6 Isu Dunia Yang (Diharapkan) Selesai di Tahun 2013

Fimela Editor diperbarui 25 Des 2012, 11:00 WIB
Middle-East Crisis  Berawal dari perebutan teritorial, memakan jutaan nyawa tak bersalah. Kurangnya kepercayaan rakyat kepada pemimpin yang otoriter, timbulkan pemberontakan yang rugikan kesejahteraan bangsa. Tunisia, Mesir, Arab Saudi, Libya, Syria—dan tak terkecuali Israel dan Palestina—adalah negara-negara Timur-Tengah yang sampai sekarang tak lepas dari konflik pemerintahan sampai perang saudara yang tak kunjung usai. Permasalahan yang ada di negara-negara Timur Tengah sudah dimulai sejak puluhan tahun lalu. But still, we have to believe that world peace is inevitable. Sepertinya formula yang tepat untuk membereskan konflik yang ada hanya bisa dilakukan jika masing-masing pihak berhenti melihat pada kepentingan masing-masing dan mulai menoleh kepada kedamaian dunia bersama. Setuju?
Air Bersih dan Sanitasi  Percaya tidak kalau masih ada hampir 3 miliar manusia di dunia yang belum bisa mendapatkan akses air bersih yang layak untuk mereka sekedar membersihkan diri? Tambah lagi, sekitar 884 juta lainnya belum bisa minum dari air yang bersih. Karena fakta-fakta inilah, isu mengenai keberlangsungan lingkungan, ikut masuk ke dalam salah satu target MDGs dari PBB. Program ini berusaha mengurangi angka populasi manusia yang tidak dapat mengakses air bersih untuk minum dan sanitasi. Kegiatan seperti pemasangan sistem sanitasi di Brazil dan Sri Lanka merupakan satu dari banyaknya program lain yang dilakukan oleh PBB. What can we do? Menggunakan sumber daya alam secara bijaksana ternyata sama saja dengan ikut membantu mengurangi kemungkinan eksploitasi sumber daya alam secara berlebih yang sebenarnya bisa digunakan untuk pemanfaatan yang lain.
Hak-Hak Politik Penyandang Disablitas di Negara ASEAN  Dari dunia, kita jangkau scope yang lebih kecil, yaitu Asia Tenggara. Sudah sejak tahun 2011 lalu di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-19 ASEAN di Bali, rancangan undang-undang mengenai hak penyandang disabilitas dicanangkan. Usulan kesepakatan tersebut sebenarkan merupakan inisiatif Indonesia, namun belum adanya ratifikasi dari Indonesia menjadi undang-undang. Draft undang-undang tersebut salah satunya menyebutkan bahwa perlu adanya peningkatan peran dan partisipasi penyandang disabilitas, serta perlindangan bagi hak-hak mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Hak-hak tersebut meliputi penggunaan informasi serta akses pada lingkungan, transportasi dan dalam situasi bencana yang didasarkan pada kesamaan hak. Sejauh ini, di ASEAN baru Laos dan Filipina saja yang sudah meratifikasi draft undang-undang tersebut.
Kemacetan di Jakarta  Sumpah serampah akibat terjebak macet sudah menjadi makanan sehari-hari. Kemacetan di Jakarta memang sudah dalam tingkatan yang tidak wajar. Dulu, kita masih bisa memprediksi kapan biasanya Jakarta dipadati oleh kendaraan—pagi hari saat warga mulai beraktivitas atau sore ketika jam pulang kantor. Tapi sepertinya sekarang jadwal itu sudah tidak berlaku. Bayangkan apa yang akan terjadi ketika pertumbuhan pengguna kendaraan melebihi kapasitas jalanan yang dimiliki ibukota? Banyak yang memprediksi di tahun 2014, kemacetan di Jakarta akan semakin parah. Itulah mengapa dengan terpilihnya Gubernur DKI Jakarta yang baru, Joko Widodo, kita bisa sama-sama berharap adanya inovasi proyek baru yang dapat menuntaskan masalah ini. “Sebenarnya salah satu cara yang tepat itu bisa dengan membereskan sistem transportasi yang sudah ada (metromini, kopaja, angkot, dll) dan juga penegakan hukumnya; ketimbang bikin model transportasi baru,” saran Rifat (27, Karyawan Swasta) ketika ditanya mengenai kemacetan di Jakarta. Semoga tahun 2013, kita bisa menikmati sistem transportasi yang bikin kita bebas dari kemacetan.
Industri Perfilman Indonesia  Bukan tanpa usaha yang panjang sampai akhirnya film-film lokal memiliki hubungan yang baik dengan penonton Indonesia. Antusiasme para penikmat film lokal sudah meningkat. Pencapaian ini tampaknya bisa lebih tinggi lagi jika didukung oleh pemerintah. Tidak seperti perfilman negara-negara lain yang sukses dalam perfilmannya, seperti Korea Selatan, dukungan pemerintah untuk perfilman Indonesia sangat minim. Insan film Indonesia tidak didanai oleh pemerintah Indonesia untuk mempromosikan film-film seni, atau memodali para sutradara untuk mengawali karyanya lewat film. Intinya tidak ada kebijakan yang terkonsep baik untuk memajukan industri film. Terlebih lagi, pemerintah menerbitkan undang-udang film baru yang lebih banyak mengatur produksi film bagi sineas lokal, sehingga sulit membuat film yang berkualitas. Pada akhirnya, para pembuat film banyak mengandalkan kerjasama sponsorship atau bahkan menepikan idealisme mereka sehingga membuat film tidak mengutamakan kualitas, tapi lebih kepada kuantitas penonton agar dapat mengembalikan cost-production mereka. Kita berharap saja dukungan pemerintah untuk industri kreatif semakin kuat, sehingga kita bisa benar-benar bangga dengan hasil karya anak bangsa.