Perjuangan Hidup Stephen Hawking yang Lumpuh Lebih dari Setengah Abad

Lanny Kusuma diperbarui 15 Mar 2018, 08:32 WIB

Fimela.com, Jakarta Kabar duka atas kepergian Stephen Hawking pada 13 Maret 2018 telah menyisakan duka mendalam bagi masyarakat dunia. Sosoknya yang luar biasa pun menjadikan dirinya sebagai ilmuan yang tak akan terlupakan.

Ya, Stephen Hawking telah menjalani kehidupan yang tak biasa, di mana pada usia 21 tahun ia didiagnosis menderita amyotrophic lateral sclerosis (ALS). Diprediksi tak akan bertahan hidup lama, nyatanya pria kelahiran 8 Januari 1942 ini bisa berjuang dan bertahan hidup hingga lebih dari setengah abad.

Stephen Hawking meninggal dunia diusia 76 tahun. (Justin TALLIS / AFP)

Seperti keajaiban, tak ada yang mengira jika dirinya akan bisa bertahan selama itu. Memiliki kekurangan fisik, Stephen Hawking pun tak patah semangat, terlebih saat ia harus mendapatkan tindakan tracheotomy darurat yang menyebabkan kerusakan permanen pada laring dan pita suaranya karena pneumonia.

Kerusakan yang membuatnya tak bisa bicara itu pun tak meruntuhkan semangatnya untuk terus berpikir. Lewat bantuan synthesizer elektrik yang dioperasikan melalui keyboard dan disesuaikan dengan kursi rodanya, Hawking pun mampu berkomunikasi dengan baik.

Semangat hidupnya memang membuat siapapun merasa bangga padanya. Apalagi, di tengah keterbatasannya itu, ia masih melakukan banyak hal yang berpengaruh untuk orang banyak. Salah satunya, ia meluncurkan buku berjudul "George's Secret Key to the Universe," buku seri pertama yang ditujukan untuk membantu anak-anak memahami alam semesta, yang Stephen Hawking tulis bersama anaknya, Lucy.

2 dari 2 halaman

Masa Sulit Hidup Stephen Hawking

Ilmuwan terkemuka Stephen Hawking saat di kantornya di The Centre for Mathematical Sciences, University of Cambridge, London, Inggris, 14 Desember 2011. Hawking meninggal dunia pada hari ini, Rabu (14/3/2018). (AFP PHOTO/LONDON SCIENCE MUSEUM/SARAH LEE)

Di balik kesuksesannya, Stephen Hawking juga pernah mengalami masa sulit. Di masa sekolah, saat ia menimba ilmu di St. Albans School ia memiliki nilai akademik yang rendah, bahkan mengalami kesulitan membaca hingga usia delapan tahun.

Selain itu, ia pun sempat tak merasa bahagia dan terisolasi saat di Oxford. Sampai akhirnya ia setelah bergabung dengan tim dayung yang begitu diperhitungkan di Oxford, ia kemudian menjadi bersemangat dan begitu populer.