Ini Berbagai Pendapat Mengenai Taxi Reguler Vs. Taxi Online

Fimela diperbarui 23 Mar 2016, 19:00 WIB

Ratusan sopir taksi reguler dan angkutan umum menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Jakarta, pada 22 Maret 2016. Unjuk rasa ini dilakukan sebagai bentuk penolakan mereka terhadap angkutan berbasis aplikasi online.

Dampak yang langsung terlihat akibat digelarnya unjuk rasa ini adalah banyak masyarakat yang terlantar serta adanya tindakan anarkis.

Dari demo ini, beberapa warga angkat bicara dengan memberikan opini atau komentar mereka mengenai transportasi reguler maupun yang berbasis aplikasi online, yang sebenarnya, keduanya sangat dibutuhkan masyarakat.

Sebagai seorang mahasiswa, wanita 19 tahun ini sangat membutuhkan angkutan umum, terutama yang bisa dipesan secara online seperti Grabcar atau Uber. Menurutnya, dengan memakai taxi online, ia bisa langsung mengetahui berapa uang yang harus ia keluarkan. "Kalau saya tetap membutuhkan, jadi semoga tidak berhenti. Karena kalau pakai Grabcar atau Uber otomatis akan langsung tahu harganya berapa dan jadi lebih gampang serta mudah," tutur Mia.

Kemudian, salah satu karyawan juga mengatakan bahwa akan sangat disayangkan sekali bila transportasi berbasis online ditiadakan. Baginya, harga yang ditawarkan pun lebih bersaing. "Pakai transportasi mobile kan lebih mudah dan nggak ribet tinggal nunggu dijemput. Secara harga pun, lebih bersaing," terang Ully.

Selanjutnya, salah satu mahasiswi juga memberikan komentar atas terjadinya aksi demo yang terjadi. Baginya, ia tidak setuju bila transportasi online dihapuskan. "Karena kalau lagi pergi sama teman-teman, nggak ada mobil pribadi, kita masih bisa pakai kendaraan seperti mobil pribadi dengan taxi online ini. Kalau taksi reguler kan, hanya bisa menampung 4 orang saja, jadi kalau pergi sama teman-teman lebih dari 4 orang agak susah," tutur Nevi.

Pendapat lain juga turut diutarakan oleh ibu satu anak bernama Evi. Ia mengatakan bahwa adanya demo menentang transportasi berbasis online seperti ini, menjadi bukti bahwa Indonesia belum siap globalisasi dan bertindak resistant. "Sepertinya ini bukti kalau Indonesia belum siap globalisasi dan bertindak resistant pada perubahan, padahal di era digital seperti sekarang, kita harus  beradaptasi pada perubahan," tegasnya.

Semoga dengan kejadian yang telah terjadi kemarin, akan segera ada jalan keluar yang bisa memberikan solusi yang adil bagi semua pihak ya, Ladies.

(vem/yun/ama)