Jangan Terlalu Pemilih Nanti Jodohnya Jauh! Eh, Gimana?

Fimela diperbarui 21 Jul 2018, 13:45 WIB

Punya pengalaman tak menyenangkan atau tak terlupakan soal pertanyaan 'kapan'? Kata 'kapan' memang bisa jadi kata yang cukup bikin hidup nggak tenang. Seperti kisah sahabat Vemale yang disertakan dalam kompetisi Stop Tanya Kapan! Ungkapkan Perasaanmu Lewat Lomba Menulis Juli 2018 ini. Pada dasarnya kamu nggak pernah sendirian menghadapi kegalauan dan kecemasan karena pertanyaan 'kapan'.

***

Negara Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di dunia dan terletak di Asia Tenggara. Negara ini terbagi menjadi 34 provinsi dan memiliki penduduk berjumlah 260.580.739 jiwa dan terdiri dari berbagai macam suku bangsa (sumber data: CIA World Factbook). Dari pemaparan tersebut, tidak menutup kemungkinan terjadi berbagai permasalahan di setiap daerah. Permasalahan tentang kesehatan merupakan permasalahan dengan berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi sarana dan prasarana kesehatan yang kurang memadai, faktor geografis maupun persebaran tenaga kesehatan yang tidak merata. Dikutip dari BBC News Indonesia tanggal 1 Februari 2018, dipaparkan berita tentang Asmat, Papua dilanda wabah campak dan gizi buruk yang menyebabkan 71 anak meninggal dunia serta 800 orang dirawat di rumah sakit.

Hal tersebut merupakan permasalahan yang tidak hanya berdampak pada pemerintah melainkan ini merupakan permasalahan bersama dan ini termasuk dalam KLB (Kejadian Luar Biasa). Dengan adanya kasus tersebut, Kemenkes (Kementerian Kesehatan) menerjunkan 39 tenaga kesehatan untuk mengatasi masalah tersebut dan nantinya tenaga kesehatan yang diterjunkan akan melakukan pengobatan dan imunisasi (sumber: depkes.go.id) Contoh permasalahan kesehatan di Asmat, Papua salah satu contoh dan masih banyak lagi permasalahan di daerah lain. Oleh karena itu, Kemenkes mengambil kebijakan untuk mencegah kekurangan tenaga kesehatan di DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan) guna membantu daerah tersebut untuk meningkatkan kualitas kesehatan. Program yang dicanangkan adalah Nusantara Sehat.

Nusantara Sehat inilah salah satu program pemerintah yang sedang aku ikuti. Aku mengikuti program ini mulai bulan Oktober 2017. Program ini memiliki dua macam bentuk, yaitu Nusantara Sehat Team Based dan Individual. Aku mengikuti Nusantara Sehat Individual di mana tenaga kesehatan ditempatkan di DTPK dan tergantung kebutuhan Puskesmas setiap daerah. Tenaga kesehatan yang mengikuti program ini ditempatkan selama dua tahun. Profesiku sebagai perawat dan ditempatkan di Puskesmas Palangga, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Penempatanku sangat jauh dari rumah asliku di Jawa Timur, dengan bermodalkan nekat dan berniat untuk mencari pengalaman di daerah lain aku pun berangkat ke tempat ini.



Banyak teman-temanku yang menganggap keputusanku tidak masuk akal. Mereka pikir, untuk apa ikut program seperti itu jika ujung-ujungnya telat untuk menikah? Hei? Tidakkah aku salah mendengar perkataan mereka? Aku memang tipe anak yang suka mengeksplorasi segala sesuatu yang baru, terutama jika itu berhubungan dengan kegiatan kemanusiaan. Apalagi ada program seperti ini, batinku kenapa tidak? Tapi banyak sekali cibiran yang menghampiriku ketika aku memutuskan untuk mendaftar program ini. Kata mereka, kerjaan di sini masih banyak, kenapa harus merantau ke tempat terpencil? Mungkin bagi mereka kurang kerjaan yah hehehe.



Hal itu tidak membuatku mengurungkan niat untuk mencari pengalaman di daerah terpencil. Bahkan, ketika aku sudah menjalani program ini, mereka masih bertanya apakah di sini aku sudah menemukan tambatan hati, tambatan hati yang siap untuk diperkenalkan kepada keluarga dan teman-temanku? Sekali lagi aku menjawab belum, dengan gamblangnya mereka berucap jangan terlalu pemilih jadi orang! Pantas saja jodohnya menjauh! Hei? Siapa yang pemilih?



Jodohku menjauh karena aku memilih merantau di daerah terpencil? Adakah kasus yang seperti itu? Dan kalian siapa, kenapa sok tahu sekali dengan urusan percintaanku? Ingin ku berkata demikian, namun kuurungkan. Tidak ada gunanya juga menanggapi mereka, mereka hanya berpikir bahwa usia 24 tahun itu sudah waktu yang tepat untuk seorang gadis menikah. Tapi, jika Tuhan berkehendak lain, aku harus memaksa-Nya? Jawabanku adalah bukan seperti itu caraku meminta kepada Tuhan.

Sampai sekarang, aku tidak terlalu menanggapi cibiran mereka. Aku hanya meyakini bahwa semua ada waktunya, termasuk urusan menikah. Waktuku berbeda dengan waktumu, Tuhan sudah menggariskan jadi aku tak perlu khawatir. Mungkin saja, jodohku di tempat merantauku, siapa yang tahu kan?

Bertemu jodoh di sini itu bonus, yang terpenting adalah niat yang mendasari kenapa ikut program ini. Selama dua tahun, aku akan mendedikasikan ilmu dan pengalaman yang sudah aku dapatkan bisa diaplikasikan selama pengabdian. Belajar memahami suku, budaya, geografis membuatku tersadar bahwa ilmu itu bisa didapatkan di mana-mana. Semoga kehadiranku bisa membawa perubahan untuk Indonesia menjadi lebih baik.






(vem/nda)
What's On Fimela