Museum MACAN Hadirkan Pameran Kei Imazu, Soroti Sejarah Jakarta dan Isu Lingkungan

Amelia Salsabila AswandiDiterbitkan 20 Juni 2025, 10:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, jika berbicara mengenai isu lingkungan—khususnya yang ada di pesisir Jakarta sepertinya tidak ada habisnya, ya. Beragam cara dilakukan oleh anak-anak muda maupun orang dewasa untuk meningkatkan kesadaran masyarakat seputar isu lingkungan ini. Mulai dari penyuluhan ke berbagai desa, program pengabdian masyarakat dan lain sebagainya. 

Kini, giliran pegiat seni yang mengambil perannya untuk menyuarakan isu lingkungan yang cukup genting ini. Lewat pameran yang diselenggarakan oleh museum MACAN, seorang seniman asal Jepang yang kini tinggal di Bandung bernama Kei Imazu unjuk gigi dalam memamerkan karya-karya lukisannya yang unik dan menarik.

Pameran tunggal pertamanya di Indonesia bertajuk 'The Sea is Barely Wrinkled’ ini akan berlangsung dari 24 Mei sampai 5 Oktober 2025. Melalui karyanya, Kei Imazu mengajak pengunjung untuk mengenal sejarah kawasan pesisir Jakarta dan juga masalah lingkungan yang sedang dihadapi, seperti banjir dan penurunan tanah.

Dengan menggabungkan seni lukis tradisional dan teknologi digital, Imazu membuat karya yang tidak hanya indah, tapi juga mengajak kita berpikir tentang hubungan antara masa lalu, sekarang, dan masa depan serta bagaimana alam dan manusia saling memengaruhi.

2 dari 4 halaman

Jejak Jakarta dalam Goresan Imazu

Tampak instalasi Cut Meutia (2018) dan Teardown the Van Heutsz Monument (2025) karya Kei Imazu (l. Jepang, 1980) pada pameran Kei Imazu: The Sea is Barely Wrinkled di Museum MACAN, Jakarta, 2025. Foto milik Liandro Siringoringo. (Foto/Dok: Museum MACAN)

Dalam pameran ini, Kei Imazu mengajak kita untuk menelusuri cerita lama dari daerah Sunda Kelapa di Jakarta Utara yang merupakan pelabuhan penting sejak zaman sebelum kolonial hingga masa kejayaan VOC. Salah satu cerita yang diangkat adalah tenggelamnya kapal Batavia pada tahun 1629 di dekat pantai Australia Barat yang menjadi simbol bahwa ambisi besar manusia, seperti kolonialisme, bisa saja kalah oleh kekuatan alam yang tidak bisa kita kendalikan. 

Selain itu, Imazu juga menampilkan masalah lingkungan yang sedang dihadapi di kawasan pesisir Jakarta sekarang, seperti banjir yang sering terjadi, penurunan permukaan tanah serta perubahan iklim. Ia menyusun semuanya dalam konsep “peta waktu”, yakni sebuah cara menunjukkan bahwa masa lalu, masa kini, dan masa depan saling terhubung dan tidak bisa dipisahkan hanya dalam garis waktu biasa.

3 dari 4 halaman

Perpaduan Seni Lukis dan Teknologi Digital

Tampak instalasi The Sea is Barely Wrinkled (2025) dan Nyai Roro Kidul (2025) karya Kei Imazu (l. Jepang, 1980) pada pameran Kei Imazu: The Sea is Barely Wrinkled di Museum MACAN, Jakarta, 2025. Foto milik Liandro Siringoringo. (Foto/Dok: Museum MACAN)

Kei Imazu memadukan seni lukis tradisional dengan teknologi mutakhir, seperti manipulasi digital dan model 3D, dalam menciptakan karya-karyanya. Ia banyak merujuk pada dokumen sejarah, artefak budaya, dan mitologi lokal—termasuk figur-figur seperti Dewi Sri dan Nyai Roro Kidul—untuk menggambarkan hubungan yang erat antara manusia, alam, dan kepercayaan kolektif masyarakat.

“Banyak kekuatan tak kasatmata yang membentuk realitas kita hari ini,” ujar Imazu. “Mitos menjadi medium yang menyampaikan cerita-cerita yang nyaris terlupakan, dan lewat pameran ini saya ingin menghadirkan kembali suara-suara tersebut ke permukaan.” lanjutnya.

4 dari 4 halaman

Menggugah Kesadaran Akan Alam dan Sejarah

Kei Imazu (l. Jepang, 1980), The Land Lost to The Sea (2024): Plastik ABS, cat minyak, lampu LED, artefak 835 x 308 x 5 cm, atas izin perupa dan ROH. Tampak instalasi pameran Kei Imazu: The Sea is Barely Wrinkled di Museum MACAN, Jakarta, 2025. Foto milik Liandro Siringoringo. (Foto/Dok: Museum MACAN)

Direktur Museum MACAN—Venus Lau, menyebut pameran ini sebagai ruang perenungan bagi publik. “Karya-karya Imazu mengajak kita untuk melihat sejarah dan waktu layaknya lautan yang terus bergerak, hidup, dan saling terkait. Ia berhasil menyulam mitologi, ekologi, dan ingatan dalam karya yang relevan dengan kondisi dunia saat ini,” jelasnya.

Sebagai bagian dari rangkaian pembukaan, Museum MACAN akan mengadakan sejumlah program yang bisa diakses publik pada Sabtu, 24 Mei 2025. Di antaranya adalah tur anak dan diskusi bersama Kei Imazu yang akan mengulas proses kreatifnya—mulai dari teknik berkarya hingga perubahan pandangannya terhadap sejarah setelah tinggal di Indonesia sejak 2018.

Pameran ini bukan hanya menyuguhkan karya seni, tetapi juga mengundang publik untuk merenung—tentang sejarah yang membentuk kita, dan alam yang terus menuntut perhatian kita.