Fimela.com, Jakarta - Sahabat Fimela, pernahkah Anda merasa bingung mengapa pertengkaran dengan pasangan seringkali bermula dari hal-hal yang sangat sepele? Sebuah piring kotor yang tidak dicuci atau cara mengisi mesin pencuci piring bisa menjadi pemicu konflik besar. Fenomena ini bukan hanya terjadi pada Anda, melainkan banyak pasangan mengalaminya.
Para ahli hubungan dan psikolog sepakat bahwa friksi kecil ini jarang berdiri sendiri. Biasanya, ada akar masalah yang lebih dalam atau kebutuhan emosional yang belum terpenuhi yang menjadi pemicunya. Memahami akar masalah ini sangat penting untuk membangun hubungan yang lebih sehat dan harmonis.
Artikel ini akan mengupas tuntas berbagai faktor di balik pertanyaan kenapa pasangan sering bertengkar soal hal sepele. Kita akan menjelajahi pandangan para ahli untuk membantu Sahabat Fimela mengidentifikasi dan mengatasi pemicu konflik dalam hubungan Anda.
Masalah Emosional yang Tak Terpenuhi Menjadi Akar Konflik
Banyak pertengkaran sepele seringkali merupakan gejala dari masalah yang lebih besar dan belum terselesaikan dalam hubungan. Menurut peneliti hubungan John Gottman, pasangan sering berdebat tentang hal-hal yang tampaknya tidak penting, seperti cara 'yang benar' untuk mengisi mesin pencuci piring, padahal ada masalah yang lebih besar sedang terjadi.
Seorang terapis, Lindsay Walden, mengamati bahwa pasangan sering mengabaikan perselisihan kecil sebagai hal sepele. Namun, ia menemukan bahwa itu adalah gejala dari masalah komunikasi yang lebih signifikan atau ketidaksesuaian emosional. Ini menunjukkan bahwa di balik setiap pertengkaran kecil, ada pesan penting yang perlu didengarkan.
Dr. Katelyn Gomes, seorang terapis pasangan, juga menegaskan bahwa frustrasi sehari-hari jarang tentang apa yang terlihat. Pertengkaran kecil sering menunjukkan kebutuhan yang tidak terpenuhi akan rasa hormat, perhatian, atau koneksi emosional. Kebutuhan dasar seperti keterikatan, penerimaan, penghargaan positif, dan otonomi sangat krusial dalam hubungan. Ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi, kegelisahan muncul dan dapat memicu pertengkaran.
Stres Eksternal dan Keterampilan Komunikasi yang Kurang Efektif
Tingkat stres yang tinggi dari pekerjaan, keluarga, atau masalah kesehatan dapat secara signifikan menurunkan toleransi seseorang terhadap frustrasi. Sahabat Fimela mungkin menyadari bahwa gangguan kecil yang biasanya diabaikan kini menjadi pemicu untuk melepaskan stres dan kecemasan yang terpendam. Tanpa disadari, tekanan ini seringkali dilampiaskan kepada pasangan.
Selain itu, ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif juga berperan besar. Beberapa individu mungkin tidak pernah belajar bagaimana berhubungan dengan perasaan mereka sendiri, apalagi mengomunikasikannya dengan tenang. Ada pula yang mungkin mencari perhatian atau kasih sayang, namun tidak tahu cara memintanya, sehingga memicu konflik kecil untuk mendapatkan perhatian negatif.
Komunikasi yang buruk juga bisa muncul ketika satu pihak menganggap suatu hal tidak penting, sementara bagi pihak lain, hal tersebut mewakili masalah yang jauh lebih luas. Mengatasi situasi ini memerlukan komunikasi yang baik dan jelas, di mana kedua belah pihak mampu mengartikulasikan apa arti sebenarnya dari suatu masalah bagi mereka.
Memahami 'Tawaran Emosional' dan Perbedaan Ekspektasi
Drs. John dan Julie Gottman memperkenalkan konsep 'tawaran emosional' sebagai upaya halus untuk terhubung. Sebuah desahan, komentar, atau permintaan bantuan mungkin bukan hanya tentang tugas itu sendiri, melainkan tawaran untuk perhatian, empati, atau kemitraan. Ketika tawaran ini tidak diperhatikan atau ditanggapi dengan iritasi, pasangan bisa merasa tidak terlihat atau tidak penting, yang memicu frustrasi.
Misalnya, keluhan tentang tugas yang terlupakan mungkin sebenarnya mengungkapkan: 'Saya perlu merasa bahwa Anda memperhatikan dan menghargai kontribusi saya terhadap kehidupan bersama kita'. Ini menunjukkan bahwa masalah kecil seringkali mewakili kekhawatiran hubungan yang lebih besar, seperti nilai-nilai yang berbeda atau kekhawatiran finansial.
Perbedaan ekspektasi dan kebiasaan juga menjadi pemicu umum. Sahabat Fimela mungkin menyukai kebersihan, sementara pasangan merasa sedikit berantakan tidak masalah. Bentrokan kecil atas kebiasaan ini dapat menumpuk dan menyebabkan konflik. Jika seseorang selalu terlambat atau meninggalkan sampah, momen-momen itu bisa mengganggu karena mewakili rasa tidak hormat yang lebih dalam.
Beberapa individu bahkan mungkin mencari pertengkaran karena harga diri rendah atau ketakutan akan keintiman sejati. Mereka mungkin secara tidak sadar menyabotase hubungan untuk menghindari kerentanan. Memahami dinamika ini membantu kita melihat bahwa pertengkaran sepele seringkali adalah cerminan dari kompleksitas emosional dan psikologis yang lebih dalam.