Kamu Wajib Tahu, Ini 7 Hak Pekerja Perempuan Yang Diatur Undang-Undang

Fimela diperbarui 03 Agu 2017, 10:39 WIB

Ladies, sudah berapa lamakah kamu bekerja? Selama bekerja, apakah kamu mengetahui hal-hal yang menjadi hakmu sebagai pekerja?

Banyak perusahaan yang tidak mengkomunikasikan hak-hak yang sebetulnya dimiliki oleh para pekerja perempuan. Pengalaman dari para sahabat Vemale, ketidaktahuan soal hak-hak pekerja perempuan ini sedikit banyak membuat para pekerja merasa terdiskriminasi. Kenyataannya, perempuan punya kebutuhan yang berbeda dengan laki-laki terutama untuk hal-hal yang menyangkut kodrat, seperti haid, hamil dan melahirkan.

Lalu, hak-hak apa sih yang dimiliki oleh para pekerja perempuan di Indonesia?

Cuti haid

Cuti haid diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 pasal 81. Bagi pekerja perempuan yang sedang menstruasi, diizinkan untuk tidak bekerja pada hari pertama dan kedua. Tentunya cuti ini diberikan dengan melampirkan surat dokter.

Cuti hamil dan melahirkan

Bagi pekerja perempuan yang hamil, diberikan waktu cuti selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan. Hal ini diatur dalam UU no. 13 Tahun 2003 pasal 82. Untuk pengajuan cuti ini, pekerja perempuan wajib memberitahu pihak manajemen perusahaan sedikitnya 1,5 bulan sebelum perkiraan kelahiran. Begitu pula setelah kelahiran anak, sebaiknya dilaporkan pada perusahaan selambatnya 7 hari dengan melampirkan bukti kelahiran atau akta kelahiran.

Biaya melahirkan pekerja wanita

Undang-undang no. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan PP no. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja mengatur tentang kewajiban perusahaan yang memiliki lebih dari 10 tenaga kerja atau membayar upah sedikitnya Rp. 1juta untuk mengikutsertakan seluruh tenaga kerjanya dalam program BPJS Kesehatan.

Cakupan program BPJS Kesehatan ini termasuk pemeriksaan kehamilan dan melahirkan.

Hak menyusui atau ASI

Dalam pasal 83 UU no. 13 Tahun 2003, disebutkan bahwa pekerja perempuan yang masih menyusui, dipersilakan untuk menyusui atau setidaknya memerah ASI pada saat jam kerja. Pasal 10 konvensi ILO no. 183 Tahun 2000 mengatur soal durasi waktu dan pengurangan jam kerja yang diberikan untuk ibu menyusui, sedikitnya satu atau lebih jeda saat jam kerja berlangsung.

Terkait hal ini, dianjurkan untuk perusahaan memiliki ruang menyusui sendiri yang layak.

Cuti keguguran

Bagi para pekerja perempuan yang mengalami keguguran, ia juga mendapat hak yang sama dengan cuti melahirkan selama 1,5 bulan atau sesuai dengan anjuran dokter. Untuk mempergunakan hak ini, pekerja perempuan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan.

Larangan PHK

Peraturan Menteri Tenaga Kerja no. Permen 03/Men/1989 mengatur larangan PHK terhadap pekerja perempuan dengan alasan menikah, sedang hamil dan melahirkan. Hal ini didasari oleh perlindungan bahwa ketiga hal tersebut adalah kodrat, harkat dan martabatnya sebagai seorang perempuan.

Hak mendapat fasilitas khusus

Untuk poin ini, bukan berarti 'diistimewakan' ya, Ladies. Tetapi lebih kepada perlindungan terhadap keamanan dan kesehatan. Peraturan UU no. 13 Tahun 2003 pasal 76 menyebutkan bahwa pekerja wanita yang bekerja antara pukul 23.00 s.d 07.00 berhak mendapatkan makanan dan minuman bergizi serta terjaga kesusilaan dan keamanannya selama di tempat kerja.

Terkait dengan keamanan, pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja perempuan antara pukul 23.00 s.d pukul 05.00.

Namun, dengan hak-hak di atas, masih ada gender gap yang dialami oleh para pekerja perempuan di Indonesia. Antara lain, soal jaminan sosial yang berbeda diterima oleh pekerja laki-laki yang diberi hak menanggung istri dan anak-anaknya oleh perusahaan. Sementara itu, perempuan hanya diberi hak jaminan sosial untuk diri sendiri. Tentu hal ini memberatkan bagi pekerja perempuan yang merupakan orang tua tunggal atau yang memiliki suami tidak bekerja di perusahaan (freelancer).

Apa pendapatmu soal hak-hak pekerja perempuan di Indonesia ini, Ladies? Sudahkah sesuai?

(vem/wnd)