Sukses

Lifestyle

Terlalu Keras pada Diri Sendiri Membuatmu Melewatkan Banyak Hal dalam Hidup

Fimela.com, Jakarta Mencintai diri sendiri bukanlah tindakan egois. Justru dengan mencintai diri sendiri, kita bisa menjalani hidup dengan lebih baik. Di antara kita ada yang harus melewati banyak hal berat dalam hidup sampai rasanya sudah tak punya harapan apa-apa lagi. Namun, dengan kembali mencintai diri sendiri dan membenahi diri, cahaya baru dalam hidup akan kembali bersinar. Melalui salah satu tulisan yang dikirimkan Sahabat Fimela dalam Lomba My Self-Love Story: Caramu untuk Mencintai Diri ini kita akan memetik sebuah inspirasi baru yang dapat mencerahkan kembali hidup kita.

***

Oleh: Yulia S. Arisma

“Kali ini saya tidak menginginkan banyak hal. Saya berharap bisa menciptakan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan saya, you knowa wolibel (work life balance). Saya benar-benar berusaha memulai hidup baru dengan tabiat yang lebih baik kali ini,” ujar Mr. Manager yang baru datang dari luar negeri setelah rehat selama lebih dari setahun.

Kami tengah berkendara menuju Kantor Polantas dalam misi biometric guna mendapatkan SIM A untuknya. Saat saya pertama mengenalnya 5 tahun lalu, ia adalah image sempurna tentang seorang tirani. Banyak rekan kerja yang bilang ia adalah kombinasi dari ‘kerja bagai kuda’ dan ‘mulut setajam bilah’. Kritik yang keluar dari mulut bule-nya tidak pernah berintensi membangun, tapi menyengsarakan, really. Ia adalah tokoh villain yang banyak dikisahkan dalam sinetron Indonesia karena gemar membuat orang di sekitarnya menderita akibat perfeksionisnya yang di luar nalar. Pria flamboyan 43 tahun, tidak menikah… it says a lot already.

Meskipun demikian, saya tidak pernah menaruh sentimen negatif pada manajer yang satu ini, actually I'm fond of him. Kami tidak begitu dekat, tapi saya menyadari pasti sulit baginya tinggal jauh dari negaranya, tanpa saudara maupun keluarga yang menjamunya makan malam setiap kali pulang dari kerja panjang yang melelahkan. Maka lumrah bila kerinduan akan kampung halaman dan orang-orang tercinta menggugah “kegilaan” dalam diri seseorang.

 

Hidup yang Lebih Seimbang

Kami tidak terlalu dekat, namun ia nampak sangat nyaman dan terbuka tentang pembelajaraan diri yang tengah ia upayakan. Ia bercerita tentang betapa dulu ia terlalu keras pada diri sendiri sehingga menimbulkan banyak kesulitan bagi dirinya, terlebih orang lain. "You did make those people miserable with your unhappy-self," batinku. Dia melihat dirinya sebagai martir, bahwa hidupnya melulu persoalan korporasi dan bagaimana agar menjadi nomor satu dalam industri. Itu membuatnya melewatkan banyak hal dalam hidup; pertemanan, keinginan berumah tangga, bahkan spiritualitas. Dalam curahan hatinya, ia muak melihat sosok di dalam cermin hingga pada titik di mana dia mulai membenci dirinya sendiri.

“Bahwa Tuhan sangat baik menjadi alasan utama kenapa saya ingin berdamai dengan diri saya. Bahwa hidup terlalu singkat untuk tidak mensyukuri berkat dan menjadi berkat bagi orang lain," ungkapnya saat saya tanya apa yang membuat kali ini berbeda. Ia memperoleh ‘penyembuhan’ diri secara spiritual.

Hidup tidak melulu tentang hidup, namun lebih tentang Sang Pemberi Hidup. Kedekatannya dengan Tuhan menguatkan upayanya dalam mengatur ulang tujuan hidup sehingga memperoleh keseimbangan. “Penghasilan besar tidak membuat bahagia. Saat saya menghasilkan sedikit, maka saya hanya perlu mengeluarkan sedikit," ujarnya. “Namun, jika saya bisa menciptakan porsi yang tepat antara 9 to 5 dengan kehidupan saya, ada cukup waktu bagi saya untuk menghitung tiap berkat yang terjadi dalam hidup saya, merelakan Tuhan membentuk saya, maka saya telah dicukupkan."

#ChangeMaker

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading