Pengalaman Dian Paramita Ikut Lari Marathon, Ternyata Bukan Cuma Soal Menang

[Bintang] Dian Sastrowardoyo — Dian Paramita di preskon Samsung Asian Games 2018 Torch Bearer. (Adrian Putra/Bintang.com)

Fimela.com, Jakarta Kecintaan Dian Paramita pada olahraga lari kiranya sudah jadi rahasia umum. Di banyak kesempatan, perempuan 36 tahun ini terlihat berusaha aktif dan meng-upgrade pengalamannya di cabang olahraga yang dicintai.

Seperti belum lama ini, Dian kedapatan jadi satu dari sekian banyak partisipan marathon 42kilometer di Berlin, Jerman. Berhasil finis, istri dari Maulana Indraguna Sutowo ini menceritakan pengalamannya.

Lewat sebuah unggahan di akun Instagram-nya, Dian mengungkap, lari kali ini memberikan pelajaran yang jauh melampaui semata menang. Pola dari marathon, menurutnya, bisa dijadikan cerminan di kehidupan sehari-hari.

[Bintang] Dian Paramita — Dian Paramita mengikuti marathon 42 kilometer di Berlin, Jerman. (Instagram/therealdisastr)

"Saya belajar banyak dari pengalaman ini. Saya belajar bahwa hidup itu adalah sebuah marathon, bukan sprint. Perlu planning, perlu jelas tujuannya, perlu manajemen energi, perlu kesadaran penuh atas bagaimana kondisi diri sendiri di setiap saat, dan kesadaran penuh atas di mana posisi diri kita setiap saat," tulisnya.

"Hanya dengan cara itulah, perlahan pada pace-mu sendiri. Tapi, pasti sesuai rencana. Rencanamu sendiri. Kamu lari bukan karena ingin lebih dulu dari orang di sebelah kamu, bukan untuk jadi yang paling depan. Tapi, simply untuk menyelesaikan apa yang sudah dimulai dan diniatkan dengan baik," sambung Dian Paramita.

Mengintip gaya Dian Sastro memang selalu menarik untuk dibahas.

Rasa Syukur Dian Paramita Selesaikan Marathon 42kilometer

Setelah melakukan persiapan sejak awal tahun, Dian Paramita bersyukur bisa finis di marathon 42kilometer. "Apabila lari full marathon adalah sebuah analogi miniatur dari kehidupan, maka saya benar-benar bersyukur saya bisa diperbolehkan ikut dan berhasil menyelesaikan marathon ini," ungkap Dian.

"Karena saya jadi benar-benar belajar dari pengalaman ini. Jauh dari sekedar medali dan rasa bangga yang bisa didapatkan. Tapi pelajaran, kontemplasi, dan banyak lagi yang mungkin nggak cukup untuk dirangkum dalam beberapa kalimat. Terima kasi, terima kasih, terima kasih," tutupnya.