Dulu Ijazah Ayahku Dibakar, Kini Ketiga Anaknya Bergelar Sarjana

Endah Wijayanti diperbarui 30 Jul 2020, 14:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Setiap keluarga memiliki banyak kisah dan makna tersendiri. Baik kisah bahagia maupun kisah yang berurai air mata. Kisah tentang orangtua, saudara, atau kerabat dalam keluarga. Ada makna dan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap kisah yang kita miliki dalam keluarga. Melalui Lomba My Family Story ini Sahabat Fimela bisa berbagai kisah tentang keluarga.

***

Oleh: Khairunisa 

Ayahku seorang perantau dari Sumatera. Ia mengadu nasib di ibu kota dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Di usianya yang masih sangat muda, ayah menumpang hidup bersama kakak perempuan dan suaminya yang seorang pedagang sukses.

Di Jakarta, ayah belum tahu mau bekerja apa. Sebenarnya, ia ingin melanjutkan sekolah ke jenjang SMA. Namun, ia tahu diri bahwa di Jakarta ia hanya menumpang. Akhirnya, ia belajar menjahit dan mulai bekerja di kios jahit milik kakak iparnya. Ayah berharap bisa melanjutkan sekolah sambil bekerja di sana.

Namun, saat ia mengutarakan niatnya untuk melanjutkan sekolah, justru ijazah ayahku dibakar oleh kakak iparnya. Ia tak ingin melihat ayahku maju dan harus selalu bekerja di tempatnya. Saat itu hati ayahku remuk redam, tercabik-cabik dan perih. Pupus sudah cita-citanya untuk sekolah tinggi. Semenjak kejadian itu, ayah berjanji pada dirinya sendiri, kelak anak-anaknya nanti harus sekolah tinggi.

Singkat cerita, ayah dan ibuku menikah. Mereka dikaruniai tiga orang anak dan mengontrak di sebuah rumah petak berukuran 2 x 3 meter persegi. Ayah bekerja banting tulang dari pagi sampai malam. Ibuku pun membantu dengan berjualan es dan lontong sayur. Semuanya mereka lakukan untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Seringkali, jam 1-2 dini hari aku melihat ibuku masih menyiapkan dagangan yang akan dijualnya esok. Aku terharu sekaligus bangga dengan pengorbanan keras mereka. Air mata mengalir deras setiap kali aku mengenang masa itu. 

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Perjuangan Ayah yang Luar Biasa

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/g/sasilsolutions

Selama puluhan tahun ayahku bekerja di kios jahit kakak iparnya. Seringkali cacian dan makian diterimanya karena memang kakak ipar ayahku terkenal keras dan arogan. Pernah ayah dimarahi hanya karena terlambat datang setelah jam makan siang selesai. Padahal, ayah harus mengayuh sepeda tua dari rumahnya yang seringkali bannya gembos.  Penat dan lelah tak dihiraukannya, ia tetap semangat bekerja. Motivasi dan tekadnya kuat, yakni ingin melihat ketiga anaknya sekolah tinggi hingga bergelar sarjana.

Cobaan demi cobaan terus menghampiri. Pernah ayahku kecelakaan motor dan harus dirawat di rumah sakit selama seminggu. Kakinya patah dan tulang lututnya sobek. Ayahku menjalani operasi. Biaya rumah sakit yang besar membuat ibuku kebingungan bagaimana untuk membayarnya. Hingga akhirnya, Tuhan mendatangkan orang baik yang bersedia membiayai keseluruhan pengobatan ayahku. Alhamdulillah ayahku bisa berjalan normal kembali setelah pemulihan kurang lebih 3 bulan. Semua kebutuhan kami ditanggung orang baik tersebut. Ternyata, Tuhan Maha Adil, di balik ujian yang Ia beri, Ia pun tak melupakan hamba-hamba-Nya yang berserah.

Ayah mendidik kami dengan keras. Ia marah bila kami tak belajar dan mengaji. Pernah suatu kali ayah berpesan kepada kami, “ Ayah tidak bisa mewarisi harta. Ayah hanya bisa menyekolahkan kalian sampai sarjana. Sekolah yang tinggi, biar jadi orang. Tidak seperti Ayah yang tidak punya apa-apa." Sampai detik ini, pesan tersebut kami ingat selalu. Kami sebagai anak-anaknya selalu giat belajar. Kami tak ingin mengecewakan mereka.

Kini, ayah tetap menjahit di usianya yang menginjak hampir 65 tahun. Kami sebagai anak-anaknya sudah melarangnya bekerja dan menyuruhnya beristirahat. Alhamdulilah, kami bisa membelikan rumah untuk kedua orangtua kami. Dua dari 3 anaknya menjadi abdi negara. Semua ini hasil kerja keras mereka yang tak kenal lelah dan pantang mengeluh. Tetes air mata dan keringat terbayar sudah dengan impian ayah yang sudah tercapai.

Terima kasih Ayah. Terima kasih Ibu. Tanpa kalian, apalah jadinya kami. Ikhtiar, doa dan keikhlasan hati kalian, tak pernah hilang dan menjadi pembelajaran seumur hidup kami. 

3 dari 3 halaman

Cek Video di Bawah Ini

#ChangeMaker