjerat utang pernikahan. Sebagai contoh, dialami perempuan bernama Susan. Menurutnya, tak cukup hanya menguras tabungan, melainkan ia harus dibantu orangtua dan meminjam kepada KTA.

"Biaya tepatnya sih aku lupa berapa, tapi pasti  dana nikah separuhnya dari pihak laki-laki, sisanya dari tabungan, orangtua, serta pinjaman KTA," ujarnya saat dihubungi redaksi vemale.com.

Susan mengatakan terpaksa meminjam KTA karena membutuhkan dana yang cepat dengan nominal yang besar. Akhirnya ia mengambil cicilan tiga tahun, yang pada akhirnya cukup membebani hidup setelah resepsi menikah.

"Pertimbangannya pake KTA akan dapet besar, ngga ribet, dan bisa dicicil bayarnya. Berat banget pas bayarnya karena ternyata di tahun pertama bayar harus resign karena urusan anak. Jadi semua harus ditanggung sama suami, which is biaya bulanan berkurang," ungkapnya.

Susan sampai-sampai memberi jaminan tempat tinggal kepada bank yang memberinya pinjaman. Bahkan saat membayar, keluarga pun sama sekali tidak  membantu. Melihat beratnya cicilan tersebut, Susan pun menyesal mengapa setelah menikah masih saja ada cicilan resepsi pernikahan.

Nyesel banget, nyesel kenapa ngga nabung dari dulu. Jadi kan harus ngutang kalo ngga ada tabungan yang cukup.

- Susan-

Hal nyaris serupa dituturkan Ira, 33 tahun, warga Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Dalam kisahnya pada awak kami, ia ternyata berutang dengan cara menggunakan kartu kredit.

Ia dan pasangan yang menikah di awal tahun 2013 lalu menggunakan kartu kredit untuk mengambil uang cash namun dengan dalih berbelanja. "Saat itu saya memutuskan bersama pasangan untuk mengambil pinjaman kartu kredit. Bentuknya bukan meminjam uang secara kredit, melainkan belanja dengan tarik tunai di toko yang mau mengeluarkan uang cash. Nantinya penagihan ke bank seolah-olah kami hanya membeli barang saja. Dengan cara ini bunga cicilannya kecil sedangkan jika minjem langsung ke bank bunganya besar," cerita Ira.

Jebakan KTA untuk Pesta Pernikahan

Keputusan berutang ini ia ambil karena besarnya biaya pernikahan menggunakan tata-adat budaya tertentu. Meski sudah urunan uang dari pihak keluarga pengantin perempuan ditambah uang dari sang calon suami, dana yang mereka miliki tidaklah menutupi beberapa kebutuhan.

"Biaya pernikahan yang dipinjam saat itu kurang lebih 50% dan tabungan juga ikut terkuras. Biaya pembayaran cicilan utang baru lunas setelah kurang lebih setahun menikah. Habis itu Alhamdulillah sudah ada cicilan lain, hahaha," tambahnya.

Menurut Sari Insaniwati sebagai Penasihat Keuangan, KTA memang jadi pilihan cepat karena efektif dalam mendapatkan dana segar. Pengajuan KTA biasanya diajukan dalam bentuk Kredit Multi Guna atau Kredit Tanpa Agunan, di mana pengajuannya tidak disebutkan untuk keperluan apa. Tapi pinjaman macam ini akan sangat memberatkan di kehidupan sesudah pesta pernikahan nantinya.

Sebaiknya biaya pernikahan tidak mengandalkan pinjaman, karena masih banyak kebutuhan dana untuk berkeluarga nanti yang lebih penting dibandingkan dihabiskan untuk biaya pernikahan. Jangan berharap pinjaman akan tertutupi oleh hadiah atau amplop yang diterima. Upayakan jika memang harus meminjam, carilah pinjaman ke keluarga. Pikirkan kembali untung ruginya dalam meminjam uang. Setelah menikah nanti masalah pinjaman ini akan menjadi beban suami-istri. Jangan sampai masalah utang memperburuk hubungan suami-istri.

Sari Insaniwati-Penasihat Keuangan

Pesta pernikahan hanya salah satu dari banyak hal yang harus disiapkan dananya. Jangan hanya terfokus pada pesta pernikahan yang mewah, sesuaikan dengan kemampuan kamu. Menyiapkan pesta yang berkesan tetap bisa dilaksanakan dengan biaya minim. Manfaatkan jaringan pertemananmu untuk memangkas biaya, misal untuk souvenir, kue pengantin, make up, atau pun undangan,

"Lebih baik Anda menyisihkan dana untuk DP (Down Payment) rumah, biaya persalinan, dan lain-lain," tutup Sari.

(vem/kee)

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading