Sukses

Entertainment

Di Balik Sukses Laki-Laki Ada Perempuan Hebat. Tapi, Perempuan Hebat Seperti Apa?

Next

 

Valerie Trierweiler

Keberadaan First Lady atau Ibu Negara untuk seorang presiden, sama pentingnya dengan kehadiran sang presiden saat akan melakukan serah terima jabatan dari posisi presiden terdahulu. Semodern apapun negaranya, posisi perempuan pendamping tetap dinanti karena masih sangat umum dianggap perempuan dan laki-laki diciptakan berpasang-pasangan. Respon penerimaan publik akan seorang figur baru dalam pemerintahan pun, dinilai dari bagaimana First Lady itu diterima. Namun, diperlukan satu cara berpikir yang harus diubah melihat bagaimana kini seorang politikus, presiden, atau menteri yang sebenarnya didampingi oleh perempuan dengan pencapaian karier yang nggak kalahnya sukses dengan suaminya.

Lihat saja sosok Francois Hollande. Presiden Prancis yang baru terpilih pada 6 Mei lalu mengalahkan Nicolas Sarkozy itu, mencatatkan sejarah baru dengan menggandeng “First Lady” pilihannya, Valerie Trierweiler, yang notabene baru menjadi partner hidupnya dan belum dinikahi secara resmi. Namun, bukan soal sudah menikah atau belum yang perlu ditilik dari sosok Trierweiler, melainkan siapa dia sebelum digandeng Hollande. Trierweiler adalah jurnalis senior di majalah mingguan terkemuka, “Paris Match”, dengan jejak karier yang fantastis selama kurang lebih dua dekade mengupas dan mewawancarai tokoh politik.

Kedekatannya dengan Hollande pun nggak lantas membuatnya tenggelam, karena sampai kini ia masih aktif menulis isu kebudayaan terkini di majalah tersebut. Kepandaiannya tentu nggak akan sia-sia di belakang kebesaran nama Hollande pasangan hidupnya, karena justru pemberitaan tentang Hollande sebagai presiden Prancis terbaru, terlihat lebih menarik bila menyangkutpautkan dirinya. Ia pun nggak akan berhenti untuk bergerak sebagai jurnalis, karena itu adalah dunia yang sudah dijalaninya jauh sebelum adanya sorotan media tentang dirinya sebagai “First Lady”.

Next

 

Anne Sinclair

Selain Trierweiler, sosok perempuan yang nggak lantas hanyut dalam nama besar pasangannya adalah Maria Shriver. Tanpa pemberitaan santer tentang keruntuhan rumah tangganya dengan mantan Gubernur California tahun 2003/aktor Hollywood, Arnold Schwarzenegger, pada tahun lalu, Shriver tetaplah sosok figur sentral dalam mendampingi suaminya. Ia adalah keponakan dari mantan presiden John F. Kennedy dan tumbuh besar dalam lingkungan berdukasi baik. Kariernya sebagai penulis 6 buku laris dan jurnalis senior di jaringan televisi NBC, membuatnya nggak susah untuk menempatkan diri sebagai figur perempuan pendamping yang sukses dan terpandang. Tanpa embel-embel Schwarzenegger pun, Shriver sudah terlebih dulu mengecap kesuksesan dan kegemilangan karier.

Keberadaan perempuan hebat tanpa harus didahului istilah “di belakang laki-laki hebat”, juga dilakoni oleh Anne Sinclair, istri dari mantan Managing Director IMF, Dominique Strauss-Kahn. Kariernya sebagai jurnalis untuk acara politik televisi terkenal di Prancis sejak tahun 1984 hingga 1997, nggak seketika membuatnya hanya sekadar dari “ibu menteri biasa”. Terbiasa menelaah dan mengamati kasus politik untuk diangkatnya menjadi sebuah berita, Sinclair tampil sebagai istri yang memberikan jawaban tenang dan tegas saat suaminya tersangkut kasus pelecehan seksual hingga membuat jabatannya sebagai orang penting di IMF harus dilepaskan. Tahu posisinya kini telah berbalik, dari yang mengamati menjadi yang diamati, baginya pemberitaan apapun tentang suaminya adalah layaknya pemberitaan lain yang menjadi motor penggerak sebuah media. Tak ada yang perlu dirisaukan dan nggak perlu juga untuk habis-habisan dikonfirmasi.

Next

 

Brooke Shields

Di negeri sendiri, Marcella Zalianty pernah berujar bahwa perempuan nggak harus berada di belakang atau di depan laki-laki, tapi harus sejajar, karena keseimbangan hidup akan bisa tercipta kalau perempuan dan laki-laki nggak meributkan hierarki. Marcella tetaplah seorang istri yang menganggap suaminya sebagai kepala keluarga, namun kalau perempuan baru bisa diakui hebat ketika harus didahului dengan kesuksesan seorang laki-laki, itu nggak sepenuhnya benar.

Winda Malika Siregar, putri dari mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda S. Goeltom/pengusaha, juga menekankan bahwa perempuan nggak usah terlalu feminis dengan mempermasalahkan berbagai hal dasar yang sudah menjadi kodrat perempuan, seperti menjadi istri dan melahirkan. Namun ketika tiba waktunya untuk sukses, perempuan bisa menjadi apa saja, kapan saja, dan dimana saja dengan kemampuannya untuk melakukan banyak hal dalam waktu bersamaan. Nilai itu diteladaninya dari sosok ibunya sendiri yang berkarier bagus sejak ia kecil tanpa harus bergantung pada siapa pendampingnya, tapi tetap dalam koridor yang benar, yaitu istri tetap menjadi tiang penyangga sebuah keluarga, dan itulah yang dilakoninya sekarang, yaitu menjadi full time mother dan devoted wife tapi tetap mengejar kesuksesan di bidang bisnis yang ia bangun bersama teman-temannya.

Berkaca dari banyak perempuan hebat di atas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa jargon “di belakang laki-laki sukses berdiri seorang perempuan hebat”, bukanlah pepatah yang bisa kita percayai lagi sepenuhnya. Perempuan dengan kegigihan dan keberaniaannya bertindak dan berkarier, justru memosisikan jabatan sang suami atau partner hidupnya sebagai pelengkap. Trierweiler, Shriver, Sinclair, Marcella, hingga Winda, nggak lantas berhenti begitu saja saat mendampingi seorang laki-laki “hebat”, karena tanpa pengakuan pun mereka sudah berjalan di jalur karier dan kesuksesan mereka sendiri. Nggak selamanya seorang perempuan harus iembel-embeli dengan nama belakang suami untuk mendapatkan pengakuan sukses.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading