5 Rahasia Membantu Anak Mengatasi Kecemasan di Sekolah agar Lebih Berani

Fimela.com, Jakarta Sahabat Fimela, kembali ke sekolah seharusnya menjadi momen penuh semangat, namun bagi sebagian anak, hal ini justru memicu kecemasan. Kecemasan sekolah adalah kondisi di mana anak mengalami kekhawatiran atau ketakutan intens terkait lingkungan sekolah.

Kondisi ini dapat memengaruhi kesejahteraan anak secara keseluruhan, termasuk kemampuan belajar dan interaksi sosial mereka. Penting bagi orang tua untuk memahami gejala serta pemicunya agar dapat memberikan dukungan yang tepat.

Dilansir dari berbagai sumber, kita akan membahas secara komprehensif cara membantu anak mengatasi kecemasan di sekolah dengan strategi yang efektif. Dengan pendekatan yang benar, anak dapat kembali menikmati proses belajar dan bersosialisasi di lingkungan sekolah.

Kecemasan adalah reaksi tubuh terhadap stres dan dapat terjadi bahkan jika tidak ada ancaman saat ini, seperti yang dijelaskan oleh National Institute of Mental Health (NIH). Meskipun stres dan kecemasan sesekali adalah hal yang normal, keduanya tidak boleh mengendalikan hidup anak.

Anak-anak mungkin menunjukkan kecemasan sekolah melalui perubahan emosional, perilaku, dan fisik yang beragam. Bahkan ketika anak-anak tidak dapat mengomunikasikan bahwa mereka merasa cemas, perilaku mereka mungkin menceritakan kisahnya, menurut CBS News.

Gejala umum kecemasan meliputi peningkatan iritabilitas, frustrasi, atau kejengkelan. Anak juga bisa menjadi argumentatif, oposisi, atau lebih reaktif dari biasanya. Penarikan diri sosial, seperti mengisolasi diri di kamar atau menjauh dari teman dan keluarga, juga menjadi tanda yang perlu diperhatikan.

Anak-anak yang lebih muda mungkin mengeluh sakit kepala, sakit perut, atau nyeri tubuh lainnya, sementara remaja mungkin lebih mampu menyuarakan kekhawatiran mereka. Penolakan sekolah, kesulitan berteman, ledakan emosional dalam situasi sosial, dan mutisme selektif adalah indikator lain dari kecemasan sekolah.

Penyebab Umum Kecemasan Sekolah

Berbagai faktor dapat memicu kecemasan sekolah pada anak, termasuk transisi, tekanan sosial, dan akademik. Anak-anak menghadapi pemicu stres yang berbeda tergantung pada tahap perjalanan sekolah mereka.

• Perubahan Sekolah: Pindah dari sekolah dasar ke menengah atau menengah ke atas dapat memicu kecemasan antisipatif karena lingkungan baru, guru baru, dan ukuran kelas yang lebih besar.
• Lingkaran Sosial Baru: Mencari teman atau menemukan tempat dalam kelompok bisa menjadi stres, terutama setelah liburan panjang.
• Tekanan Akademik: Seiring bertambahnya usia siswa, beban kerja menjadi lebih menuntut dan dapat menimbulkan kekhawatiran.
• Dampak Pandemi: Pandemi COVID-19 telah menjadi pengganggu besar dalam perkembangan anak-anak, dan penyesuaian kembali ke kelas tatap muka masih menjadi tantangan bagi siswa.
• Masalah dengan Guru atau Pekerjaan Sekolah: Kekhawatiran tentang apa yang dipikirkan guru atau kesulitan dengan tugas tertentu.
• Lingkungan Sekolah: Kesulitan sosial atau lingkungan murni, seperti kesulitan berteman atau merasa cemas di kantin.
• Latihan Keamanan: Latihan penembak aktif dapat secara psikologis sulit bagi anak, terutama karena kebisingan dan kekacauan yang tidak terduga.
• Masalah Keluarga: Kekhawatiran bahwa orang tua tidak akan menjemput mereka dari sekolah atau sesuatu yang buruk akan terjadi saat mereka terpisah.

Penting untuk membedakan antara stres normal dan gangguan kecemasan yang memerlukan perhatian profesional. Jika kecemasan tidak hilang dan mulai mengganggu aktivitas sehari-hari, itu mungkin merupakan gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan dapat memengaruhi kinerja pekerjaan, tugas sekolah, dan hubungan sosial anak.

Orang tua memainkan peran krusial dalam membantu anak mengatasi kecemasan di sekolah. Langkah pertama adalah menciptakan ruang aman bagi anak untuk berekspresi, seperti yang disarankan oleh para ahli. Mendengarkan dengan empati dan memvalidasi perasaan anak adalah kunci utama.

Biarkan anak mengungkapkan perasaannya tanpa langsung melompat ke solusi. Akui bahwa perasaan cemas mereka adalah nyata dan dapat dimengerti. Hindari mengatakan "Tidak ada yang perlu ditakutkan" karena ini dapat membuat anak merasa malu atau tidak dipahami. Bantu anak memahami bahwa perasaan cemas adalah hal yang normal dan banyak orang mengalaminya.

Membangun kepercayaan diri dan kemandirian juga sangat penting. Dorong anak untuk menghadapi kecemasan mereka secara bertahap, yang dapat membangun ketahanan mental. Tunjukkan kepada anak secara eksplisit bahwa Anda percaya mereka mampu mengatasi perasaan ini dan mentolerir kecemasan sesekali.

Hindari akomodasi berlebihan dengan membiarkan mereka menghindari situasi pemicu kecemasan, karena ini justru dapat memperkuat peran kecemasan dalam hidup mereka. Sebaliknya, dorong perilaku berani dengan memecah tantangan menjadi langkah-langkah kecil yang lebih mudah dihadapi.

Kolaborasi dengan pihak sekolah sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung anak. Berkomunikasi dengan guru atau konselor sekolah tentang kecemasan anak Anda. Identifikasi satu orang di sekolah, seperti konselor atau perawat sekolah, sebagai titik kontak utama untuk mengomunikasikan informasi dan dukungan.

Jika anak memiliki gangguan kecemasan yang memengaruhi aktivitas hidup utama, mereka mungkin berhak atas akomodasi tertentu. Ini bisa termasuk konseling atau bimbingan belajar tambahan yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Kerja sama yang baik antara orang tua dan sekolah akan sangat membantu dalam membantu anak mengatasi kecemasan di sekolah.

Jika kecemasan anak persisten dan mengganggu fungsi sehari-hari, bantuan profesional mungkin diperlukan. Orang tua harus mencari bantuan dari terapis atau psikiater anak jika mereka melihat gangguan yang terus-menerus pada suasana hati, tidur, nafsu makan, atau nilai anak mereka, seperti yang disarankan oleh CBS News. Cari bantuan jika ada penolakan atau penghindaran sekolah yang terus-menerus, bukti melukai diri sendiri, atau anak secara khusus meminta untuk berbicara dengan seseorang di luar keluarga.

Program seperti SPACE (Supportive Parenting for Anxious Childhood Emotions) dapat membantu orang tua mendukung anak dengan mengubah cara orang tua merespons kecemasan anak. Terapi Perilaku Kognitif (CBT) juga merupakan pendekatan yang efektif untuk membantu anak-anak mengembangkan keterampilan koping. Selain itu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter anak untuk menyingkirkan penyebab fisik dari gejala yang dilaporkan anak.