Sukses

FimelaMom

Mengenal Mom Shaming, Tekanan Sosial yang Sering Tak Disadari Ibu

Fimela.com, Jakarta Menjadi seorang ibu sering kali dibayangi tuntutan untuk tampil sempurna dalam setiap aspek. Mulai dari cara merawat bayi, menentukan pilihan makanan, hingga mengatur aktivitas harian keluarga, semua keputusan ibu seakan selalu terbuka untuk dinilai. Di tengah proses menjalankan peran yang penuh dinamika ini, banyak ibu tidak menyadari bahwa mereka sedang menghadapi tekanan sosial bernama mom shaming.

Tekanan ini hadir melalui komentar, kritik, atau perbandingan yang mengarah pada penilaian negatif terhadap gaya pengasuhan seorang ibu. Meskipun terkadang dibungkus sebagai “nasihat”, komentar semacam ini dapat menggerus rasa percaya diri dan memengaruhi kondisi emosional ibu.

Yang lebih menantang, mom shaming sering hadir secara halus dan sulit dikenali. Banyak ibu mendapat tekanan dari orang-orang terdekat seperti keluarga, sahabat, hingga komunitas daring. Ucapan ringan seperti “Kamu harusnya begini” atau “Dulu ibu bisa tanpa bantuan” mungkin terdengar sederhana, namun dapat menimbulkan rasa bersalah, keraguan, atau perasaan tidak cukup baik.

Berdasarkan sumber dari thebump.com, kehadiran media sosial juga memperkuat standar ideal tentang “ibu sempurna”, sehingga ibu semakin mudah membandingkan diri dan merasa tertinggal. Tanpa mereka sadari, tekanan-tekanan kecil ini terus menumpuk dan berdampak pada kesehatan mental.

Artikel ini mengajak pembaca untuk memahami lebih dalam apa yang dimaksud dengan mom shaming, bagaimana pola kemunculannya, serta mengapa hal ini sering tidak disadari para ibu. Mengetahui bentuk-bentuknya dan efek yang ditimbulkan, diharapkan kita semua dapat memiliki perspektif yang lebih empatik dan mampu menciptakan lingkungan yang lebih mendukung.

Mom shaming bukan hanya sekadar kritik yang menyakitkan; fenomena ini mencerminkan cara masyarakat menilai peran ibu. Meningkatkan kesadaran bersama, kita dapat membantu para ibu merasa lebih dihargai, diperkuat, dan dimengerti dalam perjalanan mereka menjalani tugas yang tidak sederhana.

Apa itu mom shaming dan mengapa bisa terjadi?

Mom shaming adalah bentuk tekanan sosial yang muncul ketika orang lain memberi komentar, kritik, atau penilaian terhadap pilihan pengasuhan seorang ibu. Bentuknya bisa sangat beragam, mulai dari memperdebatkan cara menyusui, pola tidur anak, pilihan makanan, hingga keputusan terkait pekerjaan.

Meskipun sering disampaikan dengan alasan “peduli” atau “mengajarkan pengalaman”, mom shaming sejatinya berasal dari keinginan untuk membandingkan standar pengasuhan yang diyakini seseorang sebagai yang paling benar. Dalam banyak kasus, tekanan ini tidak terasa sebagai serangan langsung, sehingga ibu sering tidak menyadari bahwa mereka sedang mengalami mom shaming.

Fenomena ini terjadi karena masyarakat memiliki ekspektasi tinggi terhadap peran ibu. Ada anggapan bahwa ibu harus selalu tahu yang terbaik, tidak boleh salah, dan harus bisa menjalankan semua peran sekaligus tanpa keluhan.

Tekanan budaya, pola asuh turun-temurun, serta pengaruh media sosial memperkuat stereotip tersebut. Ketika gambaran “ibu ideal” disebarkan secara masif, ruang untuk keberagaman pilihan pengasuhan menjadi sempit. Akibatnya, sedikit saja perbedaan cara merawat anak dapat memicu penilaian yang akhirnya menjadi bentuk mom shaming.

Dampak mom shaming terhadap kesejahteraan ibu

Mom shaming dapat memberikan efek emosional yang cukup besar bagi ibu, terutama ketika komentar negatif datang dari orang-orang terdekat. Banyak ibu mengaku merasa bersalah, cemas, dan mempertanyakan kemampuan dirinya setelah menerima kritikan yang tidak diminta.

Seiring waktu, tekanan tersebut dapat menurunkan rasa percaya diri dan membuat ibu ragu mengambil keputusan pengasuhan, meskipun ia sebenarnya sudah memahami kebutuhan anaknya. Beban mental ini menjadi semakin berat ketika ibu sudah berada dalam kondisi lelah secara fisik maupun emosional.

Dampak mom shaming juga menjalar pada hubungan sosial dan pola komunikasi ibu dengan lingkungannya. Beberapa ibu memilih menarik diri atau enggan berdiskusi tentang pengalaman mengasuh karena takut disalahkan atau dikritik.

Di media sosial, fenomena ini dapat memperkuat pola perbandingan yang tidak sehat, karena ibu merasa harus menyesuaikan diri dengan standar yang ditampilkan orang lain. Jika tidak disadari dan ditangani, tekanan tersebut bisa memengaruhi kesehatan mental ibu secara keseluruhan. Karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih peka dan menciptakan ruang yang aman, di mana setiap ibu merasa dihargai dan didukung tanpa harus dibandingkan.

Tips menghadapi mom shaming bagi ibu

Salah satu langkah penting dalam menghadapi mom shaming adalah mengenali bahwa setiap ibu memiliki kondisi, nilai, dan tantangan yang berbeda. Ibu perlu memahami bahwa tidak semua komentar layak dijadikan acuan, terlebih jika datang tanpa empati atau pemahaman konteks.

Menguatkan batasan diri misalnya dengan memilih tidak menanggapi komentar negatif atau menjauh dari percakapan yang tidak sehat dapat membantu melindungi kondisi emosional. Selain itu, mencari dukungan dari pasangan, teman dekat, atau komunitas positif dapat membantu ibu kembali merasa dihargai dan dipahami.

Ibu juga dapat membangun ketahanan diri dengan fokus pada apa yang benar-benar dibutuhkan oleh dirinya dan anaknya, bukan pada standar orang lain. Mendokumentasikan pencapaian kecil, berdiskusi dengan tenaga profesional jika perlu, atau sekadar memberi ruang untuk beristirahat dapat membantu menjaga keseimbangan mental.

Terterpenting, ibu perlu percaya bahwa setiap perjalanan pengasuhan memiliki ritme unik, dan tidak ada satu pun cara menjadi ibu yang berlaku universal. Dengan menyadari hal ini, kritik dari luar tidak akan mudah menggerus kepercayaan diri.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading