Mengapa Balita Kadang Menolak Kasih Sayang dari Moms?

Fimela.com, Jakarta Suasana hati balita bisa berubah dengan sangat cepat, terkadang secepat perubahan cuaca. Di satu waktu mereka tampak begitu manja, tetapi di saat lain mereka bisa tiba-tiba menolak pelukan atau belaian dari Moms.

Hal ini sering membuat orangtua bingung atau bahkan merasa tersinggung. Hanya saja, penolakan kasih sayang pada masa balita merupakan bagian alami dari perkembangan emosional anak. Ada banyak alasan di balik perilaku ini, dan sebagian besar bersifat sementara. Berikut penjelasan beberapa penyebab umumnya dan cara Moms dapat merespons dengan bijak, seperti yang dilansir dari laman Baby Center.

Sama seperti orang dewasa, anak-anak juga bisa mengalami hari yang tidak menyenangkan. Mungkin mereka kecewa karena tidak mendapat giliran bermain ayunan di taman, atau merasa sedih karena dimarahi di tempat penitipan anak. Bagi mereka, perasaan seperti itu bisa terasa sangat besar dan membingungkan.

Cara merespons:

Hargai kebutuhan mereka untuk menjaga jarak. Sampaikan bahwa Moms tetap ada untuk mereka kapan pun mereka siap didekati.

Kadang, anak hanya butuh waktu untuk menenangkan diri dan memproses perasaannya. Setelah merasa lebih baik, mereka biasanya akan kembali mencari pelukan Moms.

Setelah mengamuk atau menangis hebat, anak mungkin tampak menolak Moms. Bisa jadi cara Moms menenangkan mereka sebelumnya, meskipun lembut, membuat mereka tersinggung. Atau mungkin mereka kelelahan setelah mengeluarkan banyak energi saat tantrum.

Cara merespons:

Terimalah bahwa anak berhak merasa kesal. Sama seperti orang dewasa yang butuh waktu setelah bertengkar, anak pun memerlukan ruang untuk menenangkan diri. Moms dapat menunjukkan empati dengan mengatakan, “Kamu marah karena Mama tidak membiarkan kamu berlari di parkiran, ya?”

Kalimat seperti ini menunjukkan bahwa Moms memahami perasaannya. Setelah itu, beri waktu dan yakinkan anak bahwa Moms tetap mencintainya, meski ia sempat melanggar aturan.

Balita memiliki dunia emosi yang kompleks, namun kemampuan mereka untuk mengekspresikan perasaan masih terbatas. Mereka bisa merasa kecewa, cemburu, atau marah, tetapi belum tahu bagaimana cara menyampaikannya.

Mungkin Moms baru saja kembali dari perjalanan dinas dan mereka merindukan Moms, tapi juga marah karena Moms sempat pergi. Atau mungkin mereka kesal karena Moms tampak lebih fokus pada adik bayi yang baru lahir.

Cara merespons:

Jika Moms merasa ada alasan emosional di balik sikap anak, ajak mereka berbicara dengan lembut. Tanyakan dengan kalimat terbuka seperti, “Kamu merasa Mama kurang punya waktu buat kamu, ya?” Lalu dengarkan jawabannya tanpa menghakimi.

Mungkin menyakitkan saat anak mengatakan hal yang membuat hati Moms terluka, tapi pahamilah bahwa perasaan mereka tidak bersifat permanen. Dengan berbicara, anak sedang belajar mengenali dan memahami emosinya sendiri.

Pada usia tertentu, anak mulai menunjukkan keinginan untuk melakukan banyak hal sendiri. Jika dulu selalu ingin dipeluk, kini mereka bisa menolak saat Moms ingin ikut bermain atau memeluk. Ini bukan tanda bahwa mereka menjauh secara emosional, melainkan bagian dari proses belajar menjadi mandiri.

Cara merespons:

Jangan mengambil penolakan ini secara pribadi. Anak tetap mencintai Moms, hanya saja mereka sedang berlatih untuk merasa “bisa sendiri”. Jika mereka tampak sibuk, tunda dulu keinginan untuk memberi pelukan dan berikan di waktu yang lebih tenang, seperti saat menjelang tidur.

Dengan cara ini, anak belajar bahwa cinta dari Moms selalu hadir, yang tidak memaksa, tetapi siap diberikan saat mereka membutuhkannya.

Ada kalanya anak tampak lebih manja dengan satu orang tua dan menjaga jarak dari yang lain. Ini adalah hal yang wajar dalam perkembangan hubungan anak dengan kedua orang tuanya.

Cara merespons:

Jika anak lebih menempel pada Ayah, jangan langsung merasa ditolak. Fase ini bisa dipengaruhi oleh rutinitas harian atau perbedaan waktu kebersamaan. Namun, jika Moms merasa ada perubahan besar, coba perhatikan dinamika di rumah.

Apakah tanpa sadar Moms menunjukkan kekesalan saat pasangan pulang? Atau justru memberi perhatian berlebihan karena merasa bersalah? Hal-hal kecil ini bisa memengaruhi respon anak. Yang terpenting, tetaplah hadir secara konsisten dan penuh kasih. Anak akan kembali menyeimbangkan kedekatannya seiring waktu.

Setiap anak memiliki kepribadian yang unik. Ada yang sangat ekspresif dan suka dipeluk, ada pula yang lebih nyaman menunjukkan kasih sayang dengan cara lain.

Cara merespons:

Jika anak tampak menjaga jarak, terimalah tanpa merasa tersinggung. Biarkan mereka yang menentukan kapan ingin mendapat pelukan atau ciuman. Meski tampak mandiri, mereka tetap membutuhkan kasih sayang fisik, terutama saat merasa takut atau sedih.

Perhatikan bahasa tubuh mereka. Jika terlihat siap menerima sentuhan, berikan pelukan lembut tanpa memaksa. Dengan begitu, mereka akan belajar bahwa kasih sayang bisa hadir dengan cara yang aman dan sesuai kebutuhan mereka.

Kadang, penolakan anak disertai tindakan fisik seperti mendorong, memukul, atau menggigit. Ini bisa menjadi cara mereka melampiaskan perasaan kuat yang belum bisa mereka kendalikan.

Cara merespons:

Tetaplah tenang, tapi tegas. Katakan dengan jelas dan sederhana, “Tidak, Mama tidak suka itu. Kalau kamu melakukannya lagi, Mama akan menurunkan kamu / kita pulang / mainannya Mama ambil.” Lalu pastikan Moms menepati konsekuensinya.

Dengan cara ini, anak belajar bahwa perasaan marah boleh dirasakan, tetapi tidak boleh diekspresikan dengan cara yang menyakiti orang lain.

Moms, menghadapi perubahan sikap balita memang tidak mudah. Ada kalanya mereka menolak pelukan, padahal Moms hanya ingin menunjukkan kasih sayang. Namun, memahami alasan di balik perilaku itu dapat membantu Moms merespons dengan lebih sabar dan penuh empati.

Kasih sayang yang konsisten, meski tanpa paksaan, akan menumbuhkan rasa aman dan kepercayaan dalam diri anak. Mereka akan selalu tahu bahwa pelukan Moms adalah tempat paling nyaman untuk kembali, kapan pun mereka siap.