Sukses

Lifestyle

Sedekat Apa pun Hubungan Saudara, saat Dewasa akan Saling Lepas Genggaman

Fimela.com, Jakarta Setiap keluarga memiliki banyak kisah dan makna tersendiri. Baik kisah bahagia maupun kisah yang berurai air mata. Kisah tentang orangtua, saudara, atau kerabat dalam keluarga. Ada makna dan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap kisah yang kita miliki dalam keluarga. Melalui Lomba My Family Story ini Sahabat Fimela bisa berbagai kisah tentang keluarga.

***

Oleh: Afifah Meliana Wati

“Aku tidak bisa berkata bahwa kita sudah sama-sama cukup dewasa untuk saling melepas genggaman. Walaupun pada kenyataannya kita memang bukan lagi anak kecil. Kita sudah bisa melakukan keinginan kita tanpa bantuan satu sama lain. Kamu bisa melakukan sesuatu tanpa bantuanku. Aku bisa bebas melakukan sesuatu tanpa khawatir kamu akan mencariku.”

Aku bukan lagi anak kecil yang senang bermain bola bersama adik di halaman rumah. Saat ini aku lebih senang melewati halaman rumah untuk pergi ke suatu tempat. Adik? Ya, aku mempunyai seorang adik laki-laki. Usianya dua tahun lebih muda dariku. Aku sangat dekat dengan adikku ini. Kami selalu melakukan sesuatu bersama-sama. Makan dalam satu piring, tidur bersama, bermain bersama, bahkan pertengkaran merupakan hal yang biasa. Tapi, itu dulu. Dulu, ketika kami masih anak kecil yang masih saling membutuhkan.

Kembali ke masa sekarang, ketika aku menulis cerita ini, hubunganku dan adik sudah baik-baik saja dan aku berharap akan selalu seperti ini. Ada sesuatu yang membuatku sadar, aku adalah seorang kakak yang seharusnya selalu menggenggam tangan adikku, apa pun yang terjadi. Aku adalah tiang penyangga untuk adikku. Ketika ia jatuh, maka tanganku harus siap terulur untuk membantunya kembali berdiri tegak. Ketika ada yang membuatnya goyah, akulah yang akan menjadi penopang agar ia tidak terjatuh.

Ketika adikku duduk di bangku akhir sekolah menengah pertama, ia selalu pergi ke luar dan jarang di rumah karena suatu masalah yang terjadi di rumah. Ia merasa kecewa dengan suasana di rumah. Saat itu, aku merasa menjadi orang yang begitu egois, menjadi kakak yang acuh terhadap adikku. Aku bukan satu-satunya yang kecewa dengan kondisi di rumah. Masih ada adikku yang lebih membutuhkan perhatian. Adikku yang cerewet ketika kecil menjadi pendiam. Adikku yang jahil ketika kecil menjadi tidak banyak bicara. Kami yang selalu dekat menjadi semakin jauh.

Tetap Menyayangi Saudara

Ketika suatu hari, siang itu, aku meminjam telepon genggam adikku, aku melihat video adikku bersama teman-temannya. Ia sedang bersenang-senang dan tertawa bersama. Terlihat bahagia. Mulai saat itu, aku berpikir bahwa semua tidak ada yang berubah. Hanya saja beberapa hal memang tidak lagi sama. Aku masih mempunyai kesempatan memperbaiki hubunganku dengan adik. Aku masih bisa menjaganya, walaupun dari jauh. Aku masih bisa melindunginya, bahkan tanpa ia ketahui. Aku masih bisa menjadi sandarannya, ketika ia tidak punya siapa pun untuk diajak berbagi. Satu yang kupikirkan.

Aku bahagia melihatnya tertawa. Rekahan tawanya mampu menarik kedua sudut bibirku membentuk seulas senyum. Suara tawanya mampu mengalirkan kehangatan yang menyenangkan. Melihat tawanya, aku memutuskan bahwa, “Kami sudah cukup dewasa untuk melakukan segala sesuatu tanpa bantuan satu sama lain. Tapi, kami selamanya akan tetap menjadi anak kecil untuk saling menguatkan dan menghabiskan waktu dengan canda tawa.” Dan, kini aku paham bahwa tingkatan tertinggi mencintai adalah melihat orang yang kita sayangi tertawa bahagia. 

Adikku, kamu sepenting itu dalam hidupku. Tetaplah berusaha keras dan wujudkan cita-citamu. Apa pun halangan yang kamu hadapi, teruslah melaju dan berhentilah sejenak jika kamu memang benar-benar lelah. Kembali padaku jika kamu butuh sandaran. Rumah adalah ruang di mana ada orang yang selalu memikirkanmu. Aku akan selalu menunggu cerita kesuksesanmu. Aku akan selalu memikirkanmu, adikku, saudaraku, keluargaku yang paling berharga.

#ChangeMaker

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading