Sukses

Lifestyle

Ulasan Novel 90 Hari Mencari Suami Karya Ken Terate

Fimela.com, Jakarta Judul: 90 Hari Mencari Suami

Penulis: Ken Terate

Penyunting: Raya Fitrah

Penyelaras Aksara: Yuliono/Laura Ariestiyanti

Perancang sampul: Yogi Fahmi Riandito

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Eli panik saat resmi berusia 30 tahun.

Mimpi-mimpinya tentang “sukses sebelum 30 tahun” kandas seketika karena dia tak hanya belum menikah, tetapi juga tidak punya pacar sama sekali. Kariernya? Sama karamnya dengan kapal Titanic. Dia masih menjadi budak artis di Glow Event Company dan sadar tak bakal pernah naik pangkat menjadi artis itu sendiri.

Kepanikannya berlipat-lipat saat adik perempuannya, Lisa, akan segera menikah. Waduh! Dalam budaya Jawa, ada mitos mengerikan; jika kamu didahului menikah oleh adikmu, kamu bakal jadi jomlo. Selamanya.

Eli tak tahu apakah dia ingin menikah dan membangun keluarga. Tetapi, dia yakin tak ingin menua sendiri. Masalahnya, jika tak mau jadi lajang abadi, dia harus menemukan suami dalam waktu kurang dari 90 hari!

Kayak masih belum cukup, Eli dipecat dari pekerjaannya! Adakah yang lebih mengerikan dibanding berusia 30 tahun dan nggak punya pekerjaan?

Ada!

Berusia 30, jobless, jones alias jomlo ngenes, dan terancam jadi perawan tua.

***

Pernah dengar mitos bahwa seorang perempuan yang dilangkahi adiknya menikah duluan nantinya bakal jadi perawan tua? Walau sebagian dari kita mungkin tak terpengaruh dengan mitos tersebut, tetap saja ada rasa cemas yang muncul bila kita keduluan adik kita dalam urusan menikah. Perasaan cemas dan was-was inilah yang dirasakan oleh Eli.

Di usianya yang sudah kepala tiga, Eli mendapat kabar bahwa adik pertamanya akan segera dilamar dan menikah dengan kekasihnya. Tak lama setelah itu, adik keduanya yang laki-laki mengabari akan segera melamar pacarnya. Mengetahui hal tersebut, Eli pun merasa semakin terdesak untuk menikah. Ia tak ingin mitos menjadi perawan tua benar-benar terjadi padanya.

Setelah membicarakan permasalah tersebut pada kedua sahabatnya, Sandra dan Rosa, Eli pun membuat target untuk bisa menemukan suami dalam waktu 90 hari. Periode 90 hari dipilih berdasarkan hitungannya berkaitan dengan tanggal pernikahan adik pertamanya. Andai dia sudah punya pacar atau calon suami, mungkin Eli tak terlalu pusing memikirkannya. Namun, masalahnya dia sekarang masih jomlo.

 

Tuhan, di mana aku harus mencari suami dalam keadaan mendesak begini? Di zaman serbagampang seperti ini—makan tinggal pesan, belanja sepatu tinggal pencet—mencari jodoh kok sama masih susahnya kayak zaman baheula. (90 Hari Mencari Suami, hlm. 133)

Sebagai seorang event organizer dengan atasan "nenek sihir", hari-hari Eli selalu disibukkan dengan pekerjaan. Meski begitu, misinya untuk menemukan suami dalam waktu 90 hari tetap ia jalankan. Ada pertemuan dengan seorang kakak kelas lama yang sangat menawan. Kenalan baru yang terlihat begitu sempurna. Juga seorang teman kecil yang selalu siap dimintai bantuan apa saja. Hm, walau awalnya tampak mudah bagi Eli untuk mencari calon suami tapi pada kenyataannya ada saja hal-hal yang membuatnya tersandung bahkan terluka. Apakah Eli berhasil menemukan suami dalam waktu 90 hari tersebut?

Jangan takut. Kalau ada sesuatu yang kusadari dari kegagalanku adalah cinta itu seperti pasir. Bila kaugenggam terlalu erat, dia akan menelisip jatuh lewat jemarimu. Dia akan meninggalkanmu bila kamu terlalu terobsesi. Jodoh seperti kupu-kupu yang harus kamu dekati dengan santai dan lembut. (90 Hari Mencari Suami, hlm. 192)

Obrolan Eli dengan dua sahabatnya juga sangat menarik diikuti. Sandra sudah menikah dengan seorang bule. Hidupnya amat sangat berkecukupan, tapi ternyata menyimpan drama yang cukup menyakitkan. Sementara Rosa, dia dihadapkan pada kenyataan bahwa dirinya hamil tapi tak bisa meminta pertanggungjawaban dari ayah bayi yang dikandungnya tersebut.

Topik tentang pernikahan jelas menjadi sorotan utama novel ini. Judulnya yang benar-benar gamblang tentang upaya mencari suami dalam waktu 90 hari sudah bisa memberi kita gambaran soal kehidupan Eli. Apakah dengan menikah kita mendapat jaminan akan bahagia selamanya? Atau apakah justru menikah malah akan menghadirkan lebih banyak masalah baru?

... Dia merasa pernikahan membawa kebaikan dan kebahagiaan asal dilakukan dengan orang yang tepat, di saat yang tepat, dengan alasan yang tepat. (90 Hari Mencari Suami, hlm. 286)

Kehidupan dan kegalauan yang dirasakan Eli agaknya memang banyak dialami oleh perempuan yang sudah memasuki usia kepala tiga tapi belum menikah. Belum lagi ketika masih harus dihadapkan dengan tekanan dan stres pekerjaan. Meskipun begitu, mencari pasangan hidup tetaplah tak bisa sembarangan.

Novel ini sangat ringan dibaca meski rasanya ada percakapan-percakapan yang terasa kagok dengan latar Jakarta. Bagi yang sedang berusaha mencari jodoh dan calon suami, kamu tidak sendiri. Yang dialami Eli mungkin juga sedang kamu alami saat ini. Bagi yang sedang mempersiapkan pernikahan, dari novel ini kita bisa mendapat sudut pandang baru tentang dunia rumah tangga. Khususnya bagi yang saat ini berusia 30an, kata-kata ini pasti akan sangat menyentilmu, "... Saat usia lo tiga puluh tahun, sudah saatnya lo punya martabat dan harga diri. Lo harus mengerjakan apa yang lo suka, yang jadi passion lo, dan kalau punya bos, lo harus punya bos yang otak dan hati nuraninya waras. Karena kalau tidak, kapan lagi lo menikmati hidup?"

#GrowFearless with FIMELA

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading