Sukses

Entertainment

Hutan Kalimantan: Mencetak Uang, Mendepak Orangutan

Next

Foto-foto hasil reportasenya itu pun mulai dipamerkan di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Pasar Baru, bersamaan dengan peluncuran buku “Orangutan: Rhyme & Blues” dan charity concert “Blues 4 Freedom” yang menampilkan Navicula dan Blues Libre, juga Dave Syauta, Kusni Kasdut, dan Skanking Circle awal Oktober lalu. Kelompok grunge dari Bali, Navicula, mengusung penyelamatan primata ini sebagai simbol pelestarian hutan belantara. Begitu pula dengan Blues Libre, Dave Syauta, Kusni Kasdut & Skanking Circle yang menceritakan keprihatinan lewat musik. Pameran foto sendiri berlangsung hingga 21 Oktober, dan akan kembali dipamerkan 9 November–2 Desember mendatang di House of Sampoerna, Surabaya.

Next

“Orangutan: Rhyme & Blues” diadakan sebagai wujud kampanye penyelamatan primata yang sudah hampir punah ini, juga merupakan simbol penyelamatan hutan, tempat tinggal mereka yang beralih fungsi jadi “mesin pencetak uang”. Pihak tertentu diuntungkan, sementara lingkungan rusak dan habitat orangutan kian terancam.

Next

Akhir Agustus lalu, orangutan terbakar hidup-hidup saat warga Kampung Parit Wadongkak, Desa Wajok Hilir, Potianak, yang merasa resah berusaha mengusirnya dari pohon kelapa tempatnya bersarang dengan asap yang tak sengaja ikut membakar pohon hingga menyebabkan orangutan itu mati walau berbagai upaya penyelamatan sudah dilakukan. Sementara masuknya orangutan ke kampung tak lain karena habitatnya sendiri terusik.

Next

Kasus ini pun begitu ramai dibicarakan. Padahal, tahun-tahun sebelumnya pembunuhan orangutan marak dilakukan di Kalimantan Tengah dan Timur, namun seolah tak memiliki gaung. Kasus pembantaian puluhan orangutan Kalimantan di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kutai, Kalimantan Timur kurun waktu 2009–2010 terungkap setelah ditemukannya tulang-tulang orangutan. Setelah diteliti, memang terbukti mereka mengalami penyiksaan sebelum akhirnya tewas.

Next

Tahun lalu, hasil survei dengan metode wawancara terhadap 6983 warga dari 687 desa di tiga provinsi Kalimantan yang dilakukan oleh The Nature Conservacy dan 19 organisasi lain seperti WWF, Persatuan Pengamat, dan Pakar Primata Indonesia begitu mengejutkan: setidaknya 750 ekor orangutan dibunuh dalam setahun. Padahal, Indonesia dikenal sebagai “rumah” terbesar di dunia bagi orangutan. Ironis.

Next

Untuk melindungi populasi orangutan, satu-satunya jalan adalah tidak mengubah habitat mereka menjadi “ladang” industri. Ironisnya, seperti yang kita tahu, perusahaan-perusahaan besar di Kalimantan justru membayar para pekerja untuk membunuh orangutan dan monyet bekantan menggunakan senapan, kayu, maupun tombak. Dalihnya, pembasmian hama!

Next

Karena itu Fimelova, bantu selamatkan orangutan, selamatkan hutan, karena akhirnya semua pun berdampak positif bagi kehidupan kita. Perubahan iklim yang terjadi selama ribuan tahun bisa jadi lebih cepat saat hutan sirna. Hal ini bisa menyebabkan binatang-binatang kehilangan tempat tinggal maupun mati sia-sia. Akan makin banyak binatang mengungsi ke lingkungan tempat tinggal warga, meresahkan, kemudian dibunuh. Yang menjelang punah, bisa jadi benar-benar punah dalam waktu singkat akibat sikap masa bodoh kita terhadap lingkungan hidup. Sudah begitu, bencana alam pun tak lepas mengancam saat hutan yang begitu besar dulunya itu makin terkikis, menuju kesirnaan. Ayo, mulai peduli.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading