Walau Sibuk dan Lelah Bekerja, Papa Selalu Merawatku Dan Menjagaku

Fimela diperbarui 30 Nov 2015, 16:45 WIB

Sebuah kisah nyata yang ditulis oleh seorang wanita yang begitu sayang dan sangat berterima kasih kepada sang papa. Wanita ini ingat betul bagaimana saat ia kecil sang papa dengan tulus merawatnya, menjaganya dan selalu berusaha membuatnya bahagia. Meski saat itu sang papa sangat lelah, sibuk dan banyak pekerjaan, papa selalu mengurus semua kebutuhannya di malam hari bergantian dengan sang mama. Dari semua pria yang ada di dunia, sang papa adalah cinta pertama bagi wanita ini. Bagaimana kisahnya? Berikut kisahnya.



***



The first true love any girl has, is her father.

Pernah dengar quotes itu? Aku sih pernah, dan secara pribadi setuju. Kenapa? Karena ayahku adalah cinta pertamaku. Ya, cinta pertamaku adalah ayah. Ayah yang biasa kupanggil papa. Papa sama aku berbeda 32 tahun. Aku adalah anak satu-satunya alias anak tunggal.

Baiklah, mari kuceritakan sedikit kenapa papa itu cinta pertamaku. Waktu kecil, aku itu anak yang super cengeng. Kerjaannya bangun, makan, nangis, makan, tidur, ke toilet, nangis lagi. Mmm, gitu terus sampai kopi yang semula pahit mungkin bisa jadi manis. Dan aku, juga cuma bisa ‘nempel’ sama orang yang aku sudah kenal. Sebutannya kalau nggak salah adalah ‘kolokan’. Entah apa itu kolokan, sampai saat ini aku juga masih bingung kenapa bisa disebut sebagai kolokan.

Papaku adalah seorang pekerja kantoran. Ia adalah tipe-tipe pekerja yang masuk jam sembilan pagi pulang jam lima sore lewat. Tapi papa, lewatnya banyak. Dari pagi, mamalah yang mengurus aku. Dan saat tiba jam malam, merawatku menjadi shift papa. Papa merawatku di malam hari mulai dari ganti popok atau kasih susu saat tiba-tiba aku menangis di tengah malam.

Ketika aku tumbuh mulai besar, papa juga yang mengajariku baca. Agar aku rajin belajar, dulu aku dibeliin mainan pancing-pancingan. Tapi bukan alat pancing untuk memancing ikan. Melainkan, memancing huruf abjad. Aku disuruh mancing abjad satu persatu sampai aku bisa tulis namaku sendiri, yaitu Annisa.



Namanya juga bapak-bapak, kalau ngurus anak pasti metodenya aneh-aneh. Papa pernah taruh aku di laci lemari plastik, terus diangkat-angkat. Kalau dipikir-pikir lagi sih cukup aneh, tapi tetap seru buatku. Kalau diingat-ingat sekarang, rasanya lucu dan bikin kangen.

Lanjut lagi, aku semakin tumbuh besar dan saatnya untukku mulai belajar sepeda. Papa juga yang mengajariku. Aku mulai belajar dengan sepeda roda empat, lalu rodanya dicopot satu dan jadi roda tiga. Setelah roda tiga sukses, aku pun belajar naik sepeda roda dua. Papa sabar banget mengajariku. Dari dulu, aku anaknya penuh perhitungan banget dan selalu takut jatuh. Jadi, belajar naik sepeda roda dua rasanya seperti lagunya Tulus, 1000 Tahun Lamanya. Bagiku, belajar sepeda hingga bisa menjadi moment yang sangat lama. Ya, sangat lama.

Masuk SD, gigi susuku mulai copot. Untuk mencopot satu gigi yang sudah goyang butuh perjuangan luar biasa. Balik lagi, itu karena aku anak yang cengeng dan penuh perhitungan. Setelah gigiku berhasil copot, papa tidak pernah membohongiku dengan mengatakan "nanti peri gigi bakal datang terus menukar gigimu sama hadiah." Papa cuma bilang "bentar lagi tumbuh ya." Aku berpikir papa mengatakan itu antara mau hemat tidak mau membelikanku hadiah atau benar-benar gak mau bohongin anaknya. Tapi, aku rasa itu karena Papa memang gak mau bohong. Papa adalah orang yang jujur. Papa juga orang yang sangat baik dan santun.

Aku sama papa memang tidak terlalu sering bertemu. Papa selalu pulang malam karena pekerjaannya, dan aku sudah tidur saat papa pulang. Tapi aku tahu papa sayang banget sama aku. Aku pun juga sayang banget sama papa. Papa tidak pernah memaksakan kehendaknya kepadaku atau over protektif terhadapku. Mungkin itu karena mengingat aku adalah anak tunggal. Papa memberiku kebebasan atas apa yang kusuka.  

Ladies, itu adalah sekilas kisahku saat aku masih kecil. Balik ke pertanyaan awal, kenapa papa itu cinta pertamaku? Ya jelas, mana ada laki-laki yang mau ngasih seluruh hidupnya asal aku bahagia? Yang sayang setengah mati sama aku? Gak ada. Cuma papa yang bisa.

Hari Ibu mungkin adalah suatu hari yang sangat umum di mata dunia, tapi bagaimana dengan Hari Ayah? Hanya segelintir orang saja yang tahu. Padahal, menurutku, kedua hari itu pantas untuk dirayakan. Tidak perlu meriah, cukup dengan bersama kedua orang tua dan menghabiskan waktu bersama. Kita harus ingat, bukan karena ibu saja seorang anak itu ada, namun karena adanya ayah pula.

Untuk para ayah di seluruh dunia, tetaplah menjadi ayah yang baik untuk anak-anak kalian. Dan untuk papa, selamat Hari Ayah. Papa adalah ayah terbaik di seluruh dunia ini. Papa adalah segala-galanya bagiku.



***



Kisah nyata ini dikirim oleh Andi Annisa untuk mengikuti Lomba Menulis Vemale.com Kisahku dan Ayah. Kamu juga bisa mengirimkan kisah tentang ayah dan berkesempatan memenangkan hadiah spesial dari kami berupa batik Negarawan lho Ladies. Tunggu apa lagi, segera kirim tulisanmu sebelum terlambat ya. ^___^

 

(vem/mim)
What's On Fimela