Ramadan Pertamaku setelah Menikah Tidaklah Mudah

Endah Wijayanti diperbarui 30 Apr 2021, 14:15 WIB

Fimela.com, Jakarta Selalu ada cerita, pengalaman, dan kesan tersendiri yang dirasakan tiap kali bulan Ramadan datang. Bahkan ada kisah-kisah yang tak pernah terlupakan karena terjadi pada bulan suci ini. Tiap orang pun punya cara sendiri dalam memaknai bulan Ramadan. Tulisan kiriman Sahabat Fimela yang diikutsertakan dalam Lomba Berbagi Cerita tentang Indahnya Ramadan di Share Your Stories Bulan April ini pun menghadirkan makna dan pelajaran tersendiri.

***

Oleh: Noer Ima Kaltsum

Ramadan pertama setelah menikah adalah Ramadan yang saya lalui dengan tidak puasa sebulan penuh karena kondisi saya hamil. Saya memiliki riwayat keluar fleks pada usia kehamilan 10 minggu dan 5 bulan.  Waktu itu bidan menyatakan bahwa bayi dalam  kandungan bobotnya kurang, sehingga beliau menyarankan agar saya tidak berpuasa. Baiklah, memang pada tiga bulan pertama mengandung saya tidak bernafsu makan sama sekali sehingga berat badan turun drastis.

Saat bulan Ramadan (Desember 1999-Januari 2000), usia kandungan saya 8-9 bulan. Pada usia tersebut secara umum tidak ada keluhan. Saya sehat wal afiat. Saya bersyukur  waktu itu pemerintah mengeluarkan keputusan bahwa kegiatan belajar mengajar selama bulan Ramadan ditiadakan, artinya libur sampai lebaran.

Ujian Pertama adalah Sakit Ambeien

Namun, sangat disayangkan karena saya diberi ujian sakit ambeien. Ambeien memang bisa menyerang ibu-ibu hamil, tapi bukan berarti tiap ibu hamil kena ambeien. Saya merasakan sakit yang luar biasa, nyeri dan perih. Duduk tak nyaman, tidur tak tenang, berdiri dan berjalan sakit. Rasanya memang campur aduk. Nafsu makan berkurang. Saya beruntung, sebab dokter umum yang memberi pertolongan saya, saran dan nasihatnya menyejukkan. Akhirnya, ambeien saya sembuh. Pesan dokter: bila akan melahirkan, saya harus bilang kalau punya riwayat penyakit ambeien.

Ramadan pertama setelah menikah memang sangat berat bagi saya. Namun, saya bersyukur karena saya tinggal di rumah mertua. Keperluan makan dan minum untuk saya dan puasa suami sudah disiapkan ibu mertua. Saya hanya membantu sekadarnya. Wajar, berat badan saya naik cukup signifikan karena tidak berpuasa. Suami mau mencuci dan menyeterika pakaian.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Ujian Kedua adalah Mudik ke Kampung Halaman

Ilustrasi./Copyright shutterstock.com/id/g/Hafizussalam

Akhir bulan Ramadan kandungan saya sudah cukup umur alias sembilan bulan. Saya ingin mudik tapi pasti repot di perjalanan. Bagaimana nanti kalau di bus atau angkutan saya merasakan perut mulas. Setelah minta pendapat mertua, akhirnya saya dan suami mudik ke Yogyakarta.  Meskipun tidak ada peristiwa yang heboh, tapi kaki saya yang  membesar dan perut yang tegang sudah cukup membuat drama saat berjalan. Terminal cukup ramai dan padat. Tangan saya tidak lepas dari suami.

Tentu saja sampai di rumah ibu, saya dimarahi saudara-saudara.

"Kamu terlalu berani mengambil risiko."

"Salahkah bila aku ingin kumpul bersama keluarga?"

"Tapi bahaya banget. Bagaimana kalau di jalan kamu mengalami kontraksi atau melahirkan di dalam bus?"

Mungkin saudara saya belum merasakan bagaimana tinggal di rumah mertua dan rasanya berlebaran tidak di rumah orang tua sendiri. Namun, saya tidak mau berdebat. Yang penting saya sehat.

Alhamdulillah, akhirnya setelah lebaran saya bisa pulang ke rumah mertua tanpa kendala. Satu minggu setelah lebaran, saya melahirkan bayi yang sehat dengan lancar.

#ElevateWomen