Gunung Semeru memiliki riwayat aktivitas vulkanik panjang yang tercatat sejak 1818. Letusan pertama yang terdokumentasi terjadi pada 8 November 1818, menjadi awal catatan ilmiah mengenai keganasan gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut. Aktivitas meningkat pada awal Agustus 1909 ketika letusan besar mengguncang kawasan sekitar dan menyebabkan sedikitnya 700 korban jiwa, menjadikannya salah satu erupsi paling mematikan dalam sejarah Semeru.
Pada periode 1941–1942, Semeru kembali menunjukkan aktivitas vulkanik berkepanjangan. Catatan menunjukkan leleran lava mencapai lereng timur pada ketinggian 1.400 hingga 1.775 meter, menggambarkan intensitas pelepasan energi yang cukup signifikan. Memasuki tahun 1967 hingga sekarang, Gunung Semeru berada dalam fase erupsi hampir konstan, menandakan statusnya sebagai gunung berapi aktif yang terus mengeluarkan material vulkanik secara berkala.
Dalam periode modern, Semeru beberapa kali memasuki fase kritis. Pada 4 Desember 2021, terjadi erupsi dengan guguran awan panas ke wilayah Besuk Kobokan, sehingga status aktivitas vulkanik ditingkatkan ke Level III (Siaga). Setahun kemudian, tepatnya 4 Desember 2022, terjadi erupsi kembali dengan aliran piroklastik mengarah hingga 12 km, meningkatkan kekhawatiran terhadap keselamatan penduduk sekitar. Pada tahun 2025, erupsi skala kecil tercatat pada 17 April, namun tidak berlangsung lama. Puncak aktivitas terbaru terjadi pada 19 November 2025 pukul 16.00 WIB, ketika erupsi dahsyat menyemburkan abu vulkanik setinggi 2.000 meter ke udara dan memicu peningkatan status menjadi Level IV (Awas), menunjukkan kondisi kritis yang membutuhkan kewaspadaan penuh.
