Fakta: 20% Remaja Depresi, Ini Cara Orang Tua Bantu Atasi Krisis Kesehatan Mental Remaja

Kesehatan mental remaja di banyak negara, termasuk Amerika Serikat, menunjukkan tren yang memburuk bahkan sebelum pandemi COVID-19 melanda. Hampir 20% remaja AS berusia 12 hingga 17 tahun mengalami episode depresi mayor pada tahun 2023. Angka ini mencerminkan betapa seriusnya masalah ini.

Pada tahun 2022, sekitar 13,4% remaja AS memiliki pikiran serius untuk bunuh diri, dan hampir 1 juta remaja mencoba bunuh diri. Studi lain dari CDC tahun 2021 juga menemukan bahwa lebih dari 4 dari 10 remaja merasa "sedih atau putus asa secara persisten". Kelompok tertentu seperti siswa perempuan dan LGBTQ+ lebih rentan melaporkan perasaan sedih atau putus asa yang persisten.

Berbagai faktor memicu krisis ini. Pandemi COVID-19 sejak tahun 2020 memperburuk kondisi, menyebabkan isolasi, ketakutan, dan ketidakpastian. Selain itu, tekanan akademik dan sosial, termasuk perundungan, menjadi pemicu stres umum. Penggunaan media sosial yang intensif juga turut memengaruhi kesejahteraan remaja.

Masalah keluarga seperti orang tua yang kurang suportif, ketidakstabilan finansial, kekerasan, atau pelecehan juga berkontribusi. Perkembangan otak yang ekstensif selama masa remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan sosial. Faktor biologis seperti riwayat keluarga juga berperan dalam kondisi seperti depresi dan kecemasan.

Dampak kesehatan mental yang buruk pada remaja sangat luas, memengaruhi prestasi sekolah, kemampuan pengambilan keputusan, dan kesehatan fisik mereka. Masalah ini seringkali berkaitan dengan risiko perilaku lain seperti penggunaan narkoba, kekerasan, dan perilaku seksual berisiko. Kegagalan mengatasi kondisi ini di masa remaja dapat berdampak negatif hingga dewasa, membatasi potensi mereka untuk hidup memuaskan.

Penting bagi Sahabat Fimela untuk mengenali tanda-tanda peringatan dini masalah kesehatan mental pada remaja. Perubahan suasana hati adalah salah satu indikator utama. Jika anak Anda tampak lebih murung, pendiam, mudah tersinggung, atau menunjukkan perasaan sedih, kosong, putus asa, dan kecemasan berlebihan, ini bisa menjadi sinyal.

Perhatikan juga perubahan perilaku, seperti pola tidur yang drastis, kehilangan minat pada hobi yang dulu disukai, atau menarik diri dari teman dan keluarga. Perilaku berbahaya seperti penggunaan narkoba atau alkohol, serta tindakan melukai diri sendiri (self-harm), merupakan tanda serius yang tidak boleh diabaikan. Pikiran bunuh diri, seperti memberikan barang tanpa alasan, ancaman tersirat atau langsung, dan kurangnya minat pada rencana masa depan, memerlukan tindakan segera.

Orang tua memiliki peran sentral dalam mendukung kesehatan mental remaja. Mulailah dengan membangun komunikasi terbuka dan mendengarkan tanpa menghakimi. Tanyakan bagaimana kabar mereka dan apa yang terjadi di dunia mereka, lalu dengarkan dengan saksama. Validasi perasaan mereka dengan mengatakan "Saya mengerti" atau "kedengarannya seperti situasi yang sulit," meskipun Anda mungkin merasa tidak nyaman.

Ciptakan lingkungan rumah yang penuh kasih dan mendukung. Remaja, terutama dari kelompok LGBTQ+, yang memiliki keluarga suportif memiliki risiko depresi dan bunuh diri yang jauh lebih rendah. Dorong mereka untuk berbagi perasaan dan ingatkan bahwa Anda selalu ada untuk mereka. Menjadi teladan kesehatan mental juga penting; tunjukkan bahwa Anda mencari bantuan saat dibutuhkan dan kelola stres secara positif.

Selain komunikasi, strategi pengasuhan yang efektif juga sangat membantu. Gaya pengasuhan yang seimbang terbukti mengarah pada kesehatan mental yang lebih baik. Ajarkan remaja keterampilan mengatasi stres, seperti memastikan tidur cukup, nutrisi seimbang, dan olahraga teratur. Dorong mereka untuk meluangkan waktu menikmati hobi dan bersantai, agar hidup tidak melulu tentang pekerjaan atau tekanan.

Berikan juga remaja ruang dan waktu yang sesuai untuk mandiri. Kebutuhan akan privasi dan kemandirian adalah bagian normal dari tumbuh dewasa. Perubahan perilaku mungkin bukan selalu tanda bahaya, tetapi harus menjadi sinyal untuk lebih memerhatikan dan tidak mengabaikan masalah yang ada.

Jika Anda khawatir, jangan ragu mencari bantuan profesional. Mulailah dengan berbicara kepada dokter keluarga atau konselor sekolah. Mereka dapat memberikan pemahaman tentang perkembangan anak dan akses ke sumber daya kesehatan mental. Jika diperlukan, jangan takut untuk mencari terapis atau psikolog anak yang dapat membantu remaja mengembangkan kebiasaan kesehatan mental yang positif.

Program dukungan keluarga juga tersedia untuk meningkatkan kesejahteraan orang tua dan remaja. Ada banyak sumber daya dan hotline darurat yang siap membantu. Anda bisa menghubungi 988 Suicide and Crisis Lifeline, The Trevor Project untuk kaum muda LGBTQ+, Crisis Text Line, atau SAMHSA National Helpline. National Alliance on Mental Illness (NAMI) juga menawarkan dukungan dan edukasi.

Sebagai orang dewasa, kita dapat mendukung kesehatan mental remaja dengan menghubungkan mereka ke layanan yang dibutuhkan, termasuk skrining untuk penggunaan alkohol, penganiayaan anak, depresi, penggunaan narkoba ilegal, dan risiko bunuh diri. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan yang suportif bagi kesehatan mental remaja kita.