Mengapa ‘High-Effort Boyfriend’ Jadi Tren Kencan Toxic Berikutnya?

Vinsensia DianawantiDiterbitkan 26 Desember 2025, 21:13 WIB

ringkasan

  • Tren "high-effort boyfriend" yang marak di media sosial, meskipun tampak romantis, adalah fenomena kencan beracun yang mengikis kemandirian wanita.
  • Tren ini mendorong ketergantungan finansial dan menghilangkan agensi pribadi, seperti yang ditunjukkan oleh kasus wanita yang tidak tahu cara membayar tagihan.
  • Ekspektasi agar pria mengurus dan membayar segalanya bukan pemberdayaan feminis, melainkan infantilasi yang berisiko mengembalikan wanita ke posisi historis yang membatasi.

Fimela.com, Jakarta - Sahabat Fimela, dunia kencan modern seringkali diwarnai berbagai tren yang muncul dari media sosial. Salah satu yang sedang hangat diperbincangkan adalah fenomena "high-effort boyfriend" yang sekilas tampak ideal. Namun, di balik tampilan romantisnya, tren ini menyimpan potensi bahaya yang mengkhawatirkan bagi kemandirian perempuan.

Tren ini digambarkan sebagai kondisi di mana seorang wanita memiliki pasangan yang melakukan segalanya untuknya tanpa diminta. Video-video di media sosial kerap memamerkan daftar tindakan luar biasa, mulai dari memberikan bunga rutin hingga selalu membayar semua tagihan kencan, yang seolah menjadi standar baru dalam hubungan. Fenomena ini, yang marak di platform digital, mulai menuai kritik sebagai tren kencan beracun yang baru.

Meskipun banyak yang melihatnya sebagai bentuk pemberdayaan, di mana wanita tidak perlu meminta lebih, pandangan lain justru menyoroti dampak negatifnya. Tren ini berpotensi mengikis agensi dan kemandirian wanita, menciptakan dinamika hubungan yang tidak seimbang dan berisiko mengembalikan perempuan pada posisi yang secara historis membatasi.

2 dari 4 halaman

Mengenal Fenomena "High-Effort Boyfriend"

Ilustrasi pasangan, kekasih, pacar. (Photo Copyright by Freepik)

Tren "high-effort boyfriend" menjadi viral melalui video-video di media sosial yang seringkali diawali dengan kalimat provokatif. Video tersebut biasanya menampilkan seorang wanita yang menjelaskan daftar hal-hal luar biasa yang dilakukan pasangannya tanpa perlu diminta. Misalnya, pasangan tersebut secara rutin memberikan bunga atau selalu mengambil alih pembayaran tagihan restoran setiap kali mereka berkencan.

Fenomena ini menciptakan narasi bahwa memiliki pasangan yang "high-effort" akan "mengubah seluruh sistem saraf" seseorang. Ini karena, menurut beberapa pengguna media sosial, wanita tidak perlu "meminta terlalu banyak", dan pria yang tepat akan dengan senang hati menunjukkan usaha dan cinta mereka secara terbuka. Konsep ini menyiratkan bahwa standar tinggi dalam hubungan harus dipenuhi sepenuhnya oleh satu pihak.

Namun, di balik citra romantis ini, terdapat perdebatan tentang apakah tren ini benar-benar sehat. Beberapa pihak berpendapat bahwa ekspektasi semacam ini dapat menciptakan ketergantungan dan menghilangkan inisiatif dari pihak wanita, yang pada akhirnya dapat merugikan kemandirian mereka dalam jangka panjang.

3 dari 4 halaman

Daya Tarik Semu dan Bahaya Tersembunyi

Pada pandangan pertama, tren "high-effort" mungkin tampak memberdayakan, dengan pesan yang jelas bahwa wanita tidak boleh menerima kurang dari yang pantas mereka dapatkan dan harus menetapkan standar yang lebih tinggi. Pesan ini seolah mendorong wanita untuk menuntut lebih dari pasangan mereka.

Namun, Helen Coffey dari Independent.co.uk berpendapat bahwa ekspektasi agar seorang pria mengurus dan membayar segalanya bukanlah bentuk pemberdayaan feminis. Sebaliknya, ia menyebutnya sebagai bentuk infantilasi, di mana wanita diperlakukan seperti anak-anak yang tidak mampu mengurus diri sendiri. Ini menciptakan ilusi bahwa wanita "dimanjakan", padahal sebenarnya mereka kehilangan kendali atas aspek-aspek penting dalam hidup.

Daya tarik semu ini bisa menipu, Sahabat Fimela. Apa yang terlihat seperti kemewahan dan perhatian berlebih, bisa jadi adalah cara halus untuk menghilangkan agensi dan kemandirian. Hubungan yang sehat seharusnya didasarkan pada kesetaraan dan saling mendukung, bukan dominasi satu pihak dalam memberikan "usaha" dan pihak lain yang hanya menerima.

4 dari 4 halaman

Mengikis Kemandirian dan Agensi Wanita

Artikel tersebut menyoroti bagaimana tren ini dapat menghilangkan agensi wanita dan menciptakan hubungan yang secara inheren tidak seimbang. Contoh ekstrem yang disebutkan adalah seorang wanita yang mengikuti tren ini mengakui bahwa ia tidak tahu bagaimana membayar tagihan mereka, karena pasangannya tidak ingin ia khawatir tentang hal itu. Situasi ini sangat mirip dengan karakter Nora dalam drama "A Doll's House" karya Ibsen, di mana sang protagonis secara rutin di-infantilasi oleh suaminya.

Meskipun banyak wanita yang mengikuti tren ini memiliki pekerjaan dan penghasilan sendiri, pesan yang tersirat adalah mereka tidak diizinkan untuk membelanjakan uang mereka sendiri atau membeli barang untuk diri mereka sendiri. Melepaskan kendali finansial dan menjadi bergantung pada pasangan adalah permainan yang berisiko. Ini mengingatkan pada sejarah panjang di mana wanita secara esensial dianggap sebagai properti pria dan tidak diizinkan secara hukum untuk memiliki properti atau menyimpan penghasilan mereka sendiri hingga akhir abad ke-19 di Inggris.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melihat lebih jauh dari permukaan tren yang tampak glamor ini. Kemandirian finansial dan agensi pribadi adalah pilar penting dalam kehidupan seorang wanita. Mendorong ketergantungan, meskipun dengan niat baik, bisa menjadi langkah mundur bagi kesetaraan gender dan pemberdayaan wanita.