Sukses

Lifestyle

Mamaku Inspirasiku, Berjuang Tegar sebagai Ibu Tunggal untuk Ketiga Putrinya

Fimela.com, Jakarta Memiliki sosok pahlawan yang sangat berjasa dalam hidupmu? Punya pengalaman titik balik dalam hidup yang dipengaruhi oleh seseorang? Masing-masing dari kita pasti punya pengalaman tak terlupakan tentang pengaruh seseorang dalam hidup kita. Seperti pengalaman Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba My Hero, My Inspiration ini.

***

Oleh: Risti Aprianita - Jakarta

Berbicara tentang sosok inspirasi tentunya setiap orang memiliki sosok inspirasi yang berbeda-beda. Mulai dari yang menjadikan ibu, ayah, teman menjadi sosok inspirasi baginya sampai ada yang menjadikan figur publik sebagai sosok inspirasinya. Bagi saya pribadi, mama adalah sosok yang menjadi inspirasi di dalam hidup saya. Sifat ketegaran dan kesabaran mama dalam menjalankan hidup dengan dua peran sekaligus. yaitu menjadi ibu sekaligus menjadi sosok ayah bagi saya, hal ini yang membuat saya sangat menginspirasikan dirinya didalam hidup saya. Dalam tulisan ini saya akan menceritakan secara detail tentang bagaimana proses mama dalam mengurus, merawat, dan mendidik anak-anaknya sehingga saya benar-benar menjadikan mama sebagai inspirasi di dalam hidup saya.

Mama saya adalah seorang single parent yang memiliki tiga anak perempuan yang masih membutuhkan banyak biaya. Mama saya tinggal di rumah yang sederhana bersama tiga anak perempuannya dan kedua orangtuanya. Mama saya sehari-sehari bekerja sebagai ibu rumah tangga. Selain menjadi ibu rumah tangga mama saya juga bekerja sebagai pedagang nasi uduk dan nasi ulam di depan rumah.

Meskipun saya sering diledek oleh teman-teman saya karena pekerjaan mama saya sebagai penjual nasi uduk dan nasi ulam, akan tetapi saya tidak pernah merasa malu. Justru, saya sangat bangga memiliki sosok ibu yang sangat pekerja keras. Karena saya tahu, bahwa mama saya yang selama ini banting tulang hanya untuk memenuhi segala kebutuhan saya.

Mama saya bangun pukul 04.00 untuk siap-siap memasak nasi uduk dan nasi ulam. Pukul 05.00 - 09.00 mama berjualan di depan rumah. Bahkan di saat jualan sedang sepi, mama tidak pernah mau menunjukkan rasa sedihnya kepada saya. Mama saya pernah bilang, ”Tidak apa-apa jualan sepi, mungkin rezeki kita hanya dapat segini, kita harus bisa bersyukur berapa pun rezeki yang kita dapatkan pada saat ini, yang penting setiap pagi anak-anak mama bisa sarapan itu juga sudah cukup." Mendengar perkataannya yang begitu tegar kadang membuat saya tak kuat, rasanya ingin menjerit dan menangis, tapi apa daya saya pun tidak boleh menangis di depan mama saya karena saya takut nanti menambah beban pikiran mama saya.

 

 

Mama adalah Pelindung

Mama saya adalah sosok pelindung bagi saya. Sejak saya sekolah SD, mama yang selalu mengantar saya ke sekolah dengan raut wajah senyum dan penuh semangat. Walaupun saya diantar ke sekolah hanya dengan berjalan kaki tanpa menggunakan kendaraan, tapi mama saya tidak pernah mengeluh. Pernah waktu dulu pas saya berangkat ke sekolah dengan mama sempat bertemu dengan sosok pemuda yang sakit jiwa (orang gila). Pemuda gila tersebut berusaha untuk mengganggu saya, dan saat itu mamalah yang berusaha melindungi saya dengan cara mengusir pemuda sakit jiwa tersebut mesipun saya tahu bahwa mama sendiri pun sebenarnya takut dengan pemuda gila tersebut. Akan tetapi mama saya rela melawan rasa takut itu untuk bisa melindungi saya.

Selain itu juga mama melindungi saya dengan cara mengatur jam waktu keluar rumah saya. Mama pernah bilang, ”Anak perempuan tidak baik kalau keluyuran malam-malam.” Kata-kata tersebut selalu teringat di pikiran saya, tanpa saya sadari sejak kecil sampai saat sudah dewasa saya benar-benar terbiasa di dalam rumah pada saat malam hari, semua ini berkat mama. Karena mama, saya jadi terhindar dari pergaulan bebas yang terjadi di malam hari.

Mama saya mengajarkan banyak hal untuk saya. Salah satunya adalah menerima segala sesuatu dengan penuh lapang dada. Kata mama, saya meskipun tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah, saya tidak boleh berkecil hati, tidak boleh bersedih. Bahkan saya diajari oleh mama saya untuk tidak membenci ayah saya meskipun ayah saya telah berkali-kali membuat mama saya menangis dan membuat mama saya harus kerja susah payah.

Mama saya pernah bilang, ”Kamu nggak boleh membenci ayah kamu bagaimanapun keadaannya beliau tetap ayah kamu, tanpa beliau kamu nggak akan pernah ada di dunia ini." Mama saya juga mengajarkan saya untuk selalu menghormati ayah saya, memperlakukan ayah saya sama seperti saya memperlakukan mama saya.

Memasuki Masa Kuliah

Mama saya juga mengajarkan saya untuk bisa menerima saudara saya yang di kampung (anak dari bapak saya dengan perempuan lain) karena biar bagaimana pun mereka tetap akan menjadi saudara saya. Dulu juga pernah, saat anaknya ayah yang d ikampung numpang hidup di rumah, mama saya benar-benar memperlakukan mereka layaknya seperti anak kandungnya sendiri. Mama saya sampai mau mencuci bajunya, menyuapi, mendaftarkan sekolah, dan benar-benar mengurus segala kebutuhannya tanpa membeda-bedakan mereka dengan saya. Luar biasa, sudah ditinggal begitu saja, tidak diceraikan, tidak diberikan nafkah, harus bisa nyari duit dan merawat tiga anak, dua orangtua, ditambah lagi harus merawat orangtua mama yang sudah lanjut usia.

Dengan penuh keringat yang selalu mencucur, mama tidak pernah mengeluh, mama benar-benar terlihat ikhlas menerima semua ujian yang menimpanya. Mungkin jika ujian ini terjadi pada diri saya, mungkin saya benar-benar tidak bisa tegar dan sabar seperti mama. Selain itu juga, mama yang telah mendorong saya untuk memberanikan diri mengejar semua impian saya.

Mama pernah bilang, ”Ayo terus maju kejar cita-citamu, Nak. Mama yakin kamu bisa meraihnya jika kamu mau sungguh-sungguh. Tidak usah pikirkan biaya, Nak. Nanti mama akan cari uang bagaimana pun cara supaya kamu bisa kuliah. Yang penting kamu ada kemauan, Mama cari uang. Buatlah Ayah kamu bangga, Nak." Mendengar perkataan tersebut membuat saya menjadi optimis untuk mengejar cita-cita saya untuk mendaftar kuliah di PTN.

Singkat cerita, tiba di saat pengumuman hasil SNMPTN, saya dinyatakan lolos masuk PTN di salah satu PTN di Jakarta. Saya merasa senang tapi di sisi lain saya merasa sedih karena saya memikirkan biaya kuliah yang begitu mahal. Saya sempat berpikir untuk mundur saja, tapi semua keluarga di rumah saya mendukung saya untuk maju. Terutama mama saya, mama adalah orang yang paling mendukung saya untuk maju. Akhirnya saya memutuskan untuk maju.

Tiba pada saat verifikasi dan wawancara, saya pergi ke kampus ditemani oleh mama dan kakek saya. Sesampai di sana mama saya diwawancarai oleh kaprodi kampus di sana tentang kondisi ekonomi dan biaya kuliah. Pada saat itu kaprodi saya mengatakan bahwa saya masuk dalam kategori golongan I yang akan dikenakan UKT (uang kuliah tunggal) sebesar Rp500.000 per semesternya. Akan tetapi mama saya memberanikan diri untuk menegosiasi agar saya bisa kuliah dengan gratis. Akhirnya negosiasi itu berhasil, kaprodi saya akan mendaftarkan saya untuk mengikuti beasiswa Bidikmisi pengganti bagi orang-orang yang sudah terdaftar tapi tidak mengambil.

Satu bulan setelah verifikasi dan wawancara, saya mendapatkan telpon dari pihak fakultas bahwa saya mendapatkan beasiswa bidikmisi pengganti daan harus segera ke kampus untuk mengurus administrasi. Keesokan harinya saya pergi ke kampus ditemani oleh mama saya untuk mengurus administrasi. Bahkan, mama saya ikut saya naik turun tangga, bolak balik ke tukang fotocopy di kampus tanpa ada rasa mengeluh sekalipun.

Mama yang Berusaha Tegar

Kehidupan mama saya benar-benar penuh perjungan dan pengorbanan. Bayangkan saja mama saya harus mengurus semuanya agar anaknya bisa mendapatkan masa depan yang cerah. Belum lagi ujian demi ujian yang harus dihadapi oleh mama setiap hari. Apalagi di tahun 2019 ini, benar-benar menjadi tahun terberat untuk mama.

Pada tanggal 12 September 2019 mama harus kehilangan ayahnya. Ayahnya pergi untuk selama-lamanya dari dunia ini. Tidak ada satu pun anak yang tidak menangis saat melihat orangtuanya terbaring sudah tidak bernyawa. Begitu pun mama, air mata itu sedikit demi sedikit menetes dan menumpahi pipi mama. Ini pertama kalinya aku melihat sosok mama yang begitu tegar yang selalu bisa menutupi kesedihan. Kini mama tak mampu lagi menutupi kesedihan itu, hati aku hancur seakan sedang teriris pisau yang tajam.

Aku berusaha untuk menenangkan mama agar tidak bersedih lagi. Lalu mama berkata, "Mama tidak sedih, Nak. Mama sudah ikhlas dengan ini semua. Kamu juga harus ikhlasin Kakek, ya." Setelah kepergian kakek mama berusaha untuk bangkit kembali. Tujuh hari setelah kepergian ayahnya mama, duka cita itu pun kembali hadir. Mama ditinggal pergi selama-selamanya oleh ibunya. Padahal duka cita yang lalu belum sembuh, luka baru datang lagi. Mama menangis untuk kedua kalinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya jadi mama. Sudah ditinggal suami, kini mama kehilangan kedua orangtuanya dan mama tetap harus tegar demi melanjutkan kehidupan kembali bersama ketiga anak perempuannya.

Buat kalian yang sudah membaca tulisan ini, pesan saya jangan pernah sia-siakan kedua orangtua kalian, ingat tanpa orangtua kita tidak akan pernah ada di dunia ini. Jangan sampai kalian mengalami hal yang sama dengan yang ada di dalam tulisan ini. Semoga kalian bisa memetik hikmah dari tulisan yang telah saya tulis ini.

#GrowFearless with FIMELA

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading