BEAUTY INSIDER: Martha Tilaar, Sukses Jadi Pionir Berkat "Bakul Jamu"

Fimela Editor diperbarui 27 Jul 2012, 07:00 WIB
Perempuan itu harus pintar menjaga kecantikanBesar dari dunia kecantikan dan memulainya dengan berbisnis salon, Martha dengan yakin mengatakan bahwa dia yang memulai perkembangan salon di Jakarta. Menurutnya, perempuan yang suka berlama-lama di salon belum tentu kurang pintar, karena kekuatan perempuan selain dari isi kepala dan pendidikan, juga datang dari kecantikan lahiriah. Bisnis salon itu pun ia lepas kepada  orang yang ia percaya. Selain untuk alasan regenerasi, ia ingin membuat inovasi lain lagi namun tetap di dunia kecantikan dan dari kekayaan alam Indonesia. “Saya bisa besar di dunia ini karena berani berinovasi dan terus belajar. Jadi, saya harus bisa melepaskan satu bisnis yang sudah bisa saya tinggal untuk lanjut ke bisnis lainnya,” kiatnya. Langkah selanjutnya yang Martha jalankan adalah bisnis kosmetika yang menonjolkan kecantikan alami perempuan Indonesia dan belum pernah ada yang melakukannya.
Cantik itu harus diusahakan Martha percaya sekali dengan unsur holistik untuk menunjang kecantikan seseorang. Bgainya, kecantikan fisik tanpa aura yang positif adalah sia-sia. Namun, walau menganut paham seperti itu, Martha mengatakan bahwa perempuan harus bisa mencintai setiap bagian tubuhnya yang diberikan Tuhan. Cara untuk mencintainya adalah dengan berusaha merawat dan menjaganya agar terlihat menarik. Itulah yang menjadi alasannya di usianya sekarang ke-75 tahun, tak pernah alpa untuk creambath seminggu sekali, facial rutin, membersihkan makeup dengan seksama sebelum tidur, minum jamu, dan merawat rambutnya dengan sari cemceman. Itu semua dilakukan juga karena menjadi bagian tanggung jawabnya sebagai pengusaha bisnis kecantikan alami. “Orang tidak akan berempati kalau saya mempromosikan kecantikan alami tapi saya nggak menjaga kecantikan atau mengambil jalan singkat dengan suntikan. Kita harus konsisten dan berkomitmen dengan apa yang kita bicarakan pada banyak orang,” tegasnya.
Berjualan kosmetik bukan berarti mengonstruksi kecantikan Dunia kosmetik dengan segala promosi dan strategi pemasarannya, seriang dianggap sebagai bagian dari propaganda untuk mengonstruksi kecantikan perempuan. Bisnis makeup sering dicurigai sebagai usaha untuk membuat perempuan merasa insecure dengan kecantikan alami yang mereka punya. Menanggapi hal ini, Martha nggak memungkiri bahwa untuk bisa sukses di dunia kecantikan, kosmetik terutama, memang membutuhkan promosi besar-besaran. “Membesarkan kosmetik yang asli dari Indonesia sungguh sulit, karena kiblat kita sudah terlanjur terarah pada negara Eropa sebagai produsen kosmetika bermerk. Visi saya untuk mempercantik perempuan Asia sesuai dengan karakter kulit mereka. Itu yang menjadi pembeda kosmetik saya dengan yang lainnya,” jelasnya.
Local WisdomMemiliki satu grup bisnis di bawah naungan Martha Tilaar Group, Martha menganut prinsip bunga teratai yang bisa hidup di mana saja. Artinya, untuk bisa sukses dan bertahan, harus pintar menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. “Apalagi menjadi seorang perempuan, kita harus selalu bisa tegar dalam suka dan duka, jangan lemah,” serunya. Ini bukan sekadar pepatah yang diingat di dalam kepalanya, karena kami melihat banyak bunga teratai di tiap sudut rumahnya. Ia juga meniru local wisdom dari ayahnya dulu, yaitu gotong royong ketika ia dulu akan mendirikan salon kecantikan. Kini, setelah memiliki satu bisnis dengan banyak unit dan divisi, ia membaginya secara adil ke anak, saudara, menantunya, karena berpedoman bahwa suatu usaha bisa besar bila didukung oleh lingkaran terdekat, dalam hal ini adalah saudara dan keluarga sendiri.
Cantik lahir dan batin Merintis dunia kosmetika dengan mengolah kekayaan alam, di masa awal Martha mengaku mendapat cibiran kalau bisnisnya dirinitis dengan bantuan mistis. Ia memang masih sangat kental menganut tradisi Jawa, namun ia adalah mantan guru yang senang belajar dan punya cara berpikir yang naju layaknya perempuan Eropa. Itu sebabnya, ia masih menganggap bahwa bisnis yang dijalankannya dan memberi lowongan pekerjaan untuk 5000 orang, adalah sebuah perusahaan yang masih berskala kecil. “Apalah artinya bisnis saya dibandingkan manufaktur dari Belanda atau Amerika. Makanya, saya nggak hanya menekankan di berapa banyaknya saya bisa beriklan dan berpromosi untuk mendapatkan keuntunga. Saya harus bisa independen, nggak bisa menggantungkan nasib hanya pada satu faktor ,” ujarnya. Inilah yang menjadi dasarnya untuk mendirikan kelas kecantikan dan Kampung Djamoe Organik, yaitu mempercantik diri dengan cara berbagi dan membekali orang lain dengan pengetahuan. “Kita sebenarnya kaya, tapi nggak pandai mengolah dan memanfaatkannya. Dengan saling membagi ilmu, kita bisa besar,” katanya optimis.