Menikah Itu Siap Susah Senang Bersama dan Sesekali Mengalah

Endah Wijayanti diperbarui 16 Jul 2020, 11:43 WIB

Fimela.com, Jakarta Setiap keluarga memiliki banyak kisah dan makna tersendiri. Baik kisah bahagia maupun kisah yang berurai air mata. Kisah tentang orangtua, saudara, atau kerabat dalam keluarga. Ada makna dan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap kisah yang kita miliki dalam keluarga. Melalui Lomba My Family Story ini Sahabat Fimela bisa berbagai kisah tentang keluarga.

***

Oleh: Baiq Cynthia

Menikah itu dambaan semua orang jomlo yang merindukan belahan jiwa, menjadi teman hidup yang akan terus mengisi. Menjadi pelengkap ketika kita kekurangan dan menjadi penenang hati ketika merasa terluka. Namun, menikah tentu menyuguhkan aneka perbedaan, kesulitan hidup, pertikaian antar pasangan maupun rutinitas yang menjemukan. Apalagi pandemi ini membawa pengaruh yang besar dalam sebuah hubungan rumah tangga.

Bagaimana perasaan wanita jika ia tidak menerima pemenuhan nafkah materi maupun batin? Tentu akan sangat terluka, bukan? Semua pasangan yang sudah menikah tentu diuji hal yang bermacam-macam. Melewati perjalanan yang makin terjal. Dalam pelayaran semakin jauh mendayung, ombak akan bertambah besar. Tentu hal ini wajar mengingat ujian pernikahan adalah hal yang akan dijalani setiap rumah tangga. Kadang mempunyai masalah dengan pasangan. Bisa jadi dengan keluarga pasangan baik mertua atau ipar. Namun ada juga yang diuji dengan kekurangan finansial, kesakitan yang tidak kunjung sembuh bahkan memiliki anak yang tidak patuh.

Aku memang baru menikah, sudah diberi keturunan dan berkumpul dengan keluarga yang baik-baik. Kata orang yang melihat pernikahan kami, terlihat indah dan bahagia. Tetapi, tidak menutup kemungkinan, selalu ada kerikil-kerikil dalam pernikahan. Kesulitan menjalani hari tanpa orangtua dan harus melewati sendiri di tempat orang. Awalnya tidak mudah, kadang emosi dan perilaku kekanak-kanakan lebih mendominasi diri. Terkadang banyak pikiran-pikiran yang negatif muncul, yang mengacaukan mood. Tetapi satu hal yang membuatku tetap bertahan, tidak mudah goyah menuruti hawa nafsu, amarah atau emosi. Aku tidak ingin anakku melihat kami bertengkar, aku tidak ingin menularkan sifat buruk kami.

Menjadi orang tua tidak hanya mengajari bagaimana berjalan, duduk dan makan. Tentu anak butuh didikan mental, sosial dan agama. Mereka butuh kasih sayang dan kehadiran kedua orangtuanya. Maka, kuputuskan setiap ada masalah sebisa mungkin kutahan dalam-dalam, kutelan pahit-pahit sendiri. Tidak juga kutunjukkan ekspresi apatis kepada anak, aku tetap mengurus dengan sebaik mungkin. Ibaratnya aku sedang menggunakan topeng di hadapan anak. Aku menunjukkan rasa ceria sampai ia terlelap. Setelah sudah agak tenang baru kucari jalan keluarnya, jika tidak menemukan aku pun harus mengalah kepada suami. Mengalah bukan berarti kalah, tetapi untuk mempertahankan hubungan agar tetap harmonis.

Melupakan tabiat buruk suami, dengan tetap bermuka ceria dan seolah aku baik-baik saja. Memang ini tidak baik untuk kondisi psikisku, tetapi apa boleh buat? Tidak mungkin aku bertingkah seperti anak kecil lagi, yang marah atau menangis tersedu-sedu atau membuat drama? Itu hanya memperumit suasana kekeluargaan, sementara aku tinggal menumpang dengan mertua. Tentu ini tidak baik, kalau kulanjutkan emosi bisa tersebar ke seantero tempat, dari mulut ke mulut. Tentu pula seorang ibu akan membela anaknya, citra aku malah bukan baik di hadapan keluarga besarnya? Tentu akan buruk pastinya? Anakku yang akan menjadi korban, dijauhi kerabatnya misalnya (?)

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Mengatasi Masalah dengan Pikiran Jernih

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com

Jika aku tidak menemukan teman curhat, hal pertama yang kulakukan hanya berserah diri kepada Allah. Tentu Allah memiliki segala jawaban dari yang kubutuhkan, dengan terus melakukan aktivitas positif. Aku tetap terlihat baik-baik saja, melempar senyum kepada orang-orang dan melakukan rutinitas secara aktif. Ini lebih membaikkan diriku. Daripada aku hanyut dengan perasaan yang sedih berkepanjangan. Baper sampai berujung curhat di status, oh tidak! Itu hanya menambah daftar orang yang awalnya tidak tahu masalah, malah ikut terlibat bahkan merusak suasana kami.

Mengalah dalam sebuah hubungan tidak sepenuhnya akan membuatmu kalah, justru itu akan menyelamatkan pernikahanmu. Terhindar dari konflik dengan pasangan maupun membuat keributan kecil dengan keluarga.

Setiap rumah tangga mana pun pasti diterpa ujian hebat, namun dalam menyikapi masalah gunakanlah hati yang tenang. Pikiran jernih dan tetap berusaha mencari jalan keluar tanpa harus melibatkan ego dan emosi. Marah-marah hingga berujung cerainya keluarga hanya menyelamatkan masalah sementara, setelah itu rentetan masalah akan timbul dan anak yang harusnya dilindungi menjadi terlantar.

Tetap musyawarah dan meminta bantuan keluarga untuk mendapatkan jalan keluar saat memiliki konflik yang tidak bisa diselesaikan berdua. Karena emosi bisa reda namun perceraian tidak akan mengembalikan keadaan seperti awal pertama komitmen untuk menikah. Bahagia di dunia dan akhirat.                                                                                                                                                         

So, serumit apa pun masalah rumah tangga yang sedang dihadapi, mengalah dengan ego. Berdamai dengan pasangan. Pandang sebuah masalah dengan dua sisi yang berbeda, agar pernyelesaian segera ditemukan. Carilah penengah jika masalah semakin runyam, solusi dari masalah yang dihadapi yaitu menyelesaikan sampai akar permasalahan. Pernikahan akan selamat dari perceraian selama prinsip, visi dan misi nikah tercapai. Juga perceraian itu dirasa penting jika masalahnya sudah tidak bisa diselesaikan dengan berbagai cara. Pikirkan masa depan anak, emosi hanya bergejolak sesaat. Tetapi keutuhan dan kebahagiaan dari pernikahan itu penting untuk tumbuh kembang anak yang hebat.

#ChangeMaker