Sukses

Lifestyle

Meski Kecewa dan Marah pada Orangtua Sendiri, Kehidupan Ini Tak untuk Dibenci

Fimela.com, Jakarta Setiap keluarga memiliki banyak kisah dan makna tersendiri. Baik kisah bahagia maupun kisah yang berurai air mata. Kisah tentang orangtua, saudara, atau kerabat dalam keluarga. Ada makna dan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap kisah yang kita miliki dalam keluarga. Melalui Lomba My Family Story ini Sahabat Fimela bisa berbagai kisah tentang keluarga.

***

Oleh: Tamara Larasati

Hidup adalah misteri di mana kita harus berkelana untuk mencari tahu sendiri apa sebenarnya yang belum kita ketahui tersebut. Hidup memang selalu menjadi tantangan tersendiri bagi sang pengelana kehidupan, tak terkecuali dengan hidupku.

Setiap keluarga pastinya punya cerita dan jalan hidupnya masing-masing, hidupku mungkin tak sehebat dan tak sebahagia keluarga lainnya, tapi aku selalu bersyukur di setiap fasenya. Mungkin saja terkadang aku merasa ketidak bahagiaan, ketidakadilan, tersiksa dan kesengsaraan namun, siapa yang tahu mungkin ada orang lain diluaran sana yang lebih tersiksa, lebih tak merasa ketidakadilan, lebih sengasara dan lebih tidak bahagia sepertiku.

Hidupku tak aneh dan tak unik juga, dikatakan tak aneh karena aku juga dilahirkan dari seorang ibu yang sudah menikah dan dikatakan tak unik karna kasus yang dialami sepertiku sudah tak jarang meski mungkin jalannya sedikit berbeda. Kuakui keluargaku tak seindah yang dibayangkanku seperti yang lainnya, ya aku dan adikku adalah korban dari broken home.

Kalau biasanya seorang anak korban broken home kebanyakan diperebutkan hak asuhnya maka berbeda dengan kami, bahkan keduanya tak seperti menginginkan kami, akhirnya kami diasuh oleh orang tua mamakku. Kehidupan berjalan tanpa adanya kasih sayang orang tua, tapi bagi aku dan adikku itu bukanlah hal besar untuk di jadikan sebuah pengaduan kepada Tuhan.

Kami memang sudah tak mengenal arti sesungsungnya kasih sayang orangtua, arti sebenarnya kehangatan sebuah keluarga dan rasa aman dilindungi oleh orang tua. Kami tak berkesempatan untuk itu karena orang tua kami sudah sejak lama berpisah sebelum aku masuk taman kanak-kanak yang belum mengenal apa pun.

Saat kecil aku mungkin seperti yang lainnya bermain menghabiskan waktu, hingga tak terasa aku sudah semakin dewasa. Aku adalah anak sulung dua bersaudara, sejak dulu kami hidup bersama nenekku dan juga salah satu putri yang merupakan saudara mamakku. Ke mana mamak kami, dia pergi jauh ke negeri orang untuk mencari kehidupan lainya di sana, meski mamakku tak sepenuhnya mengingikan kami, tapi dia ke negeri orang juga berniat untuk mencari nafkah bagi kami berdua.

Lalu bapak kami memilih jalan hidup baru bersama orang lainnya, ya istri barunya. Semakin dewasa aku mulai mengerti lika-liku dalam hidupku, tapi aku belum mengerti adalah alasannya. Itulah yang selalu menjadi titik ukurku ketika aku merenung sendiri dan di kala kesedihan dan kerinduan itu datang. Hal pertama yang kuanggap tabu adalah ketika salah satu temanku mengungkapkan, "Kamu kan punya bapak. Minta saja ke bapakmu." Aku tertegun diam, bukan karena marah atau sedih tapi sesuatu yang lain ada di dalam pikiran dan hatiku bangkit mempertanyakan kembali kisahku pada diri sendiri. Ketika aku ditanya demikian jujur aku tak bisa menjawab, kalaupun aku bisa menjawab akan kujawab bagaimana, jika aku jawab tidak karena aku tak punya bapak, tentu aku punya, mengatakan ya lalu bapakku yang mana yang bisa kumintai tolong.

Seketika itu aku mulai bertanya terngiag-ngiang terus dalam benakku, mengapa aku harus seperti ini, dan mengapa hidupku tak seperti yang lainnya. Pertanyaan itu terus ada hingga saat ini di benakku, karena aku belum mengerti apa sebenarnya tujuanku hidupku ini. 

Aku mendapat masalah sejak aku mulai dewasa karna meninggikan watakku tersebut, ya tak hanya sekali bahkan bekali-kali. Awalnya adalah karena kemarahanku pada mamak yang menurutku mereka berlebihan ketika menasihatiku, dan memperbincangkanku di belakang bersama orang lain di luaran sana, aku kesal marah da kecewa karena apa. Karena aku merasa dipojokkan dari pembicaraan mereka, menjelekkanku kalau aku mungkin kecewa dan marah karna memikirkan pendapat orang lain nantinya terhadapku lupakan saja hal itu, sungguh aku tak begitu perduli tanggapan orang lain padaku.

Aku kecewa dan marah karena mamak telah menghancurkan kepercayaanku selama ini, dia yang kuberikan kepercayaan paling besar, nyatanya menohok diriku seperti itu. Aku mulai berpikir saat itu, mengapa aku harus menjadi pemenang dulu untuk bisa membuahi sel telur ibuku, dan mengapa aku harus terlahir di tengah keluarga tak harmonis sepeti ini?

Aku iri pada yang lain dan aku mulai berandai-andai kalau saja ibuku bersamaku mungkin tak semengecewakan dan sesakit ini yang aku alami. Mamak membicarakanku seolah aku adalah orang lain di hidupnya, seolah aku adalah parasit dan seolah aku hanya bisa menyusahkan saja baginya. Ya seperti itu aku menyimpulkan perkataan mamakku.

Marah dan Kecewa

Beberapa kali aku marah dengan mamakku, dan selama beberapa kali juga aku merasakan yang namanya kesedihan sebenarnya tak punya orang tua, merasa hidupku adalah sendiri di dunia ini tak ada yang benar-benar tulus menyayangi dan mengasihi, bukan dari dulu aku merasakan akibat tak adanya orang tua, tapi setelah aku sedang bersedih. Aku menangis tapi apa artinya itu bagi mamak, tidak ada hanya sebuah kesedihan biasa yang dirasakan anak anak, mungkin itulah yang ada di pikiran mamak.

Sakit yang sebenarnya yang kurasa ialah bukan karena kekerasan fisik, namun sakit yang diakibatkan perkataan mamak telah menusuk ke dalam jiwaku, sehingga sakitnya akan terus teringat detailnya. Ketika aku sudah mulai dewasa lagi aku pikir mamak akan lebih menghargaiku lagi, namun pada kenyataannya tidak, aku merasa yang semua kulakukan adalah kesalahan sehingga aku sempat berpikir indahnya hidup sendiri jauh dari sini, kabur diam-diam bukanlah tipeku aku rasa itu adalah yang paling pengecut yang pernah ada jika aku melakukannya. Pergi dari rumah dengan tanpa keributan adalah sasaranku.

Bersitengang dengan mamak rupaya bukan hal mudah dijalani, sehingga akan banyak kata sanjungan penyakit hati yang datang ketika proses itu tengah terjadi. Aku mencari pelarian alasan kerja di luar daerah, aku berhasil menemukannya namun kesedihan lainnya muncul kala itu. Sehingga pada akhirnya aku kembali ke rumah mamak lagi, percaya atau tidak aku pernah mengutuk rumah mamakku dalam hati, namun kini aku menyesali telah mengatakan hal semacam itu.

Aku kembali ke rumah mamak, dengan kesedihan yang lumayan melegakan dan aku kembali dengan sambutan baik oleh mamak. Aku belajar banyak hal dari masalah yang pernah terjadi ini, bahwa aku terlalu egois dan pemarah sehingga melupakan kebaikan mamak selama ini yang sudi merawatku ketika orang tuaku sendiri tak menginginkanku.

Aku mulai berniat ingin memperbaiki diri dari watakku ini, bersabar dan tentunya lebih memahami sebenarnya keinginan mamak bagi hidupku nantinya. Lama berangkat dari masalah itu, yang menurutku hal terberat yang pernah ku alami dalam hidup ini, tentu tak seru jika hidupku mulus datar saja. Kadang ada kerikil-kerikil kecil menyertai kehidupanku menuju masa depan, tapi masalah yang kualami tentu tak seberat saat itu, aku jelas menghindariya untuk rasa aman, karena aku mulai sadar aku tak punya siapa pun yang peduli padaku, kalau bukan mamakku siapa lagi yang akan mengayomiku?

Hidup tanpa orang tua memang harus serba bersabar. Apa pun perkataan orang kepadaku aku harus mampu menahannya, segala sisi punya daya redup dan terangnya tersendiri begitu pun dengan hidupku. Aku cukup bahagia tapi bukan karena kebahagiaan bersama orang tua, aku tercukupi bukan berarti semua akan baik-baik saja, tapi aku selalu bersyukur atas semua ini karena aku orang beruntung bisa merasakannya.

Tuhan memang belum menunjukkan arti sejati kebahagiaan keluarga di hidupku, namun kebahagianku di dapat dari sisi lain yang tak pernah dilalui orang lain. Hidup memang tak selamanya seperti yang aku inginkan tapi setidaknya aku bisa hidup dengan terus mengupayakan kebahagiaan dalam hidupku ini dalam setiap kesempatan yang ada.

Mungkin aku tidak punya cerita tentang orangtuaku seperti teman-temanku yang lainnya, tapi aku punya cerita kebahagiaan lain yang bisa kubagi. Meski aku tahu jalanku berbeda namun aku akan turut berbahagia untuk kebahagian kelurga lainnya. Percayalah aku selalu ingin seperti anak pada keluarga lainnya yang mendapat kasih sayang orang tua, tapi apa dayaku ini, jalanku seperti ini yang harus kulewati, mungkin Tuhan akan memberiku kebahagian lain dari hal yang berbeda dari kebanyakan, aku selalu berpegang teguh pada kuasa Tuhan dalam hidupku.

#ChangeMaker

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading