Sukses

Entertainment

Famestory Yoshi Sudarso, Lawan Serangan Bullying dan Mengubah Jalan Hidup

Fimela.com, Jakarta Setiap orang memiliki perjalanan hidupnya masing-masing, tak selalu menyenangkan, aktor Yoshi Sudarso pun memiliki pengalaman pahit masa lalu kala dirinya menjadi sasaran bullying. Tak sebentar, perlakuan tidak menyenangkan itu harus ia terima sejak usia 8 tahun hingga duduk di bangku SMA.

Bercerita tentang pengalaman pahitnya, bintang serial Wedding Agreement 2 ini menyebut kejadian itu terjadi saat ia pindah bersama orang tuanya ke Amerika Serikat. Tak menguasai bahasa Inggris dan berbagai stereotipe tentang orang Asia, juga perbedaan fisik dan budaya yang mencolok pun membuat Yoshi menjadi sasaran empuk untuk diolok.

"I was a very easy target, sejak kecil sampai ke SMA masih jadi sasaran bullying, karena waktu SMA suka banget sama anime, video games. Bullying di mana saja akan ada, it just happen with me karena nggak bisa bahasa Inggris, makanannya beda. Kita makan pakai tangan kan, terus di sana kalau kamu orang Asia, mereka expect-nya pakai chopstick, tapi kita (orang Indonesia makan) pakai tangan. (Itu) lucu buat mereka, beda," tutur Yoshi Sudarso saat berbincang dengan Fimela di KapanLagi Youniverse, Jakarta Pusat.

Bukan waktu yang sebentar untuk Yoshi menerima perlakuan tidak menyenangkan itu dan seiring berjalannya waktu, ia sadar bahwa dirinya tak bisa diam saja, di mana ia harus melawan dan menghentikan serangan bullying yang terus menyasar dirinya.

"Saya jadi sasaran bullying because my culture, my language, jadi the most important thing.. what do you do about bullying? Like what the bullying do to you? Are you gonna small and shall up or grow and become a better person?" ujar bintang Buffalo Boys itu mengenang keputusannya.

"Kalau kita dibully terus jadi menciut itu nggak menolong sama sekali, you have to stand up for your self. So was another thing that i learned, i remember the day that like langsung melawan balik, 'No, no more'. It change the chemistry my brain. In every phase of my life, change my whole life," tutur Yoshi yang sudah berdamai dengan masa lalu pahitnya.

Ya, langkah berani yang diambil Yoshi menghentikan serangan bullying tentu bukan sesuatu yang mudah. Namun tekadnya besarnya itu telah berhasil menyelamatkan dirinya untuk lebih mudah melangkah dan menjalani hidup dengan nyaman, tanpa embel-embel perbedaan.

 

 

Bicara tentang sosok Yoshi Sudarso, aktor 34 tahun ini ternyata memiliki perjalanan karier unik, di mana ia tak pernah bercita-cita menjadi seorang aktor melainkan ingin menjadi seorang guru matematika.

"Akting nggak di dalam keinginan aku. Aku kuliah matematika, aku ingin jadi guru matematika dan coaching untuk cheerleading. Aku sempat cheerleading saat kuliah beberapa tahun dan dapat national champion gitu. So, that's my background."

Lalu bagaimana akhirnya Yoshi bisa terjun ke dunia akting? Jawabannya adalah keisengannya mengisi liburan musim panas dengan menjadi figuran yang akhirnya mengantarkan dirinya menggeluti karier sebagai seorang aktor.

"Summer nggak ada kerjaan, jadi ikut saja biar punya uang. Sekali dan seru, terus lagi dan lagi malah jadi nagih dan fun. And i have very obsesif personality," ucapnya yang semakin penasaran dengan dunia akting. Dari awalnya hanya sebagai iseng menjadi figuran, Yoshi begitu penasaran bagaimana seseorang kemudian bisa mendapatkan dialog dan peran.

"Eh kok dia ada scene bisa ngomong (dialog), terus saya nanya, nyamperin ke dia bagaimana bisa dapat karakternya. Oh ternyata ada websitenya dan bayar sekian nanti cari karakter untuk audisi," kenang Yoshi.

Yoshi Sudarso baru saja menyelesaikan syuting serial terbarunya di Indonesia di mana namanya sempat ramai di media sosial karena menjadi saingan Refal Hady dalam Wedding Agreement Season 2. Menyebut nama Yoshi, aktor kelahiran 12 April 1989 pun telah membintangi berbagai judul serial Power Rangers dan yang terbaru adalah film Bullet Train yang juga dibintangi Brad Pitt.

Tak hanya berbincang tentang karier, kepada Fimela, Yoshi Sudarso juga bercerita tentang cita-cita, keluarga juga keinginannya mengenalkan Indonesia kepada anak-anaknya dan berikut ini adalah kutipan wawancaranya.

Kendala Bahasa dan Jalani Pekerjaan yang Menyenangkan

Tak semua orang bisa dengan berani melawan balik serangan bullying. Yoshi Sudarso pun butuh waktu lama sampai dirinya bisa lepas, di mana ia mengaku jadi sasaran bullying sejak kecil hingga duduk di bangku SMA.

Bagaimana Anda akhirnya memutuskan untuk menyerang balik dan menghentikan serangan bullying?

Honestly kurang ingat sih, it was a moment like i dont like this anymore, and if i dont want it what you gonna do about it? I had to do something about it, and that was just come to my heart and don't know exactly where came from. Mungkin from watching enemy, i don't know hahaha!

Lalu hal yang sama juga terjadi saat Anda datang ke sini untuk berkarier?

Ke Amerika nggak bisa bahasa Inggris, terus paksa diri untuk bisa bahasa Inggris, jadi lupa bahasa Indonesianya. Datang ke sini balik lagi untuk kerja, lupa lagi bahasa Indonesianya, nggak bisa bahasa Indonesia. Sekarang sudah mendingan deh. Tapi ya lima tahun lalu, wah parah banget.

Apakah kendala bahasa membuat Anda kembali mengalami hal yang tidak menyenangkan? 

Lebih diledekin saja, it was funny when you say that. Pas ke sini datang untuk Bufallo Boys, sebulan sebelum mulai syuting kan ada latihannya, yang paling banyak aku minta latihan pakai bahasa Indonesianya, biar pas on set sudah hafal.

Aku banyak latihan sama pemain perempuannya, sama Pevita dan Mikha Tambayong, karena Aryo Bayu masih ada proyek lain. I try my indo, tapi sampai sekarang tetap masih ada yang kakunya. 5 years ago even worst. So i try all i know from my parents.

Perbedaan apa yang paling terasa jika dibandingkan saat bekerja di Hollywood dan di Indonesia?

Ada banyak sih. Tapi yang paling beda menurutku di sini sebagai pemain ya. Kalau di US, karena aku dari Asia, karakter yang aku bisa aku mainin sedikit banget, terbatas banget dan juga pas masuk ke Hollywood i learn hardway, kalau pemain lain, temanku, gampang banget audisi kayak 2-3 kali seminggu (jadwalnya), kalau aku, justru 6 bulan sekali, susah untuk masuk industri ini. Kedua orang tua tidak main di industri itu, teman juga nggak ada yang main, nggak ada saudara juga.

Tapi di sini (Indonesia) sangat berbeda. Aku bisa jadi pemain apa saja, karakternya apa saja. Jadi pasti beda dan bahasa juga, tapi tetap terus belajar untuk jadi lebih baik lagi.

Apakah menjadi aktor memang menjadi cita-cita Anda?

Akting nggak di dalam keinginan aku. Aku kuliah matematika, aku ingin jadi guru matematika dan coaching untuk cheerleading. Aku sempat cheerleading saat kuliah beberapa tahun dan dapat national champion gitu. So, that's my background.

Jadi rencananya aku mau balik ke SMA aku, teaching math dan coaching cheerleading. Terus ada yang nanya aku action beladirinya apa? Padahal nggak ada, aku cuma nonton YouTube tapi fisik (terbentuk) itu dari cheerleading. Intinya i dont know where, kita lagi mau casting untuk film-film, justru ditawarin, mau ikut nggak, yaudah oke.

Apalagi summer nggak ada kerjaan, jadi ikut saja biar punya uang. Sekali dan seru, terus lagi dan lagi malah jadi nagih dan fun. And i have verry obsesif personality. Jadi ketika ada pekerjaan lain, eh kok dia ada scene bisa ngomong (dialog), terus saya nanya, nyamperin ke dia bagaimana bisa dapat karakternya. Oh ternyata ada websitenya dan bayar sekian nanti cari karakter untuk audisi dan lagi-lagi aku tanya. Jadi emang iseng aja buat acting tapi saya sangat suka.

Ke Indonesia

Kembali ke Indonesia untuk sementara, rencananya memang untuk bekerja?

Sebenarnya pas balik ke Indonesia itu untuk mengenalkan istri aku ke keluarga di sini karena kami baru menikah dan semua tidak bisa datang ke Amerika. Jadi ke sini ya buat kenalan dengan keluarga, intinya itu.

Pas datang ke sini ada talkshow, dan memang baru selesai film Power Rangers, aku juga nggak ngeh kalau Power Rangers belum pernah ada orang Indonesia. Dari situ jadi banyak proyek di Indonesia, ketemu Joe Taslim, kita sempat ketemu di acara dan dulu Buffalo Boys kan harusnya dia yang main, tapi dia nggak sempat, akhirnya dia kasih ke aku. Dan juga ada penulis yang lihat aku di talkshow dan yaudah 'Yoshi saja yang main' dan karakternya ini (dalam Wedding Agreement) dari Amerika juga, pas sama aku.

Jadi akan banyak bekerja di Indonesia ya?

Kalau bisa kerja di sini kenapa nggak, kan jadi banyak koneksi. Pas awal di Buffalo Boys takut sih karena sudah lama nggak ke Indonesia dan nggak tahu ekspetasinya kerja di sini seperti apa. Tapi ternyata seru banget. Selain itu aku juga bisa cobain lagi makanan yang aku makan waktu kecil, jadi kayak throwback, gimana lagi bisa coba kalau nggak kerja di sini. Kayak misal makan pisang goreng, kalau di sana nggak ada.

Apakah ada rencana untuk kembali menetap di Indonesia?

I never know. Aku punya plan, tapi nggak tahu ke depannya seperti apa. Mungkin (kembali), we never know.

 

Bagaimana Anda mengenalkan Indonesia kepada istri dan anak?

Di US setiap hari, aku ngobrol dengan anak menggunakan bahasa Indonesia, dia sudah bisa mengerti kata-kata tapi belum fasih. Sekarang anak umur 2 tahun 3 bulan. Kalau tinggal di sini, jauh lebih enak mempelajari bahasa, culture, makanan. Tapi istri di sana juga masak opor, soto betawi karena dia juga suka.

Apakah keluarga di sana masih sering masak masakan Indonesia?

My mom suka banget makanan Indonesia tapi dia nggak bisa masak. Akhirnya dia belajar, jadi setiap hari makan makanan Indonesia, nasi goreng, mie goreng, soto. Kalau di rumah sih gitu. Kalau di sana resto Indonesia kurang terkenal. Makanya susah nyari makanan Indonesia di Amerika. Justru Thai food lebih terkenal padahal makanan Indonesia lebih banyak, tapi kurang terkenal.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

What's On Fimela
Loading