Inilah Eni Lestari, TKW Kediri yang Akan Pidato di KTT ke-71 PBB

Febriyani Frisca diperbarui 30 Agu 2016, 16:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Setelah berhasilnya pasangan ganda campuran Tantowi-Liliyana mendapatkan medali emas di Olimpiade Rio beberapa waktu lalu, upaya mengharumkan nama bangsa kini datang dari anak bangsa lainnya. Adalah Eni Lestari, seorang TKW (Tenaga Kerja Wanita) dari Kediri yang akan berpidato di pembukaan KTT ke71 PBB di New York, Amerika Serikat nanti.

Diwartakan oleh Liputan6.com, pembukaan KTT ke-71 PBB sendiri akan berlangsung pada 19 September 2016. Nanti, Eni akan berbicara tentang isu migran dan pengungsi di hadapan para pemimpin 193 negara dari berbagai belahan dunia. Bukan sembarang orang, TKW yang merupakan anak sulung dari 3 bersaudara ini merupakan ketua International Migrant’s Aliance (IMA), yakni asosiasi buruh migran dari 19 negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang beranggotakan 120 organisasi.

Dikutip dari Liputan6.com, nantinya Eni Lestari akan diberikan waktu sekitar 3 menit untuk berbcara. Meski singkat, namun Eni telah menyiapkan tiga isu besar persoalan buruh migran yang akan ia jabarkan di hadapan peserta KTT PBB itu yang beranggotakan lebih dari 1.900 orang. "Saya akan berbicara tentang kondisi buruh migran dunia, termasuk di Indonesia. Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh dunia internasional," kata Eni di Kota Batu, Malang, Jawa Timur, Senin (29/8) dikutip dari Liputan6.com.

Hal pertama yang akan dibahas dalam pidatonya nanti ditujukan untuk negara pengirim, tempat transit, dan penempatan para buruh migran. Eni berharap, ketiganya agar lebih memperhatikan kesejahteraan buruh migran, melihat mereka sebagai manusia, dan bukan semata demi keuntungan.

Hal ke-dua, Eni Lestari akan memberi pesan pada negara penerima buruh migran agar mengakui dan menerima hak sosial politik yang setara dengan warga negara penerima agar buruh migran tak hanya dilihat dari kontribusi ekonominya. Terakhir, kepada negara pengirim buruh migran supaya tidak menjadikan warganya yang bekerja di luar negeri sebagai strategi pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi.

"Selama ini mengirim buruh migran sama dengan menjual warga negaranya karena menghasilkan uang, devisa negara untuk menutup defisit anggaran," ujar Eni yang telah 15 tahun menjadi buruh migran.