4 Cara Efektif Agar Anak Tidak Pilih-Pilih Makanan

Ada fase ketika makanan yang lembut terasa seperti penyelamat: praktis, cepat, dan disukai anak. Namun, terlalu sering mengandalkan makanan serba lembut membuat anak kehilangan kesempatan mengenali ragam rasa dan tekstur yang lebih kaya. Anak jadi terbiasa dengan makanan yang smooth dan manis, sehingga makanan rumahan terasa asing.

Moms tentu boleh menyajikan makanan halus dan lembut. Tidak ada yang salah dengan kemudahan, apalagi di hari-hari yang sibuk. Tapi jadikan sebagai pelengkap saja. Anak perlu pengalaman langsung dengan makanan yang harus digigit, dikunyah, dan dirasakan detailnya. Semakin banyak eksposur rasa, semakin fleksibel pola makannya saat besar nanti.

Anak yang terbiasa mengenali tekstur sejak dini jauh lebih percaya diri menghadapi makanan baru. Secara perlahan, Moms bisa perkenalkan potongan buah lunak, kentang kukus, atau sayur rebus lembut. Tidak perlu memaksa, cukup hadirkan secara konsisten. Dunia rasa anak dibentuk dari rutinitas kecil yang Moms bangun setiap hari.

Ada masa emas ketika bayi lebih mudah menerima rasa baru, yaitu saat mulai MPASI sekitar usia 6 bulan. Pada masa ini, bayi berada pada fase paling lentur dalam hal rasa dan tekstur. Mereka cenderung memberi kesempatan kedua atau ketiga pada makanan yang awalnya terasa asing.

Bayi yang mendapatkan eksposur beragam tekstur sejak dini akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk menyukai lebih banyak makanan saat tumbuh. Bahkan riset menunjukkan bahwa mengenalkan makanan bertekstur lumpy sebelum usia 10 bulan dapat mencegah penolakan makanan hingga bertahun-tahun ke depan. Hal ini perlu diperhatikan dalam upaya membuka peluang agar anak lebih siap menerima ragam pilihan.

Moms dapat mulai dengan mashed banana, mashed avocado, atau makanan lembut yang memiliki sedikit tekstur. Fokusnya bukan pada jumlah, tetapi pengalaman. Semakin cepat mereka mengenal variasi, semakin kuat fondasi kebiasaan makan mereka terbentuk.

Banyak anak menolak makanan bukan karena mereka tidak suka, tetapi karena mereka belum cukup mengenalnya. Beberapa anak membutuhkan 10 kali perkenalan, bahkan lebih. Karena itu, ketika anak menolak makanan baru, tugas Moms hanyalah terus menghadirkannya tanpa berdebat dan tanpa drama.

Namun ada satu hal yang sering menjebak orangtua: menyediakan makanan pengganti setelah anak menolak makanan utama. Ketika itu dilakukan, anak belajar bahwa menolak adalah jalan pintas menuju menu favoritnya. Di sinilah orangtua perlu lembut tapi tegas. Satu kali makan dilewatkan bukan masalah. Nutrisi tidak dihitung dari satu porsi, tetapi dari pola makan mingguan.

Sikap tenang Moms memberi pesan kuat: tidak apa-apa tidak makan banyak hari ini, tapi makanan tetap hadir dengan bentuk yang sama. Anak belajar bahwa makanan bukan alat negosiasi, melainkan bagian dari rutinitas. Lambat laun, pola ini membangun keberanian anak mencicipi kembali hidangan yang dulu ia tolak.

Ada satu konsep yang sangat membantu banyak keluarga: Division of Responsibility at Mealtime. Polanya sederhana namun sangat efektif, yaitu orangtua menentukan apa, kapan, dan di mana anak makan, sementara anak menentukan berapa banyak yang akan ia makan.

Pendekatan ini memberi anak rasa aman. Mereka tidak dipaksa, tetapi mereka juga tidak mengatur menu. Di meja makan, Moms bisa menghadirkan piring yang berisi tiga unsur: satu makanan baru, satu makanan yang familiar, dan satu makanan netral yang dapat diterima anak. Hal ini dilakukan demi strategi membangun kebiasaan tanpa tekanan.

Dengan cara ini, anak memahami bahwa setiap makanan punya kesempatan untuk dicoba, namun ia tetap memiliki kendali atas porsinya. Pola makan yang sehat dibentuk dari keseimbangan antara batasan dan ruang untuk bereksplorasi. Anak belajar bahwa makanan bukan ancaman, melainkan pengalaman yang bisa dinikmati.

Membantu dan mengarahkan anak agar mau makan makanan bergizi memang tidak selalu mudah. Butuh konsistensi, kesabaran, dan keberanian untuk tetap tenang ketika makanan ditolak berkali-kali.

Semua upaya Moms hari ini mungkin belum terlihat hasilnya, tetapi perlahan membangun kebiasaan yang akan mereka bawa hingga dewasa. Meja makan bisa menjadi tempat tumbuhnya keberanian anak mengenali dunia, satu suapan kecil setiap harinya.