Rama Duwaji, Seniman Suriah-Amerika yang Jadi First Lady Gen Z Pertama di New York yang Bawa Isu Kemanusiaan Lewat Karyanya

Anisha Saktian PutriDiterbitkan 07 November 2025, 15:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Nama Rama Duwaji tengah menjadi perbincangan, sebab perempuan keturunan Suriah-Amerika ini menjadi Gen Z dan seorang muslim pertama yang menduduki first lady New York setelah suaminya Zohran Mamdani terpilih menjadi Wali Kota New York City ke 111. Rama Duwaji menarik perhatian publik karena ia seorang ilustrator, animator, dan seniman keramik keturunan Suriah-Amerika yang saat ini tinggal di Brooklyn, New York.

Ia lahir di Houston, Texas, dari orangtua keturunan Suriah, dan menghabiskan sebagian masa kecilnya di Dubai. Melansir Elle.com, ia menempuh pendidikan seni secara formal di perguruan tinggi dan meraih gelar BFA (Bachelor of Fine Arts) dari Virginia Commonwealth University pada tahun 2019.

Pada tahun 2021, ia pindah ke New York untuk melanjutkan studi di School of Visual Arts, di mana ia memperoleh gelar master (MFA) dalam program Illustration as Visual Essay, sebagaimana dilaporkan oleh The New York Times. Banyak pengguna internet menjuluki Rama Duwaji sebagai 'baddie" karena personalitinya yang dianggap unik dan menarik. 

Istilah “baddie” dalam bahasa generasi muda di media sosial memiliki arti positif — yaitu seseorang yang confident, stylish, memiliki attitude kuat, tampilan yang menarik dan “vibes” yang memancarkan kepercayaan diri.  

What's On Fimela
2 dari 4 halaman

Menggunakan Seni Untuk Menanggapi Isu Sosial dan Politik

Rama Duwaji istri Zohran Mamdani yang merupakan seorang seniman. [@zohrankmamdani]

Duwaji berkarya di berbagai bidang, mulai dari ilustrasi, animasi, hingga keramik. Proyek dan komisi seninya telah muncul di berbagai media ternama seperti The New Yorker, The Washington Post, The Cut, dan BBC. Ia juga pernah bekerja sama dengan klien besar seperti Apple, Spotify, dan Tate Modern.

Karyanya tidak hanya estetika, tapi juga sarat dengan pesan sosial dan kemanusiaan — terutama terkait identitas, diaspora Arab, konflik Timur Tengah, dan narasi perempuan. Lahir di Texas dari keluarga keturunan Suriah, Duwaji menciptakan berbagai ilustrasi yang mengeksplorasi dan merayakan pengalaman perempuan melalui seni—dari hal-hal sederhana seperti membaca dan bermain musik, hingga menggambarkan perempuan yang “bangkit melawan tirani” dan kasus-kasus pembunuhan tak terpecahkan di Yaman.

Seniman berusia 27 tahun ini juga menyoroti pengalaman Reem Ahmed, seorang arsitek asal Gaza yang terjebak di bawah reruntuhan rumahnya selama 12 jam setelah serangan udara Israel yang menewaskan anggota keluarganya. 

Pada bulan April, Duwaji membagikan sebuah unggahan berjudul “Art in Times of Crisis” (Seni di Masa Krisis), di mana ia menceritakan perasaannya yang kelelahan, hidup di New York City yang “bergejolak,” dan keyakinannya bahwa “Seni secara inheren bersifat politis—baik dalam proses pembuatannya, pendanaannya, maupun cara ia dibagikan.”

Kehadiran daring Duwaji tampak lebih tertutup soal kehidupan pribadinya; ia lebih banyak menampilkan ilustrasi dan animasinya. Banyak dari karya-karya tersebut berfokus pada komentar sosial dan politik. 

Dalam wawancara bulan April bersama Yung, majalah budaya yang menyoroti para kreator dari Timur Tengah dan Afrika, Duwaji menceritakan bagaimana ia menggunakan seni untuk menanggapi isu-isu sosial dan politik, seperti meningkatnya penggerebekan oleh ICE (Imigrasi dan Bea Cukai AS) serta perang di Gaza.

“Karya seni saya selalu menjadi cerminan dari apa yang terjadi di sekitar saya. Namun, saat ini yang terasa lebih penting daripada peran saya sebagai seniman adalah peran saya sebagai warga negara Amerika Serikat. Dengan begitu banyak orang yang terpinggirkan dan dibungkam oleh ketakutan, satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalah menggunakan suara saya untuk berbicara tentang apa yang terjadi di AS, Palestina, dan Suriah sebanyak yang saya bisa,” ujarnya dalam wawancara tersebut.

3 dari 4 halaman

Karya Menyentuh topik-topik seperti krisis kemanusiaan di Timur Tengah

Rama Duwaji istri Zohran Mamdani yang merupakan seorang seniman yang tampil stylish. [@zohrankmamdani]

Seni Duwaji kerap menyentuh topik-topik seperti krisis kemanusiaan di Timur Tengah. Dalam beberapa tahun terakhir, ia banyak menghasilkan karya yang menggambarkan pengalaman rakyat Palestina di tengah konflik dengan Israel.

Pada tahun 2023, misalnya, Duwaji membuat ilustrasi bergaya komik untuk The Washington Post yang menceritakan kisah Reem Ahmed, seorang perempuan Palestina yang selamat dari serangan udara Israel setelah terjebak di bawah reruntuhan selama 12 jam. 

Sebuah animasi yang ia unggah pada bulan Mei menampilkan seorang gadis Palestina kecil memegang panci besar kosong dengan tulisan “Not a hunger crisis” (Bukan krisis kelaparan) terpampang di atasnya, sebelum transisi menampilkan pemandangan dari atas beberapa orang yang juga memegang wadah kosong, dengan teks bertuliskan “It is deliberate starvation” (Ini adalah kelaparan yang disengaja).

Sikap Duwaji sejalan dengan suaminya, Mamdani, yang juga kritik keras terhadap perang Israel di Gaza. Ia bahkan pernah mengatakan bahwa ia akan mengizinkan penangkapan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bila tokoh itu berkunjung ke kota tersebut.

4 dari 4 halaman

Kisah Cinta Berawal dari Aplikasi Hingga Pakai Baju Desainer Palestina

Kisah cinta Rama Duwaji dan Zohran Mamdani. [@ramaduwaji]

Mamdani dan Duwaji pertama kali bertemu melalui aplikasi kencan Hinge pada tahun 2021, Rama Duwaji dan Zohran Mamdani menikah pada Februari 2025 dalam sebuah upacara sipil di Kantor Catatan Sipil di Lower Manhattan, New York. Sebelumnya, mereka juga mengadakan perayaan tunangan di Dubai pada Desember 2024. 

Dubai, kota tempat Duwaji menghabiskan masa kecilnya dan di mana keluarganya masih tinggal hingga kini. Upacara berlangsung di atap Vida Creek Harbour, menawarkan pemandangan terbuka menuju Burj Khalifa.

Untuk acara pernikahan, Duwaji mengenakan gaun putih berkilau bernuansa perak, sementara Mamdani tampil dengan kurta biru tua.  

Dalam berbagai kesempatan, Mamdani secara terbuka mengucapkan terima kasih kepada Duwaji atas dukungannya selama masa kampanye. Dalam pidato kemenangannya, ia menyebut sang istri dengan penuh kasih menggunakan istilah dalam bahasa Arab, “hayati,” yang berarti “hidupku” atau “my life.”

Ia juga menambahkan, “Tidak ada orang lain yang lebih ingin aku miliki di sisiku saat ini, dan di setiap momen lainnya.”

Rama Duwaji juga mengenakan dress rancangan desainer berdarah Yordanian-Palestina Zeid Hijazi, saat merayakan kemenangan suaminya, Zohran Mamdani, sebagai wali kota terpilih New York di Brooklyn, AS. 

  Ia mengenakan atasan denim berpotongan persegi karya Zeid Hijazi, desainer asal Palestina-Yordania yang dikenal karena menggabungkan kriya tradisional Timur Tengah dengan siluet modern.

Penampilannya tampak berani dan tidak biasa untuk debut politik di Amerika, karena ia memadukan atasan tersebut dengan rok hitam panjang rancangan desainer New York, Ulla Johnson, serta anting minimalis dari Eddie Borgo.

Dengan kemenangan Mamdani, ia menjadi wali kota Muslim pertama di New York City. Selain itu, ia juga tercatat sebagai wali kota keturunan Asia Selatan pertama dan yang termuda dalam lebih dari satu abad. 

Kampanye Mamdani menekankan pada isu-isu ekonomi: pembekuan sewa (rent freeze), peningkatan upah minimum, tarif bus gratis, dan pajak lebih besar terhadap kekayaan kaya-kaya.