Tips Menciptakan Kedekatan Kakak-Adik yang Hangat Tanpa Rasa Saing

Langkah-langkah untuk menciptakan kedekatan kakak adik yang harmonis dan suportif. (foto: jcomp/freepik)

Fimela.com, Jakarta Setiap orang tua pasti mendambakan hubungan kakak-adik yang akrab dan saling menyayangi. Namun, kenyataannya tidak selalu semudah itu. Ada hari-hari ketika rumah terasa seperti arena kecil penuh persaingan dari mulai berebut mainan, perhatian, bahkan waktu bersama orang tua. Wajar memang, karena rasa cemburu dan rivalitas adalah bagian alami dari tumbuh kembang anak. Tapi jika dibiarkan, persaingan ini bisa mengganggu keharmonisan keluarga. Kabar baiknya, ada cara untuk mengubah energi kompetitif menjadi kedekatan yang hangat.

Bersumber dari laman positiveparentingsolutions.com salah satu kesalahan umum yang sering dilakukan orang tua tanpa sadar adalah memberi label pada anak. Misalnya, “Kakak itu anaknya rajin, tapi adiknya lebih santai,” atau “Si kecil memang lebih manja.” Kalimat sederhana seperti itu bisa menciptakan jarak emosional di antara mereka. Anak yang diberi label cenderung merasa harus mempertahankan “peran” tersebut, sementara saudaranya bisa merasa tidak cukup baik. Cobalah untuk menghargai setiap anak secara individual tanpa membandingkan, karena setiap anak punya keunikannya sendiri.

Hubungan yang dekat dimulai dari perhatian yang tulus. Anak-anak sering kali bersaing karena merasa harus berebut perhatian orang tua. Maka, sisihkan waktu khusus setiap hari untuk bersama masing-masing anak, meski hanya sepuluh menit. Ajak berbicara, bermain, atau melakukan kegiatan sederhana yang mereka sukai. Saat anak merasa diperhatikan, kebutuhan emosionalnya terpenuhi dan keinginan untuk “menang” dari saudaranya pun berkurang.

Membimbing anak menyelesaikan konflik dengan cinta dan pengertian

Peran orang tua dalam mendampingi dan mengajarkan anak untuk menyelesaikan konflik dengan bijak. (foto: tirachardz/freepik)

Ketika konflik terjadi, orang tua sering merasa harus menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah. Namun, sikap seperti ini justru memperkuat rasa saing. Cobalah untuk menjadi mediator, bukan hakim. Ajak anak-anak bicara dari hati ke hati, dengarkan pendapat keduanya, dan bantu mereka menemukan solusi bersama. Dengan cara ini, mereka belajar bahwa perbedaan bukan untuk diperdebatkan, tapi diselesaikan bersama dengan empati dan pengertian.

Berbagi adalah hal penting, tetapi anak juga perlu merasa aman dengan kepemilikannya. Jika orang tua terlalu sering memaksa anak untuk berbagi, terutama terhadap barang baru, mereka justru akan merasa kehilangan kendali dan enggan melakukannya lagi. Beri mereka waktu untuk menikmati barangnya terlebih dahulu, dan ajarkan bahwa berbagi akan terasa menyenangkan jika dilakukan dengan sukarela. Dari situ, anak belajar bahwa berbagi bukan kewajiban, melainkan bentuk kasih sayang.

Tidak jarang, perebutan mainan atau perhatian berujung pada tangisan keras dan tantrum. Saat hal ini terjadi, hindari memberi solusi cepat seperti “Sudah, kasih saja ke adik biar diam.” Sikap ini bisa membuat anak belajar bahwa menangis adalah cara mendapatkan keinginannya. Sebaliknya, hadapi dengan sabar dan empati. Katakan, “Mama tahu kamu kesal, tapi kamu bisa menunggu giliran.” Konsistensi ini akan membuat anak belajar mengelola emosinya dengan lebih baik.

Mendidik anak untuk tumbuh dalam cinta, bukan persaingan

Membentuk kedekatan kakak-adik membutuhkan waktu dan kesabaran. (foto: pressfoto/freepik)

Anak-anak yang merasa dicintai tanpa syarat akan lebih mudah menerima dan mencintai saudaranya. Orang tua bisa menumbuhkan rasa aman ini lewat pelukan, pujian yang tulus, dan komunikasi yang lembut. Ajak mereka berbagi cerita atau bermain bersama tanpa tekanan. Dengan begitu, mereka akan belajar bahwa keluarga bukan tempat bersaing, melainkan tempat tumbuh bersama dalam kasih sayang.

Alih-alih memuji siapa yang lebih cepat atau lebih pintar, cobalah memberi apresiasi atas kerja sama mereka. Misalnya, “Kalian hebat, bisa beresin mainan bareng!” atau “Mama senang lihat kalian saling bantu.” Ucapan sederhana ini memberi pesan bahwa keberhasilan bukan soal siapa yang unggul, melainkan tentang bagaimana mereka bisa saling mendukung.

Membangun kedekatan kakak-adik memang membutuhkan waktu dan kesabaran, tetapi hasilnya akan terasa seumur hidup. Anak-anak yang tumbuh dalam suasana penuh dukungan dan cinta akan lebih mudah berempati, saling melindungi, dan membawa nilai kebersamaan itu hingga dewasa. Jadi, setiap kali terjadi perselisihan kecil, ingatlah bahwa di balik itu ada kesempatan untuk mengajarkan makna cinta keluarga yang sesungguhnya.

Penulis: Alyaa Hasna Hunafa