Meski Aku Menyukaimu, Kau Tak Perlu Mengasihaniku dengan Cinta Palsumu

Fimela diperbarui 07 Okt 2018, 19:30 WIB

Hai, Sunny (cinta pertamaku)? Masih ingatkah kamu tentang cerita ini? Atau hanya aku sendiri yang mengingatnya? Aku harap kamu memiliki ingatan yang bagus tentang cerita ini, cerita kita.

Tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya, awal pertemuan itu menjadi awal aku menyukai dirimu. Aku ingat betul saat itu ketika masuk SMA dan diadakan MOS (Masa Orientasi Siswa), aku tidak sengaja bertemu denganmu. Saat diadakan MOS, kamu dipercaya untuk menjadi ketua kelompok yang berisikan aku dan teman-temanku. Dimulai dari perkenalan biasa, yang ternyata kita satu alumni pada saat SMP dulu.

Kamu adalah kakak kelasku tapi aku tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya, begitupun sebaliknya. Dan kamu mengadakan game yaitu menulis surat cinta. Betapa sulitnya aku dulu untuk mengarang cerita itu. Bagaimana tidak, pacar saja tidak punya. Akhirnya, entah mengapa aku mengintip namamu dari kemeja putih sekolahmu. Satu nama yang aku ingat dan aku tulis di surat cinta. Awalnya hanya sebagai persyaratan untuk mengikuti MOS tersebut, sampai akhirnya kamu mengucapkan kata terima kasih kepadaku karena telah menuliskan surat cinta itu padamu. Mungkin aku baperan saat itu, sehingga ucapan terima kasih darimu aku anggap sebagai tanda bahwa kamu suka kepadaku. Padahal sama sekali tidak.



Entah mengapa sejak saat itu hatiku berdebar saat melihatmu. Aku sering curi-curi pandang ketika melewati kelasmu. Berusaha meminta nomor handphonemu kepada temanku untuk mengucapkan ulang tahunmu. Bahkan, sampai sekarangpun aku masih ingat tanggal lahirmu. Hal yang aku lakukan berbuah manis. Kamu sering membalas chat dariku. Kita jadi lebih sering mengobrol.

Tapi, semua hal yang kita lakukan tidaklah lebih dari pertemanan. Aku dengar kamu jadian dengan temanku. Sakit rasanya hati ini. Kamu anggap aku apa? Lalu, hal-hal yang kita lakukan bersama itu apa? Tidak adakah perasaan sedikitpun darimu untukku. Semenjak hari itu, aku menjadi pendiam. Dan bodohnya aku tetap berkomunikasi denganmu. Seakan aku tegar dengan semua ini. Padahal dalam hatiku aku menangis. Aku berharap kamu dan dia berpisah.

Kemudian, tak terasa aku sudah duduk di bangku kelas 3 SMA. Aku tidak pernah bertemu denganmu lagi  semenjak kamu lulus sekolah. Dan aku mendengar bahwa kamu telah berpisah dari temanku. Aku tidak tahu alasannya apa, yang jelas ada secercah harapan aku bisa bersama denganmu. Entah kapan itu? Aku sendiri tidak tahu. Kita pun jadi lebih intens dalam berkomunikasi sampai akhirnya aku lulus dan aku masuk ke perguruan tinggi. Dan dari sini, cerita pahit itu dimulai.



Kamu menghubungiku ketika aku sedang belajar di kampus. Kamu berjanji akan menjemputku pulang dan kamu menepati itu. Sepanjang jalan, rasanya senang sekali bisa berdekatan denganmu seperti ini. Jantung ini tidak berhenti berdebar. Malam harinya setelah kamu mengantarku pulang, kamu menyatakan cinta padaku. Rasanya seperti mimpi tapi ini kenyataan. Betapa senangnya aku ternyata akhirnya kamu menyatakan cinta padaku? Tentu saja, aku bilang iya. Bagaimana tidak aku telah menunggunya selama 4 tahun untuk menyatakan perasaannya padaku.
 
Ternyata aku salah. Bagai tersambar petir disiang bolong, duniaku yang ceria seakan runtuh seketika. Keesokan malam harinya, kamu memutuskanku lewat telepon. Aku yang saat itu belum benar-benar mengerti cinta itu yang seperti apa, hanya bilang, “Kalau itu yang terbaik, nggak apa-apa. Aku ikhlas.” Dan lagi-lagi aku bodoh, kenapa tidak kutanyakan saja saat itu alasannya memutuskan aku.

Aku hanya bisa menangis kehilangan dirimu. Butuh waktu lama untuk memilikimu dan  sangat sebentar juga aku memilikimu.  Waktupun berlalu, 3 tahun pasca kamu memutuskan diriku aku mencoba mencari lagi nomor handphonemu yang dulu sempat aku hapus karena kesal. Aku memberani diri untuk menanyakan alasan kenapa dulu kamu memutuskanku?

Hatiku sangat sakit ketika kamu bilang alasanmu memutuskan aku karena kamu hanya kasihan padaku. Apa yang kamu kasihani dariku? Apa karena wajahku yang tidak cantik? Apa kamu malu mempunyai pacar sepertiku? Lalu, apa benar karena alasan itu atau ada hal yang lain yang sengaja kamu buat untuk berpisah dariku?

Jika kamu kasihan padaku dari dulu, kenapa kamu mempermainkan hati ini? Kenapa kamu menyatakan cinta padaku? Salah aku apa padamu? Sejak saat itu, yang aku rasakan hanya sakit. Sakit sekali rasanya jika hanya kita yang mencintai tapi tidak dicintai. Apa yang aku lakukan selama ini kepadanya dan dia membalasnya itu hanya karena dia kasihan kepadaku.



Empat tahun aku menunggumu dan berusaha untuk bisa mendapatkan hatimu. Ketika hari itu tiba, baru satu hari aku memilikimu, kamu malah memilih pergi dariku. Huft, biarlah cerita itu akan aku kenang selalu sebagai cinta monyetku di SMA dulu. Bagiku dari dulu hingga sekarang kamu tetaplah sunnyku. Cinta pertamaku. Aku tidak bisa melupakanmu begitu saja dengan banyaknya kenangan yang kita lalui bersama.

Benar kata orang, bahwa cinta pertama sangat sulit dilupakan. Walaupun kini, aku sudah memiliki tambatan hati dan aku tidak tahu apakah kamu juga memiliki tambatan hati. Tapi, hati ini masih mengharapkanmu. Berharap kamu bisa kembali lagi padaku dan mencintaiku dengan tulus bukan karena kasihan kepadaku.  

Maaf kalau sampai detik ini, aku masih mengharapkanmu dan bukan maksud hatiku untuk bermain hati. Namun, hati ini masih menyimpan rasa yang sama seperti dulu. Kalaupun tidak bisa, aku hanya bisa berharap kamu bahagia bersama pasanganmu nanti entah siapa wanita yang beruntung itu.

(vem/nda)
What's On Fimela