Sukses

Health

Kenali 3 Jenis Penyakit Autoimun Kulit yang Kerap Muncul Selama Pandemi Covid-19

Fimela.com, Jakarta Risiko autoimunitas atau penyakit autoimun dilaporkan meningkat selama pandemi Covid-19. Penyakit autoimun sendiri merupakan suatu penyakit akibat gangguan sistem imun, dimana sistem imun ini salah mengenali sel tubuhnya sendiri.

Normalnya, sistem imun membantu menyingkirkan infeksi virus dan bakteri. Namun pada penyakit autoimun, sel tubuh dianggap sebagai suatu benda asing yang akhirnya menyerang tubuhnya sendiri, dan ini masih tidak diketahui alasannya.

Salah satu organ yang dapat mengalami gangguan autoimun adalah kulit. Ada banyak faktor penyebab yang diketahui dapat memicu munculnya penyakit autoimun kulit ini.

Spesialis kulit dan kelamin (Dermato-venereologi) Klinik Pramudia, dr. Amelia Subiyanto, Sp.DV menyebutkan faktor risiko yang menyebabkan penyakit autoimun dibagi menjadi dua, yakni genetik dan faktor pengaruh lingkungan.

“Penyakit autoimun kulit pada dasarnya bukan penyakit yang menular. Secara internal, autoimun kulit bisa terjadi karena faktor genetik, misalnya ada anggota keluarga yang juga mengidap penyakit yang sama. Secara eksternal, Autoimun Kulit ini bisa terjadi akibat faktor lingkungan seperti infeksi, obat-obatan, merokok, stres, obesitas, pajanan sinar UV yang berlebihan, dll,” kata dr. Amel dalam jumpa pers virtual, (3/11/2021).

Ada tiga penyakit autoimun kulit yang kerap muncul selama pandemi Covid-19 seperti yang disebutkan dr. Amel, di antaranya Psoriasis, Vitiligo, dan Urtikaria (biduran). Lebih lanjut, berikut penjelasan selengkapnya.

1. Psoriasis

Psoriasis adalah suatu peradangan kulit yang kronik dan sering kambuh. Umumnya, kulit akan pembentukan kulit baru. Namun, pada kondisi Psoriasis, pembentukan kulit baru ini lebih cepat dari durasi normal yaitu berkisar 28 hari menjadi 2 minggu.

Akibatnya, gejala yang akan timbul adalah bercak merah di kulit disertai sisik yang tebal. Gejala ini dapat terjadi di kulit kepala, badan, dan lengan. Terkadang gejala Psoriasis juga disertai gatal dan panas di kulit.

Kondisi ini dapat timbul pada semua usia, terutama 15-30 tahun dan 50-60 tahun. “Prevalensi terjadi sekitar 0,1-3% dengan Ras Kaukasia paling banyak dilaporkan. Di Indonesia sendiri dilaporkan sekitar 2,5% dari populasi, dan dapat  mengenai laki-laki maupun perempuan,” jelas dr. Amel.

Untuk pengobatan penyakit psoriasis ini sendiri, bisa dilakukan melalui obat topical, obat oral, obat suntik, dan fototerapi yang harus di bawah pengawasan dokter. “Jika tidak diobati, jangka panjangnya bisa mengalami kelainan pada sendi dan kuku,” kata dr. Amel.

2. Vitiligo

Kedua yaitu Vitiligo, yang merupakan suatu kelainan kulit berupa bercak putih seperti kapur, kadang disertai gatal. Vitiligo dapat terjadi pada segala usia, namun sekitar 50% kasus terjadi sebelum usia 20 tahun dan prevalensi meningkat seiring dengan pertambahan usia.

“Gejala klinis yang dapat ditemukan ialah bercak putih seperti kapur atau susu. Untuk lokasinya sendiri, paling sering dimulai dari wajah, daerah kelamin, pada tangan dan kaki. Namun, tak menutup kemungkinan terjadi di seluruh tubuh,”

Untuk tata laksana pengobatan penyakit vitiligo, bisa diberikan obat topical (obat oles), obat oral, dan fototerapi atau fotokemoterapi.

3. Urtikaria (biduran)

Selanjutnya penyakit autoimun kulit yang kerap dijumpai selama masa pandemi Covid-19 adalah urtikaria (biduran). Gejalanya berupa bentol-bentol merah di seluruh tubuh yang jumlahnya semakin banyak jika digaruk.

“Prevalensi urtikaria autoimun dilaporkan sekitar 0,05-3% dan ditemukan 2 kali lebih banyak pada perempuan dengan rentang usia 40-49 tahun,” tambah dr. Amelia.

Urtikaria itu sendiri dibagi menjadi 2, akut dan kronik. Untuk urtikaria akut, dapat terjadi dalam kurun waktu 6 minggu. Namun, jika terjadi lebih dari 6 minggu dan hampir setiap hari mengalami bentol, maka disebut urtikaria kronik.

“Salah satu penyebab urtikaria kronik ini adalah proses autoimun. Urtikaria itu sendiri banyak penyebabnya, mulai dari alergi obat, alergi makanan, kondisi ruangan yang dingin, hingga gigi berlubang,” kata dr. Amelia

Dia menambahkan, agar pasien lebih waspada jika urtikaria disertai bengkak di wajah. Sebab kondisi ini bisa juga terjadi di saluran pernapasan, sehingga akan timbul rasa sesak napas dan pasien bisa pingsan. “Untuk kondisi pembengkakan , segera konsultasikan dengan dokter kulit dan kelamin, karena ini harus diberi tata laksana yang segera. Ini masuk dalam kategori emergency,” terang dr.Amel.

Untuk pengobatannya sendiri, urtikaria dapat diberi obat minum. Namun, pada kasus-kasus sendiri bisa diberikan injeksi atau suntikan.

 

#Elevate Women

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading