3 Tahap Menerapkan Pola Pikir Pro-Growth Agar Anak Menghargai Pencapaian Sekecil Apapun

Anisha Saktian Putri diperbarui 12 Jan 2022, 12:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Ruangguru melakukan riset terhadap 360+ responden dari seluruh Indonesia guna memahami aspirasi dan persepsi masyarakat terhadap makna pendidikan dan prestasi.

Riset menunjukkan mayoritas responden meyakini bahwa pendidikan merupakan kunci jaminan masa depan yang lebih sejahtera dan tidak terbatas hanya pada pencapaian akademis, sehingga motivator dan inspirasi justru datang dari teman kelas anak yang mampu menyeimbangkan kesenangan dan tanggung jawab akademis.

Sebagian besar responden menyatakan bahwa makna juara bagi mereka adalah saat mereka mampu untuk membuat perubahan yang lebih baik di dalam hidup mereka, sehingga tidak banyak dari responden merasa terinspirasi dengan temannya yang selalu meraih ranking 1 di kelas mereka.

Namun mayoritas responden juga menganggap bahwa sistem pendidikan terkadang memiliki keberpihakan kepada pelajar dengan ranking atas, padahal mereka senang dengan pendidik yang dapat merangkul semua pelajar dan mengajarkan materi secara menyenangkan.

Melihat riset tersebut, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psikolog Anak dan Remaja, mengatakan orangtua dan pendidik memiliki peran penting dalam membantu menanamkan pola pikir pro-growth sejak dini kepada anak, sehingga makna kesuksesan dan prestasi diukur dari setiap pencapaian apa pun demi kebaikan diri.

"Orangtua dan pendidik patut menuntun anak-anak sehingga dapat menanamkan pola pikir yang mengakui segala bentuk pencapaian, bukan hanya demi kebaikan diri tetapi juga untuk membangun rasa percaya diri mereka," ujar Vera dalam peluncuran Kampanye #IniBaruJuara.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Langkah-langkah menanamkan pro-growth

Ilustrasi streaming film. (Shutterstock)

Psikolog Vera juga mengatakan ada tiga langkah yang bisa dilakukan orangtua untuk menanamkan pola pikir pro-growth.

Pertama, orangtua atau lembaga pendidikan harus memiliki kepercayaan dan keyakinan akan small wins atau prestasi sekecil apapun harus dihargai. Barulah mencari cara untuk berdiskusikan dengan anak.

"Orangtua harus deep insight internal terlebih dahulu. Jadi, menanamkan jika berhasil bisa dimulai dari yang kecil-kecil terlebih dahulu tidak langsung pencapaian besar," ujar Vera.

Pola pikir ini dapat mengakui segala bentuk pencapaian sekecil apapun. Jadi prestasi diukur disetiap tahapan. Sehingga perlahan-lahan, pencapaian signifikan pun memiliki makna yang lebih mendalam.

Kedua, orangtua bisa memberikan pencapaian anak sekecil apapun. Menahan diri untuk tidak menargetakan pencapaian anak yang justru akan membebenai.

"Contoh pencapaian kecil seperti anak berhasil untuk bangun pagi, kita harus beri pujian "wah kamu pintar bangun pagi". Baiknya, hindari menargetkan pencapaian yang tinggi," paparnya.

Berikan perayaan sederhana untuk pencapaian anak, jangan menutut lebih dari perayaan tersebut. "menghindari pujian sarkas, seperti saat memberi pujian namun diakhiri dengan embel-embel "besok lebih bagus lagi ya", nah ini dihindari dulu. Karena pencapain membutuhkan proses," ujarnya.

Ketiga, setelah itu barulah menyusun target kecil berupa hal-hal yang sederhana. Tanyakan si kecil apa yang ingin dicapai di bulan ini. Dengan begitu anak akan mengembangkan diri dari small step terlebih dahulu.

"Sebab kata-kata juara bukan hanya jadi juara satu di kelas. Melaninkan juara ialah berhasil mengelola diri sendiri. Dengan begitu anak pun akan lebih percaya diri," tutupnya.

3 dari 3 halaman

Kampanye #IniBaruJuara

Kampanye #IniBaruJuara

Ruangguru percaya bahwa pendidikan harus inklusif. Oleh karena itu, Ruangguru meluncurkan kampanye bertajuk #IniBaruJuara. Kampanye ini mengusung semangat inklusivitas dan merupakan ajakan bagi seluruh pemangku kepentingan di dalam sistem pendidikan untuk kembali meredefinisikan makna prestasi dan merayakan perubahan diri menjadi versi yang lebih baik.

Ignatius Untung Surapati, VP Marketing, Ruangguru, mengatakan, melalui kampanye#IniBaruJuara, Ruangguru menegaskan bahwa pendidikan berkualitas, tidak berjarak, dan fleksibel harus menjadi hak semua siswa.

"Kami mengerti bahwa kesuksesan dan prestasi memiliki keanekaragaman makna, dan senantiasa dijadikan sebagai cerminan atau refleksinilai diri setiap pribadi. Oleh karena itu, fungsi nilai akademis dan ranking seharusnya hanya sebatas tolok ukur pemahaman materi dan menjadi landasan strategi sistem pendidikan dalam mengatur program studi, dan bukan sebagai patokan penilaian kesuksesan dan standar prestasi siswa yang bersifat final," ujarnya.

Nicholas Saputra, Duta Belajar Ruangguru, merasakan relevansi terhadap pesan kampanye ini karena berdasarkan pengalaman, Nicholas pun melihat begitu banyak pihak yang masih mendefinisikan prestasi sebagai sebuah pencapaian signifikan yang hanya diukur dari nilai akademis.

“Sejak saya dibangku sekolah hingga sekarang, masih banyak pihak yang memandang prestasi akademis sebagai tolok ukur utama dan cerminan nilai diri. Itulah sebabnya, ketika nilai ujian kurang baik, semangat pelajar rentan patah. Tetapi, pesan kampanye ini menegaskan pentingnya pendidikan yang inklusif untuk mencerdaskan anak bangsa. Makna belajar adalah proses pengenyaman ilmu dan keterampilan untuk menjadi versi diri yang lebih baik dari sebelumnya, oleh karena itu, seharusnya setiap pencapaian, baik besar ataupun kecil, patut diakui dan dihargai," ujarnya.