Perfeksionis saat Mengasuh Anak? Waspadai Dampak Tak Terduganya!

Amelia Salsabila AswandiDiterbitkan 23 Desember 2025, 13:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Setiap orangtua tentu ingin yang terbaik untuk anaknya. Memberikan pendidikan terbaik, mendampingi tumbuh kembangnya, hingga memastikan anak tumbuh menjadi pribadi yang sukses dan bahagia. Tapi, tanpa disadari, dorongan untuk “menjadi orangtua sempurna” ini kadang membuat kita menuntut anak juga untuk tampil tanpa cela. Inilah yang disebut dengan perfectionist parenting atau pola asuh perfeksionis.

Pola asuh seperti ini memang terlihat positif karena menuntut disiplin, penuh perhatian, dan berorientasi pada hasil. Namun, jika standar yang ditetapkan terlalu tinggi atau tidak realistis, anak justru bisa merasa tertekan, cemas, dan bahkan ragu pada kemampuan dirinya sendiri. Dalam jangka panjang, hal ini dapat berdampak pada kepercayaan diri, kesehatan mental, dan cara anak menghadapi dunia.

Untuk itu, penting untuk mengenali lebih dalam soal apa itu pola asuh perfeksionis, seperti apa tandanya, serta dampaknya jika diterapkan pada anak. Berikut informasinya—dilansir dari beberapa sumber termasuk ourmental.health.

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Apa Itu Perfectionist Parenting?

perfectionist parenting merupakan gaya asuh di mana orangtua punya ekspektasi tinggi pada anak. (Foto/Dok: freepik.com/Lifestylememory)

Secara sederhana, perfectionist parenting merupakan gaya asuh di mana orangtua punya ekspektasi tinggi—kadang terlalu tinggi—terhadap anak. Anak dituntut untuk selalu tampil baik, minim kesalahan, dan memenuhi standar “sempurna” versi orangtua. 

Biasanya, orangtua dengan pola asuh ini cenderung sulit menerima kegagalan, baik dari anak maupun dari diri sendiri. Kesalahan kecil bisa jadi bahan kritik besar. Meskipun tujuannya agar anak sukses, tapi pendekatannya bisa bikin anak merasa terbebani, lho.

3 dari 4 halaman

Dampak yang Mungkin Terjadi pada Anak

Anak yang terus-menerus dituntut untuk “sempurna” bisa merasa tertekan. (Foto/Dok: freepik.com)

1. Anak Jadi Mudah Cemas atau Stres

Anak yang terus-menerus dituntut untuk “sempurna” bisa merasa tertekan. Mereka jadi takut gagal, khawatir mengecewakan orangtua, dan akhirnya mudah cemas bahkan stres. Beberapa penelitian menunjukkan, pola ini berkaitan erat dengan gejala kecemasan dan depresi pada anak.

2. Harga Diri Anak Bisa Turun

Kalau anak merasa bahwa cinta dan perhatian orangtua hanya datang saat mereka berhasil, mereka bisa tumbuh dengan harga diri rendah. Mereka belajar untuk mengaitkan nilai diri mereka dengan prestasi semata.

3. Takut Mencoba Hal Baru

Karena takut gagal, anak bisa jadi enggan mencoba sesuatu yang baru. Mereka lebih memilih bermain aman daripada harus menghadapi risiko kegagalan. Padahal, mencoba dan gagal adalah bagian penting dari tumbuh dan belajar.

4. Sulit Bersosialisasi

Anak-anak yang merasa harus selalu sempurna bisa jadi terlalu kritis terhadap diri sendiri maupun orang lain. Ini bisa membuat mereka kesulitan menjalin hubungan sosial yang sehat dan alami.

5. Kurangnya Ketahanan Mental

Ironisnya, niat orangtua untuk “mempersiapkan masa depan” justru bisa membuat anak kurang tangguh. Mereka tidak bisa belajar bagaimana menghadapi kegagalan atau bangkit dari kesalahan karena tidak diberi ruang untuk gagal.

4 dari 4 halaman

Strategi Menghindari Pola Asuh Perfeksionis

Sadari bahwa kesalahan adalah bagian dari proses belajar dan tumbuh. (Foto/Dok: freepik.com/jcomp)

1. Terima Ketidaksempurnaan Anak: Sadari bahwa kesalahan adalah bagian dari proses belajar dan tumbuh.

2. Fokus pada Proses, Bukan Hasil: Hargai usaha dan kemajuan anak, bukan hanya pencapaian akhir.

3. Berikan Dukungan Emosional: Dengarkan perasaan anak dan bantu mereka mengelola emosi dengan sehat.

4. Jadilah Teladan yang Realistis: Tunjukkan bahwa tidak apa-apa untuk tidak sempurna dan pentingnya belajar dari kesalahan.

5. Ciptakan Lingkungan yang Aman: Bangun hubungan yang didasarkan pada kasih sayang tanpa syarat, bukan pada pencapaian.

 

Semoga informasi di atas bermanfaat, ya, sahabat Fimela!